Jumat, 10 November 2006

Catatan Perjalanan Tegalpanjang – Papandayan

01 – 03 November 2006

……..Gagasan kemping ini sebenarnya sudah lama diusulkan sebelum lebaran, dalam rangka mengurangi kesemutan otak. Sampai tanggal 30/31 Oktober kemarin terkumpul 9 peminat yaitu Marieanna, Rima, Jupri, Sigit, Hadi, Emang, Dominic, Dedek dan Andle. Namun karena satu dan lain hal pada jam-jam sebelum keberangkatan Dedek dan Andle mengundurkan diri. Daftar logistic dan peralatan telah disusun, bahan makanan telah dibeli cukup dengan membayar 20rb kepeng per kepala dan melalui pengumuman serta sms diberitahu untuk packing pukul 17.00 tgl 31 okt dan berangkat pukul 07.00 teng! 1 Nov 06……

Rabu, 01 Nov ‘06

± 06.46 WIB :

Rekan – rekan tim perjalanan terlihat bermunculan; Nirwan, Sigit yang baru datang segar dari Jepara, Anna sebagai Ratu Logistik, Jupri, Dominic, Rima sebagai Ensiklopedia berjalan. Semua sepertinya terlihat tepat waktu. Waktu kemudian diisi dengan packing akhir, Sang Ratu Logistik dengan dengan dipandu Enskilopedi membawa 4 (catet : Empat!) bungkus panjang kerupuk kampong, Dominic dengan Bukom bawaannya, serta mangga-mangga itu…hehe. Tapi masih kekurangan golok.

± 08.35 WIB :

Seperti dibilang sebelumnya, semua seperti terlihat tepat waktu tapi yaaaaa…gimana ya dek, emang sudah telat। Setelah selesai packing tim kemudian memulai perjalanan dengan berdoa dan mengadakan poto shut sesi 1.

± 13.30 WIB :

Tim tiba di Cibatarua. Teriknya siang untungnya menyadarkan panggilan Shalat beberapa rekan perjalanan. Sisanya hanyalah Sigit dan Anna dan Dominic dan beberapa rahasia yang terlarang untuk diceritakan disini.

13.55 WIB :

Bergerak menuju tujuan yang terletak diantara G. Puntang ± 90° due North dan G. Papandayan ± 130° due North dari posisi masjid tua. Pergerakan berarah ke Timur lebih dulu dan kemudian agak kearah Utara. Dari Cibatarua tujuan terlihat terletak setelah punggungan ke 3 di depan G.Puntang.

Pergerakan dilakukan dengan interval 30 menit yang melalui beberapa perkebunan kol, wortel dan kentang.

16.55 WIB :

Tiba di hamparan ilalang Tegalpanjang. Pas 3 jam perjalanan. Capainya perjalanan hilang terbawa angin dan hamparan padang ilalang luas yang menguning.


“ ….Dan disinilah Tuhan beristirahat, berbaring sejenak meminum kopi nikmat sambil memikirkan jawaban dari doa-doa kita…”


Tenda segera didirikan. Sigit dan Dominic mengambil air, Jupri mencari kayu, Emang dan Rima dan Anna dan Hadi mendirikan tenda. Posisi tenda tepat 90° due North di depan G. Puntang dan tepat di pintu keluar jalan.

± 20.35 WIB :

Waktunya makan malam. Sop dan dendeng ikan tenggiri jadi menu malam itu. Bulan bersinar terang walau hanya separo. Obrolan-obrolan tidak penting pun mengalir sampai waktunya tidur.

Kamis, 02 Nov ‘06

05.10 WIB :

Rima dan Sigit ,dengan kakinya yang tertekuk semalaman suntuk, bangun diikuti oleh Dominic dan Jupri. Lautan embun yang menghiasi padang ilalang seakan menyiapkan panggung bagi kemunculan sang surya. Poto shut sesi 2.

± 07.05 WIB :
Makan pagi dengan roti yang tersusun dari selembar daging asap, selada, keju dan tomat. “ …bukan roti lapis…. ” katanya.

Menjelang sore, perapian mulai disiapkan namun hujan terlalu cepat datang yang membuat orang sibuk dimana-mana.

± 19.35 WIB :

Makan malam dengan menu semur ayam, tumis buncis, sambal pedas dan kerupuk kampong. Nikmat. Bulan setengah yang muncul menyinari malam itu dan api unggun yang membakar bulu kaki menambah keramaian obrolan-obrolan tidak penting malam itu.

± 23.30 WIB :

Waktunya tidur, semua sepakat untuk berangkat pulang esok pukul 07.00 teng! dan tidak menuju puncak Papandayan hanya sampai Pondok Selada atau Tegal Alun saja serta tak lupa memberikan peta titipan pada pak Jagawana baik hati.

Jumaah, 03 Nov ‘06

05.05 WIB :

Weker yang ngotot berbunyi membangunkan tim. Persiapan sarapan dilakukan. Nasi goreng menjadi menu pilihannya. Lainnya mulai packing dan beres-beres untuk kepergian pulang.

± 08.40 WIB :

Mulai perjalanan menuju Pondok Selada. Pada punggungan pertama salah seorang rekan tim yang namanya tidak mau disebutkan terserang penyakit aneh yang mungkin cuma ada di Tegalpanjang waktu itu. Yaitu Hidung yang kesemutan. Efek sensasinya hampir seperti asma, membuat sesak napas di dada. Spontan saja rekan tim lain langsung khawatir dan hampir panik, untungnya istirahat yang cukup lama dapat cukup mengobati penyakit tersebut sehingga perjalanan bisa dilanjutkan.

Selama perjalanan menuju Pondok Selada, medannya relatif datar dan tidak terlalu rimbun pepohonannya sehingga jarak pandang lurus maksimum dapat mencapai 50 meter.

11.30 WIB :

Bau belerang menghantar tim untuk tiba di Pondok Selada. Istirahat sebentar dan ngupi sejenak sebelum berlanjut ke kawah dan ke pos. Rekan yang tadi terserang penyakit aneh juga sudah baik-baik saja, mungkin penyakitnya hanya memang ada di Tegalpanjang waktu itu saja.

12.05 WIB :

Bergerak menuju kawah untuk sesi poto shut 4.

13.20 WIB :

Tiba di pelataran parkir pos Papandayan. Tim kemudian mengantarkan paket pada Jagawana Pak Adang dan beristirahat pada salah satu warung disana.

± 14.55 WIB :

Tim mendapat tumpangan pick up menuju Jalan Cagak, persimpangan sebelum Nagrek dari Garut antara yang menuju Garut dengan Tasikmalaya. Cukup hanya dengan membayar 35 rb kepeng saja per tujuh orang pada pak supir yang baik hati.

± 16.00 WIB :

Tiba di Jalan Cagak.Tim kemudian menunggu bus menuju Bandung dari Garut.

± 16.10 WIB :

Tim kecuali Emang yang menuju Tasikmalaya naik bus menuju Bandung, sesaat setelah naik terjadi kecelakaan di persimpangan tersebut, untungnya ada pak polisi.Cukup hanya dengan membayar 8000 kepeng saja kita dapat berdiri dengan tidak nyaman dan mengganggu penumpang lain dengan carrier kita.

± 17.30 WIB :

Tim tiba di Cicaheum.Terminal bus di Timur Bandung, perjalanan pulang dilanjutkan menuju kampus dengan menumpang bayar angkot Cicaheum – Ledeng.

± 18.00 WIB :

Tim tiba di Sel dengan selamat sentausa. Dengan demikian perjalanan ini berakhir dan hanya menyisakan kenangan dan poto-poto.


Ditulis oleh

Dominic
G – 160 - XII

Rabu, 26 April 2006

Susur Sungai Cikapundung KMPA-PSIK: Rekreasi Sekaligus Pembelajaran

Selasa, 25 - April - 2006, 00:47:13

Link




















Minggu, 23 April 2006 kemarin, Pkl 08.00 pagi, peserta perjalanan Susur Sungai Cikapundung sudah mulai berkumpul di sekretariat KMPA di Sunken Court W-03. Satu jam kemudian rombongan berangkat menuju Curug Dago, dengan sedikit naik ke hulu dimana perjalanan itu dimulai. Tanpa ragu peserta mulai menyusuri Cikapundung meskipun ketinggian air hampir mencapai sepinggang. Ketinggian air meningkat sekitar 50 cm setelah hujan deras mengguyur Bandung hampir sehari penuh kemarin Sabtu 22 April 2006 yang bertepatan dengan Hari Bumi.

Derasnya air Sungai Cikapundung pun tidak mengecilkan hati para peserta yang mengikuti acara Susur Sungai Cikapundung. Acara Susur Sungai Cikapundung ini merupakan salah satu acara dari serangkaian kegiatan Pekan Hari Bumi se-ITB yang diadakan oleh Unit Kegiatan KMPA (Keluarga Mahasiswa Pecinta Alam) yang bekerja sama dengan PSIK (Perkumpulan Studi Ilmu Masyarakat). Acara Susur Sungai Cikapundung ini diikuti oleh 24 orang yang terdiri dari berbagai unit kegiatan ITB seperti PSIK, KMPA, Teknik Pertambangan, Nymphea, Planologi dan 3 orang pelajar dari SMPAL-Huda dan satu pelajar dari SMK Dago.

“Seru...!” ujar Mega, mahasiswa Teknik Planologi 2004, dengan semangat menggebu yang mengikuti kegiatan tersebut bersama tiga orang temannya dari Planologi. Hal serupa juga keluar dari peserta lain yang mengikuti acara ini. Mereka tidak menyangka bahwa dengan menyusuri sungai dapat menjadi ajang rekreasi dari rutinitas sehari-hari. Beruntung hari itu hujan tidak turun yang dapat menyebabkan acara menjadi kacau karena dapat menyebabkan naiknya dabit air dan menambah derasnya sungai sehingga dapat membahayakan nyawa peserta.

Selain menyusuri sungai dan melihat secara langsung kondisi Cikapundung peserta juga diberikan wacana dan ajang diskusi yang diberikan oleh Andre, mahasiswa Teknik Planologi 2002, mengenai konsep penataan ruang di Daerah Aliran Sungai (DAS) sungai yang tetap memperhatikan lingkungan selain itu peserta juga diajak untuk mengambil sampah-sampah yang mencemari Sungai Cikapundung. Ajang diskusi ini cukup menimbulkan banyak pertanyaan dari peserta tentang bagaimana seharusnya menata daerah sepanjang aliran sungai agar tidak merusak lingkungan dan sungai yang ada. Diharapkan dengan adanya acara ini para peserta yang ikut dapat mengetahui kondisi yang sebenarnya dari Sungai Cikapundung dan apa yang terjadi dengan lingkungan di DAS Cikapundung dan mudah-mudahan dapat tergerak hatinya untuk lebih memperhatikan masalah lingkungan yang terjadi di Bandung khususnya Sungai Cikapundung.

Setelah kurang lebih 4 jam menyusuri Sungai Cikapundung dan berbasah ria, sekitar pukul 14.20 acara menyusuri sungai tersebut selesai dan keluar di daerah Ciumbuleuit atas yang kemudian dilanjutkan dengan pawai spanduk dan poster sampai kampus.

(Dominic)

(krisna)

Selasa, 25 April 2006

[Cakrawala-Maret2006] Safety Procedure Peralatan dan Perlengkapan dalam Perjalanan Alam Bebas



Melakukan perjalanan di alam bebas adalah suatu aktivitas menyenangkan dan bermanfaat. Banyak pelajaran yang didapatkan dari alam , juga dapat memupuk rasa cinta tanah air. Berjalan menusuri rimba, melewati jurang yang terjal, dan mendaki bukit, mengagumi dan mencintai pemandangan alam yang terbentang luas. Mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Sang Pencipta kepada hamba Nya.

Bagaimanapun melakukan perjalanan di alam bebas tidak menjadi habitat bagi kehidupan manusia modern. Perjalan di alam bebas tidaklah sama dengan perjalanan di kota, sehingga dibutuhkan pengetahuan, kemampuan, dan hal-hal khusus lainya untuk melakukan aktivitas tersebut, salah satunya adalah peralatan perjalanan.

Dalam melakukan perjalanan, beberapa hal yang harus kita ingat sebagai pelaku perjalanan adalah harus melakukan keseharian kita sendiri seperti memasak, makan, tidur, dll. Sehingga diperlukan peralatan-peralatan standar dan aman untuk menunjangnya.

Apa saja peralatan dan perlengkapannya ? yuk kita bahas….,

  1. SEPATU.

Sepatu yang digunakan harus dapat melindungi kaki dari luka dan kemungkinan cidera lainya, selain itu sepatu juga harus nyaman, dan dapat menghindari seminim mungkin resiko kita terpeleset saat berjalan. Jenis sepatu yang cocok adalah sepatu boot karena melindungi pergelangan kaki.Elastis untuk kenyamanan, dan memiliki sol dengan kembang2 yang besar dan ceruk yang dalam untuk menghindari kita tergelincir / terpeleset.

  1. PAKAIAN.

Pakaian yang baik adalah tebal ,tidak kaku dan dapat menyerap keringat. Katun atau wol dapat digunakan.hindari penggunakan jeans, karena sukar kering dan mudah basah saat terkena air.

Sweater dan jaket tebal kudu dibawa untuk mencegah penurunan suhu tubuh saat istirahat atau saat cuaca dingin.

  1. JACKET.

Pilih jaket yang berbahan isian (down jacket ). Kelemahan dari bahan ini adalah berat dan memakan banyak tempat dalam ransel. Jaket lain adalah yang memiliki dua lapisan (double layer ), lapisan dalam terbuat wool atau polartex untuk menjaga kehangatan dan menyerap keringat. Sementara lapisan luarnya berfungsi untuk menahan air dan angin masuk, biasanya terbuat dari bahan Gore-Tex.

  1. RANSEL ( CARRIER ).

Gunakan ransel yang memiliki rangka.Selain menjaga agar ransel tegak berdiri, berfungsi juga untuk menjaga jarak antara punggung dan ransel, sehingga punggung terhindar dari sakit saat membawa barang-barang yang keras, juga agar punggung ‘dapat bernafas’. Penggunaan ransel yang baik adalah rangka bawah berasa di sekitar pinggang. Ransel dengan banyak kantong akan memudahkan mengambil barang2 namun membuat ransel menjadi kurang seimbang. Pilihlah bahan nilon atau kanvas. Bahan nilon kedap air dan ringan saat basah, sementara kanvas lebih tahan terhadap goresan.

  1. RAINCOAT / JAS HUJAN.

Raincoat yang baik adalah yang dapat mencegah masuknya air dan angin, juga memiliki lapisan lilin yang tahan lama.

  1. TOPI LAPANGAN.

Berguna untuk menghindari kepala dari panas dan cidera akibat terkena cabang, ranting pohon,dsb. Dapat juga menggunakan Slayer .

  1. SENTER.

Memiliki penerangan yang baik dan tahan terhadap perubahan cuaca, mudah dibawa dan kuat.

  1. PISAU.
  2. PERALATAN P2

Untuk pelaku perjalanan tingkat lanjut wajib membawa peralatan tambahan seperti Peta, Kompas, Webbing, Golok, dsb.

Untuk perjalanan yang memakan waktu lebih dari satu hari dibutuhkan juga peralatan untuk berkemah, seperti :

  1. TENDA DOME.

Dome praktis digunakan karena tidak memerlukan banyak tali. Dome memiliki dua rangka utama. Pilihlah rangka yang terbuat dari aluminium karena lebih kuat. Ringan, dan lentur ketimbang mika.

  1. SLEEPING BAG.

Usahakan Sleeping Bag selalu dalam keadaan kering.

  1. MATRAS.

Pilihlah matras yang kuat dan nyaman.

  1. PERLENGKAPAN MASAK.

Dapat menggunakan kompor berbahan bakar paraffin, spiritus, atau minyak tanah.Untuk wadah memasaknya dapat menggunakan satu set misting / nesting. Piring, gelas, sendok, garpu sebaiknya terbuat dari melamin atau plastik, karena tidak mudah pecah dan mudah dibersihkan.

Bila membawa korek api, simpanlah dalam tabung film untuk mengihindari terkena air (basah).

[Cakrawala-Maret2006] Manusia, Teman Hutan atau Sumber Bencana

DUA ratus tahun yang lalu, Pulau Jawa sebagian besar masih berupa hutan. Pada tahun 1745 Gubernur Jenderal van Imhof memasuki tanah Priangan melalui hutan rimba. Beberapa kali ia menceritakan bahwa penduduknya jarang dan berpindah-pindah. Pada zaman Raffles, ia menuturkan bahwa Pulau Jawa empat perlimanya masih berupa hutan rimba. Bahkan, pada awal abad ke-20 banyak laporan dari orang-orang Belanda yang suka berburu di sekitar Kota Batavia dan Bandung. Tak jauh dari Batavia, orang masih berburu buaya. Di sekitar Bandung orang berburu badak yang hidup di padang ilalang luas dan rawa-rawa.

Minggu malam menjelang dini hari, air bah yang disertai lumpur tiba-tiba menerjang ribuan pemukiman warga dibeberapa tempat di Desa Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Kejadian yang tidak pernah terbayangkan oleh warga yang terkena musibah tersebut terjadi hanya dalam hitungan menit. Derasnya air disertai lumpur, bebatuan dan kayu yang turun dari lereng pegunungan Argopuro merusak ribuan rumah warga dan beberapa diantaranya hanyut tersapu air bah. Musibah yang sangat cepat dan tiba-tiba itu tidak bisa diantisipasi oleh warga hingga begitu banyak warga yang ikut terseret derasnya arus. Sedikitnya 60 warga tewas dalam bencana alam di awal tahun ini.

Banyak pihak yang mungkin merasa prihatin atas terjadinya bencana banjir dan tanah longsor seperti di Jember dan beberapa wilayah di pulau Jawa khususnya. Hujan lebat sepanjang awal tahun ini membuat banyak wilayah di Indonesia mengalami bencana banjir dan tanah longsor. Namun, kita akan lebih prihatin lagi mengingat bencana-bencana tersebut datangnya bukan hanya dari alam, tapi juga dari manusia sendiri. Pengalaman membuktikan, bahwa ulah manusia merusak dan merubah alih fungsi hutan secara serampangan merupakan bom waktu yang dikemudian hari akan membawa bencana bagi manusia sendiri.

Hutan yang merupakan bagian dari alam tidak akan pernah lepas dari kehidupan manusia yang juga bagian dari alam itu sendiri. Secara langsung dan tidak langsung begitu banyak manfaat yang diberikan hutan kepada kehidupan di alam ini, termasuk manusia. Hutan merupakan rumah untuk sebagian besar hewan dan tumbuhan. Selain menyediakan kayu, hutan juga menjaga kesuburan tanah untuk agrikultur, membantu mengatur kondisi iklim, mengatur siklus hidrologi sebagai kawasan resapan air dan kelangsungan penyediaan air, dan masih banyak lagi fungsi hutan lainnya.

Dua ratus tahun yang lalu, mungkin Indonesia masih memiliki hutan yang melimpah, pohon-pohonnya menutupi 80 sampai 95 persen dari luas lahan total. Namun apa yang terjadi sekarang ? Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen [World Resource Institute, 1997]. Berbagai bentuk perusakan menyebabkan selama puluhan tahun menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan 1997-2000 sebesar 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia [Badan Planologi Dephut, 2003]. Padahal dengan berkurangnya tutupan hutan Indonesia, maka sebagian besar kawasan di Indonesia telah menjadi kawasan yang rentan terhadap bencana, meliputi bencana banjir dan tanah longsor.

Sekarang mungkin kita merasa prihatin dengan segala bencana yang terjadi baru-baru ini. Tapi pernahkah terpikirkan oleh kita bahwa suatu saat bencana itu bisa saja menimpa diri kita. Karena bencana alam dapat terjadi kapan dan dimana saja, ditambah dengan aktivitas manusia yang merubah dan merusak kondisi alam. Mungkin bencana banjir dan longsor hanya merupakan salah satu bagian dari hasil pengrusakan yang dihasilkan manusia. Begitu banyak bencana lainnya yang dapat terjadi pada umat manusia jika kita terus merusak alam kita. Kita memang mempunyai hak untuk memanfaatkan alam yang diberikan Tuhan untuk kita, namun kita juga punya kewajiban yang sama terhadap alam untuk menjaga dan melesatarikannya. Mulai dari hal yang kecil…mulai dari diri sendiri….mulai dari saat ini….

[Cakrawala-Maret2006] Mereka Adalah Kowak-malam Kelabu

sumber gambar

Beberapa bulan terakhir warga ITB dibuat bertanya-tanya tentang siapa gerangan yang membuat jalanan menjadi putih dan tercium bau anyir tak sedap di sekitar Jalan Ganeca. Bagi orang-orang yang memperhatikan, pasti langsung menyadari bahwa cairan putih itu dihasilkan oleh burung-burung besar yang melintasi Jalan Ganeca dan kampus ITB. Pertanyaan 5W+1H kemudian mulai terlontar: Siapa mereka? Mengapa mereka di sini? Sejak kapan mereka ada di sini? Di mana tempat tinggal mereka? Bagaimana mereka hidup? Let’s check it out!

Mereka adalah burung Kowak-malam kelabu (Nyticorax nyticorax). Burung ini dapat diamati dengan mata telanjang tanpa harus menggunakan alat bantu seperti teropong, karena ukuran tubuhnya yang relatif besar. Panjang tubuhnya bisa mencapai 60 cm, dengan kepala yang besar, tubuh yang kekar, dan warna bulu hitam, abu-abu, dan putih. Untuk jenis dewasa burung ini memiliki mahkota hitam serta bulu putih di bagian dada dan leher.

Burung ini biasa memakan kadal, tikus, atau ikan, namun juga mempunyai sifat kanibal. Mereka disebut juga Kowak maling karena kegemarannya mencari dan memakan anak burung jenis lain. Jadi jangan heran kalau tiba-tiba Kamu melihat potongan ikan atau anak burung di tengah Jalan Ganeca atau sekitar kampus. Kemungkinan itu adalah hasil gondolan mereka yang terjatuh.

Berdasarkan hasil wawancara Kami dengan Bapak Rohman Suryaman – staf kurator burung Kebun Binatang Bandung (KBB) – pada hari Sabtu (25/02/06), Kowak-malam kelabu pertama kali dibawa ke KBB sekitar tahun 1990, tepatnya berjumlah tiga ekor. Mereka kemudian diberi kandang yang cukup luas dan makanan yang baik. Karena kondisi tempat tinggal dan makanan yang menunjang, burung-burung ini kemudian berkembang biak dengan sangat cepat. Pada tahun 1993 populasi Kowak di KBB berjumlah sekitar 75 ekor.

Karena kondisi kandang yang sudah tidak memungkinkan menampung burung Kowak sebanyak itu, pihak KBB berniat melepaskan sebagian dari mereka ke alam. Dalam dua periode, sebanyak 45 ekor burung Kowak dipindahkan ke kandang terbuka dan disatukan dengan burung-burung jenis bangau-bangauan lain seperti Bangau tong-tong. Sebelum benar-benar dilepas di alam, mereka diperkenalkan dengan kolam ikan, rumput, dan pohon-pohon. Itulah alasan mengapa burung-burung itu dipindahkan ke kandang terbuka terlebih dahulu. Dengan sendirinya mereka akan pergi ke dunia luar, dunia yang sesungguhnya. Namun pelepasan burung-burung ini bukanlah tanpa tanggung jawab. Pihak KBB menyediakan 17 kg ikan per hari di kolam, khusus untuk burung Kowak yang belum bisa mencari makan sendiri atau burung Kowak yang ‘malas’ mencari makan.

Beberapa tahun kemudian populasi Kowak di alam juga meledak. Selain sistem reproduksinya yang relatif mudah dan cepat, sifat Kowak yang suka menjelajah juga berperan dalam overpopulasi ini. Keberadaan Kowak di wilayah ini ternyata mengundang Kowak dari wilayah lain untuk menetap dan berkembang biak di wilayah ini.

KBB kemudian menghentikan suplai makanan untuk Kowak, salah satu tujuannya adalah menekan populasi mereka di alam. Burung-burung ini kemudian mulai menginvasi wilayah yang lebih jauh untuk mencari makan, mulai dari Taman Ganeca sampai daerah Ujung Berung. Ternyata bukan hanya masalah makanan yang membuat pihak KBB bingung, karena ternyata kotoran mereka – yang berwarna putih – dapat merusak tumbuhan yang dikenai. Kotoran burung Kowak bersifat panas, dapat merusak jaringan tumbuhan, pH tanah, dan mungkin bisa saja merusak benda-benda lain seperti body mobil.

Upaya-upaya KBB tidak sebatas menghentikan suplai makanan, tapi mereka juga melepaskan tiga ekor Elang ruyuk ke alam. Elang ruyuk akan berperan sebagai predator yang akan memangsa Kowak, dan akhirnya ‘mengusir’ mereka. Metoda ini tidak efektif, terbukti dari masih meledaknya populasi Kowak di KBB. Kegagalan upaya ini kemungkinan disebabkan oleh kurang ‘buas’-nya sang elang. Elang-elang ini merupakan hewan bekas peliharaan manusia yang mungkin naluri predasinya sangat rendah atau limit mendekati nol.

Upaya lain yang dilakukan oleh KBB adalah memasang misnet (semacam jaring yang dipasang di atas pohon) di area dekat gerbang KBB. Upaya ini dilakukan pada tahun 2003 dan bekerjasama dengan pemanjat tebing dari salah satu organisasi Pencinta Alam di UNPAD. Diharapkan burung-burung Kowak akan terjaring dan kemudian dapat ditindaklanjuti. Namun metode ini juga mengalami kegagalan dengan fakta jumlah burung yang terjaring sama dengan nol.

Upaya terakhir yang dilakukan adalah membuat ‘kokoprak’. Kokoprak adalah alat pengusir burung yang terbuat dari kaleng-kaleng bekas dan tali tambang panjang. Kaleng-kaleng dipasang di atas pohon dan tali tambang dibuat menjuntai sampai permukaan tanah. Jika tali tambang digoyang, kaleng-kaleng bekas di atas pohon akan menimbulkan suara sehingga dapat menakut-nakuti Kowak. Upaya ini cukup berhasil, minimal untuk satu periode waktu. Untuk beberapa bulan mereka sempat menghilang dari wilayah KBB dan tinggal di daerah PINDAD (Kiaracondong). Namun setelah interval tersebut mereka kembali bermukim di KBB. Walaupun kurang efektif, usaha ini merupakan senjata pamungkas, terbukti dari masih dipakainya metoda ini sampai sekarang.

Bicara tentang burung Kowak memang tidak akan ada habisnya. Semua pihak yang merasa dirugikan akan bertanya-tanya bagaimana cara menghilangkan burung ‘ee putih’ ini tanpa merugikan pihak manapun termasuk burung Kowak itu sendiri. Sampai saat ini para peneliti dari ITB masih melakukan penelitian terhadap burung ini guna mewujudkan tercapainya solusi terbaik yang dimaksud. Kita sebagai ‘korban’ diharapkan terus berhati-hati mengingat masih berkembangnya isu flu burung di indonesia. Trus, ngapain dong tulisan ini dibuat? Yah… just let you know… :) [Rima – G 195 XIV]

Minggu, 23 April 2006

[Catatan Perjalanan] Tegal Panjang - Papandayan



SEL, Sunken Court ITB W-03 – Kamis, 30 Maret 2006, Pk. 09.30

Persiapan tim hura-hura yang terdiri dari Doncoy, Torah ‘boker’, Merin, Sigit, Oon dan Alwin untuk perjalanan menuju Tegal Panjang telah selesai. Rencana pemberangkatan awalnya pk. 07.00, namun karena harus belanja keperluan logistik terlebih dahulu dan ada beberapa peserta dari 2001 yang ketiduran di kost lalu baru bangun saat disamperin oleh Sigit ke rumahnya masing-masing akhirnya rencana pemberangkatan menjadi molor selama dua setengah jam. Acara pelepasan yang sederhana di depan wall KMPA-G disertai oleh Gugum dan diikuti oleh suasana yang haru menjadi semangat bagi kami untuk tetap berangkat hura-hura meninggalkan kesibukan kota.

Pk. 09.30 – 10.30

Perjalanan pertama dilakukan dengan naik angkot Kalapa – Dago dari Jalan Dago seberang Circle – K. Inilah pengeluaran pertama kami yaitu untuk naik angkot sebesar Rp. 2500,00 / orang. Sekitar satu jam perjalanan kami sampai di Terminal Kalapa dan dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju perempatan jalan Ciateul untuk naik bus Pengalengan – Bandung. Ongkos angkutan sampai di Pengalengan sebesar Rp. 8000 per orang.

Pangalengan, Pk. 13.00 – 14.35

Selama perjalanan sekitar dua setengah jam dalam bis digunakan oleh beberapa anggota tim untuk melepas lelah setelah mengikuti muker semalaman suntuk. Sigit, Torah, Oon dan saya juga mencoba untuk tidur namun tampaknya hanya Sigit yang dapat tertidur dengan lelapnya. Sementara Doncoy dan Merin yang duduk terpisah tetap terjaga dengan saling curhat dan tertawa-tawa. Bus yang berjalan lambat akhirnya mengantar kami sampai di Terminal Pengalengan pada pk. 13.00. Setelah turun kami langsung mencari warung makan dan belanja logistik tambahan di pasar samping terminal. Kemudian kami mencari angkot yang dapat membawa kami menuju desa Sedep, ternyata supir angkot mampu membawa kami sampai di Desa Cibatarua yang merupakan desa terakhir untuk menuju Tegal Panjang. Ongkos angkot yang dikeluarkan sekitar Rp. 10.000,00 per orang.

Desa Sedep, Pk. 15.15

Angkot yang kami tumpangi mencapai daerah Sedep. Beberapa kali angkot sempat berhenti untuk menurunkan penumpang kemudian setelah semua penumpang habis, angkot langsung menuju desa Cibatarua yang disambut dengan jalan yang berbatu.

Desa Cibatarua, Pk. 15.45

Perjalanan yang ditempuh selama 30 menit membuat kami tidak dapat tidur di dalam angkot karena jalan yang berbatu-batu cukup membuat kendaraan yang kami tumpangi bergoyang hebat dan menimbulkan suara yang tidak mengenakkan. Namun rasa ini terobati dengan pemandangan kebun teh yang sangat luas disertai dengan udara dingin membuat kami selalu menolehkan kepala agar tidak ada pemandangan yang sempat terlewat. Setelah sampai kami langsung mencari warung terdekat untuk beristirahat dan persiapan sebelum berjalan.

Desa Cibatarua, Pk. 16.17

Setelah semua puas makan makanan kecil dan minum minuman hangat di warung, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan tempo yang cepat agar sampai di Tegal Panjang tidak terlalu malam.

Pk. 17.15

Kami tiba di pagar batas kebun dengan hutan setelah salah memilih jalan setapak untuk menuju jembatan agar dapat berpindah punggungan. Di pagar batas hutan sederhana yang terbuat dari tonggak kayu ini kami beristirahat sebentar sekitar 10 menit.

Pk. 21.00

Malam yang gelap ditambah dengan gerimis hujan mulai membuat kami berjalan selangkah demi selangkah dalam jarak yang rapat karena hanya 3 dari 6 orang satu tim yang membawa senter. Namun perjalanan kami terhambat karena jalan yang kami lalui ternyata berubah dan tidak berakhir ke batas hutan dengan padang Savanna tetapi terus menembus hutan dengan jalan yang menanjak. Kebingungan mulai menyelimuti pikiran kami dan akhirnya diputuskan untuk beristirahat sejenak sambil 3 orang dari kami yaitu Sigit, Doncoy dan Oon mencari jalan sebagai tim advanced. Sekitar 10 menit mereka kembali dan memberi kabar bahwa jalan menuju padang belum ditemukan karena jalan yang dilalui mentok pada tebing. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali menyusuri jalan semula untuk menuju sungai dan mendirikan camp sementara.

Pk. 21.40

Kami menemukan tempat bekas bivouac yang sepertinya ditinggalkan oleh kelompok Pencinta Alam saat pendidikan dasar. Tempat yang dipilih cukup datar dan dekat dengan sungai namun dikelilingi oleh banyak tanaman berduri. Dalam waktu yang singkat kami mendirikan tenda dome dan masak makan malam yang sangat lezat, yaitu ayam panggang + nasi. Setelah makan malam kami langsung merapikan tenda dan tidur dengan kondisi saya tidur di teras tenda karena tidak cukup untuk tidur di dalam tenda sebanyak 6 orang. Meskipun cuaca dingin karena gerimis hujan namun dalam waktu sekejap semuanya tidur dengan lelapnya.

Jumat, 31 April 2006 – Pk. 09.00

Tiba-tiba saya dibangunkan oleh Merin dengan diguncang-guncang dan sambil berteriak-teriak memanggil Doncoy karena nasi yang dimasak Merin sedikit hangus. Tampaknya Merin yang bangun paling pagi diantara kami berenam. Cepat-cepat kami akhirnya bangun dan masak makanan untuk sarapan pagi ditemani dengan sinar matahari yang hangat dan beberapa ekor lebah berkeliaran di sekitaran tenda. Saya dan Sigit akhirnya memutuskan untuk pergi mencari jalan menuju padang Savanna Tegal Panjang. Setelah mencari berputar-putar selama satu jam-an akhirnya saya dan Sigit berhasil menemukan jalan yang ternyata dekat dengan tempat kami beristirahat sementara pada waktu malam, hanya jalan yang ditemukan tersebut tertutup oleh dahan-dahan pohon yang cukup lebat dan menimbulkan kesan seperti semak-semak. Mungkin karena telah ditinggal dalam waktu yang cukup lama. Akhirnya secepatnya kami bersiap-siap untuk membereskan tenda dan sarapan pagi yang belum jadi untuk melihat padang Savanna hijau yang baru pertama kali saya lihat dan nikmati keindahannya.

Pk. 11.30

Seluruh angota tim kemudian berangkat dengan Doncoy dan Sigit sebagai tim advance untuk menyiapkan tenda sementara yang laiinnya baru berangkat setangah jam kemudian karena masih harus membereskan tenda dan sweeping sampah. Sekitar setengah jam jalan mendaki dan menembus semak-semak akhirnya seluruh anggota tim sampai di tepian hutan dan merasakan keindahan Tegal Panjang bersama-sama dengan duduk berbaris dan meluapkan rasa kekagumannya. Tak lama kami langsung membagi tugas untuk bekerja menyiapkan tempat camp dan masak makan pagi yang belum selesai. Seperti biasa sang super DU, Doncoy langsung memasak makanan yang dibantu oleh Merin, Sigit berlagak seperti sang koboi langsung sigap untuk mencari kayu sementara yang saya, Torah dan Oon bergegas untuk menyiapkan tenda. Kemudian berlanjutlah suasana kemping yang sangat menyenangkan tanpa badai yang menerpa dan mampu merusak suasana heping pan kami.

Sabtu, 1 Maret 2006 – Pk. 05.40

Pagi-pagi saya terbangun dengan mendadak karena suasana perut yang tidak mendukung dan mengharuskan saya untuk buang air besar. Akhirnya dengan terpaksa saya bangun dan mulai mencari perlengkapan lengkap untuk menunaikan tugas mulia tersebut. Setelah selesai saya kemudian memasak kopi susu hangat dan duduk sendiri di teras tenda sambil melihat pemandangan Tegal Panjang saat pagi yang sangat dingin. Kabut tebal yang turun ditiup angin ditemani dengan turunnya rintik-rintik air dari embun yang turun membuat pagi yang indah ini sayang sekali untuk dilewatkan. Perlahan-lahan matahari mulai muncul dari sela-sela awan dan kabut membuat suasana menjadi sedikit hangat.

Pk. 08.00

Akhirnya semua anggota tim telah bangun dan mulai makan sarapan pagi berupa nasi dengan omelet dari telur + indomie goreng. Setelah makan kami mulai bersiap untuk berangkat karena ingin mencoba jalur baru menuju Papandayan yang pada hari sebelumnya ditunjukkan oleh salah seorang senior saya yang bertemu di padang Savanna. Namun karena hari mulai terlihat mendung dan banyak dari anggota tim yang harus menunaikan tugas mulia dengan bergantian golok yang hanya satu membuat kami baru bisa berangkat sekitar 4 jam kemudian setelah semua tenda dan perlengkapan kemping selesai dibereskan.

Pk. 12.20

Kami mulai berangkat melanjutkan perjalanan menuju pondok Salada di jalur menuju gunung Papandayan. Tempo perjalanan cukup cepat karena udara yang menyelimuti sangat dingin namun sering pula kami berhenti sebentar untuk mengabadikan kenangan bersama keindahan Tegal Panjang yang sebentar lagi akan kami tinggalkan.

Pk. 14.50

Perjalanan selama dua setengah jam cukup menyiksa kami. Dinginnya suhu dan cuaca yang mendung cukup membuat tangan kami kaku dan sangat susah untuk melinting rokok tembakau yang dibawa. Meskipun jalan yang ditempuh berupa jalan setapak yang sudah jelas dan cukup terbuka namun kami beberapa kali perlu berhenti pada percabangan jalan untuk mencari streamline yang berwarna merah dan biru agar tidak nyasar. Di beberapa tempat selama perjalanan terlihat ada streamline dari kain merah yang bertuliskan “Diklatsar Wapala”. Saya pun beberapa kali sempat tersandung batang pohon dan terjatuh karena udara yang dingin mengharuskan kami untuk berjalan cepat agar badan tetap hangat. Di akhir perjalanan kami sampai di pondok salada yang merupakan shelter pertama sebelum mendaki gunung Papandayan. Suhu yang terukur dari HP Torah sempat menunjukkan angka 12 oC. Kami lalu berhenti cukup lama di warung untuk menunggu senior saya yang menjanjikan akan pulang bersama ke Bandung dengan naik Jeep Trooper dari Departemen Biologi ITB. Saat nongkrong di warung kami juga bertemu dengan kelompok PA lain dari Jakarta dan Bandung.

Pk. 15.45

Kami lalu melanjutkan perjalanan kembali menuju tempat parkir yang merupakan pintu masuk ke Cagar Alam Gunung Papandayan. Jalan yang dilewati harus memutar dari jalan utama melewati bibir kawah belerang karena jalan utama terjadi longsor dan belum diperbaiki. Ketika berjalan melewati kawah kami sempat berhenti beberapa kali untuk mengambil foto bersama.

Pk. 16.50

Sampailah kami di tempat parkir yang ternyata sangat sepi. Mobil Jeep Trooper sudah standby dan terlihat sedang menunggu kehadiran kami untuk dijemput. Namun ternyata mobil yang akan ditumpangi sudah penuh oleh orang-orang dari Biologi yang ikut menjemput senior saya. Dengan perasaan kecewa dan bingung karena duit telah menipis kami akhirnya merelakan kendaraan penjemput kami pergi dan mulai menawar kendaraan pick up yang bersedia untuk mengantar kami menuju Mesjid di bawah. Setelah melakukan negosiasi harga yang cukup memberatkan kondisi financial dan harga diri kami, akhirnya kami memutuskan untuk berjalan kaki – sekalian mengenang suasana Long March – turun menuju desa.

Pk. 17.15 – Pk. 19.40

Perjalanan dengan berjalan kaki pun dilakukan dengan suasana hati yang awalnya riang dan bergembira karena keputusan yang diambil cukup konyol. Semakin lama berjalan saya pun sedikit kesal dengan perkataan dari Oon yang memberitahu bahwa perjalanan turun hanya setengah jam sampai ke desa terdekat, namun waktu yang dibutuhkan dengan berjalan kaki ternyata hampir mencapai dua setengah jam! Dengan kaki yang pegal dan perut lapar kami akhirnya sampai di Mesjid kemudian cepat-cepat menanyakan angkutan yang dapat membawa kami pulang ke Bandung karena Elf yang biasanya dapat mencapai Bandung sudah habis pada pukul 18.00. Tak beberapa lama kami memutuskan untuk menaiki angkot yang mampu membawa kami menuju Terminal di daerah Garut dengan informasi bahwa di terminal tersebut akan mudah untuk mencari bus menuju Bandung. Setelah proses tawar-menawar, disepakati tarif angkot untuk membawa kami berenam sebesar 20.000 rupiah.

Pk. 20.15 – Pk. 21.10

Kami tiba di terminal bus antar kota. Karena perut yang lapar dan mengingat Merin yang memiliki penyakit maag kami akhirnya memutuskan untuk makan malam terlebih dahulu. Setelah menghitung total uang yang kami miliki, kami dapat mengisi perut dengan harga makanan maksimal sebesar 2000 rupiah perorang. Jadilah kami makan kenyang dengan nasi + tahu dan tempe disertai sambal dan kecap di warung nasi terdekat. Setelah perut kami kenyang, kami melakukan tawar-menawar kembali dengan calo bus yang ada di terminal untuk mengantar kami sampai di Bandung. Namun harga angkot yang ada ternyata tidak cukup untuk kondisi keuangan kami, selain itu bus Garut – Bandung yang dapat mengantar kami ke Terminal Cicaheum ternyata sudah habis pada pukul tujuh sampai dengan setengah delapan malam. Banyak pendapat dari kami untuk memilih antara naik mobil angkutan kecil atau menunggu di terminal sampai dengan besok paginya agar dapat menaiki bus Garut – Bandung yang baru jalan pada pukul empat pagi.

Berdasarkan informasi yang didapat dari supir bus di dalam terminal, kami akhirnya memutuskan untuk naik bus menuju Jakarta tetapi kami turun di gerbang tol Cileunyi untuk berganti angkot manuju terminal Cicaheum. Ongkos angkutan sampai dengan gerbang tol Cileunyi sebesar 5000 rupiah.

Pk. 22.00

Dengan kondisi tidur yang tidak nyenyak kami dibangunkan oleh kondektur bisa yang memberitahu bahwa tempat kami turun sudah dekat. Bergegas kami turun sambil menyiapkan barang bawaan agar tidak ada yang tertinggal. Setelah turun, kami berjalan kaki menyebrang jalan menuju tempat angkot-angkot yang sedang ngetem. Setelah bernegosiasi harga oleh Sigit, kami akhirnya menaiki angkot Cibiru – Cicaheum dengan tarif miring sebesar 20.000 rupiah. Selama di angkot suasana kembali ceria karena kami telah berhasil sampai di Bandung dengan uang yang pas-pas – an.

Cicaheum, Pk. 22.30

Sampai juga kami di terminal Cicaheum dan langsung kami melakukan negosiasi kembali dengan supir angkot menuju gerbang belakang kampus ITB. Tak sampai 5 menit, kami akhirnya dapat naik angkot Cicaheum – Ledeng dengan ongkos 20.000 rupiah untuk berenam. Selama perjalanan kami berpikir mungkin karena bau yang tidak sedap dan penampilan kami yang kotor membuat banyak orang yang turun untuk berganti angkot setelah naik bersama dalam waktu yang cukup singkat.

Gerbang Belakang Kampus ITB, Pk. 23.00

Akhirnya berakhirlah perjalanan kami dari Bandung – Tegal Panjang kemudian dilanjutkan ke Papandayan dengan segudang keceriaan dan kekecewaan serta petualangan karena kondisi keuangan yang kurang. Dengan segala kerendahan hati saya mengucapkan syukur pada Tuhan yang telah menyertai perjalanan kami dan kepada rekan-rekan satu Tim – Torah, Doncoy, Merin, Sigit, Oon – terima kasih pula karena telah memberikan pengalaman dan suasana perjalanan yang sangat menyenangkan. Semoga catatan perjalanan ini menjadi kenangan dan cerita bagi kita semua. Viva KMPA Ganesha!! J

Submitted by :

Alwin’z [G – 201 – XV ]

N.B : Ini catatan perjalan pertama gw hehe...jadi kalo ada yang salah atau kurang tulung dikoreksi yup...Thanks cuy!! Oh iye.. kalo bisa dimuat di website yah biar gwnya eksis dikit gituh (pertama kali pake no. anggota) hehe...

Rabu, 05 April 2006

Ada Yang Singgah

Sejak kemarin (4 April 2006) Roni GOVA singgah ke KMPA. Aih meni 'singgah' pisan bahasana, ya... main lah, berkunjung. Beda lah udah 'SH' mah, kerjaannya maen aja, heuheuheu...

Mo nulis apa ya? Ya gitu deh... mudah-mudahan aja betah di sini dan ga kapok ke sini lagi, hahahaha....

Selasa, 04 April 2006

Musyawarah Kerja DP XV

Muker KMPA DP XV telah dilaksanakan pada tanggal 29 Maret 2006 jam 21.00 sampai 30 Maret 2006 jam 05.30 WIB di rumah Anna yang deket Parongpong tea.

Nothing special. Everybody feel sleepy, termasuk gua hahahahahahaha....

-Rima-

Selasa, 07 Maret 2006

Akuarium Baru



KMPA hari ini punya ikan-ikan yang banyak. Ada ikannya Etu, Torah, Itin, Heidy, Uthe, ma udangnya Dongcoy...

Punya Itin namanya Daniel ma Kubus (ikan lion head ato mas koki).

Ikan sapu-sapu-nya Itin namanya BRT alias tukang bersih-bersih.
Ikannya Torah yang mas koki Untitled dan Anonim, kalo yang kecil-kecil ga jelas warna merah maroon (curiga segitiga merah maroon) namanya 3 Legenda Plus (3 Legenda Penebas plus Porter).


Punya Restu namanya Okta dan Eros (ikan belut).

Ikannya Uthe namanya Herzog dan Meuron (ikan menfish meureun..), suatu saat mereka a
kan membangun peradaban ikan di dalam akuarium KMPA. Si Herzog yang warna item, si Meuron yang belang.
Ikan yang paling kecil punya He
idy namanya si Dudung.

Udangnya Doncoy namanya Maya dan Bellina. Maya punya warna bening lebih cerah, sedangkan Bellina warnanya lebih pucat. Pokonya dua-duanya sama-sama ee di kepala. Dasar otak udang!