Kamis, 29 Mei 2008

Catatan Perjalanan Kawah Putih-Situpatenggang

25-26 April 2008

By : Maria Ulfa

Pada minggu keempat April saat kegiatan akademik lagi padat2nya di ITB, tiba-tiba tecetus ide galatuping,(kalo ga salah sih idenya datang dari Arfan).Kemudian ditetapkan rute pejalanan kali ini adalah camping di Situ Patenggang di Ciwidey dan besoknya diterusin ke kawah putih.

Tim awal yang rencananya mau ikut itu, Arfan(sang pencetus ide), Didik, KoKo, Kanya, Mala, Ana, Alam, Irfan,Ria, dan Fusi(Saudara jauhnya Ria). Kalo ada keanehan dari nama-nama diatas, yaitu ga tercantum nama GL. Demi kebaikan nama GL akhirnya saya dan Aldi memutuskan untuk ikut. Karena saya sendiri ada urusan malam harinya, kami menyusul jam setengah empat pagi.

Pelajaran moral yang didapat dari mengendarai motor jam setengah empat pagi dari Bandung ke ciwidey.

1. Kamu ga bakal kepanasan dan jamuran saat melewati macetnya Kopo disiang hari

2. Kamu akan mencederai paru-parumu dengan bekerja lebih berat.

Sedikit informasi tentang situ patenggang niy, situ ini berada pada ketinggian sekitar 1600 m dari permukaan laut. Berada di daerah Bandung Selatan kawasan yang menempati luas 150 Ha ini dulunya merupakan kawasan cagar alam atau taman nasional, namun pada tahun 1981 telah resmi berubah menjadi sebuah taman wisata. Untuk menikmati objek wisata ini, terdapat fasilitas perahu yang bisa disewa untuk mengelilingi sebuah pulau kecil yang berada dibagian tengah danau yang bernama Pulau Sasuka. Fasilitas sarana transportasi air yang disewakan di tempat ini berupa penyewaan perahu dayung, perahu boat, dan sepeda air dengan harga yang masih bisa dinegosiasi dengan pemiliknya. Terdapat pula fasilitas gazebo maupun tempat-tempat duduk tanpa atap yang terbuat dari semen untuk keperluan menikmati panorama sekitar dari tepi danau. Urusan makananpun bukanlah suatu hal yang sulit dikarenakan banyaknya warung penjual makanan yang berderet dekat dengan area parkir.

Berhubung jalan pagi masih sepi, perjalanan yang biasanya ditempuh 2 jam lebih (belum dihitung macetnya) kami tempuh dalam waktu 1,5 jam. Jam 5, kami singgah disebuah Mesjid dekat pintu masuk Situ Patenggang. It’s time to pray.

Masuk ke daerah Situ Patenggang, Kami melihat situ masih diselubungi kabut, gabungan antara dingin dan sepi terbukti menimbulkan efek mistis tersendiri.

Entah karena efek mistis itu, atau kedodolan karena belum tidur semalam , kami ga berhasil menemukan pintu masuk ke Situ yang jelas-jelas udah terlihat didepan mata. Akhirnya sebelum memutuskan untuk terjun melewati tebing kami bertemu seseorang yang kelihatannya penduduk asli.

Percakapannya kira-kira begini :

Aldi : “Pak, punten, jalan masuk ke danau nya lewat mana yah?”

Si Bapak (ga tau namanya ): “o, terus aja , ntar ketemu parkiran masuk kedalam..”

Aldi : “o,, makasi ya pak”..(bersiap-siap mau pergi)

Si Bapak ( Yang masih ga diketahui namanya ): “eh , emangnya dipintu depan ga ada yang jaga yah?”

Aldi : “enggak pak..”

Si Bapak : ”wah, bayar kesini aja nak 10.000, qlo pake tiket mah 15000..”

Saya : “kesini? Ke Bapak ?”( dengan kepolosan yang bodoh)

Si Bapak : “iya neng...” (dengan tampang tak berdosa)

Siakek,, pagi-pagi kena palak bapak-bapak.

Dengan modal 10000 kami akhirnya menemukan pintu masuk danau. Karena trauma diminta bayaran lagi, kami ga bertanya ke petugas jaga dimana tempat anak KMPA camping, dan berusaha mencari sendiri disekeliling danau yang masih gelap. Karena ga menemukan tenda anak KMPA, saya mencoba menelpon. Saya mengakhiri usaha menelpon setelah 3 kali telpon tidak aktif, 2 kali salah sambung, dan 5 kali ga diangkat. Analisis sementara, sepertinya masih pada tidur.

Dan tepat saja, saat kami berhasil menemukan tenda dan mendekat, kami melihat beberapa tubuh dalam sleeping bag seperti kepompong kedinginan sedang tidur diluar. Kebiasaan anak KMPA: menyia-nyiakan keberadaan tenda dan malah tidur diluar. Karena ga ingin kedatangan saya sia-sia dan Cuma disambut udara pagi Situ Patenggang, saya mengaplikasikan cara membangunkan orang tidur dengan cara yang diajarkan Gugum dan Gemen, berteriak dan bernyanyilah sefals mungkin. Cara terjitu yang saya pelajari hingga saat ini.

Waktunya untuk makan pagi. Kami sarapan dengan sup krim manis asin campuran ayam+jagung, dan roti. Dengan sedikit kreatifitas , kami mengubah menu sarapan dengan roti bakar mentega gula isi supkrim dilumeri saus pedas. Hamburger tanpa beef, penjelasan paling sederhananya.


Sarapan kita...


Lagi makan...

Dari Ria, saya tau kalau ternyata mereka juga diminta bayaran 5000/orang sebagai admin untuk menginap. Jadi memang untuk dapat masuk ke sana kita harus membayar 5000.

Sekitar jam setengah 9 kami mulai packing. Dan kami menyelesaikan packing disaat yang tepat, saat matahari bersinar dengan hangatnya memantulkan cahaya dibeningnya air situ. Kami berfoto-foto sambil mendengarkan debat antara Alam dan Arfan tentang bagaimana terbentuknya Situ ini dan bagaimana debit airnya bisa naik turun. Sumpah, saintis abis, tapi ga jelas. ITB terlihat berhasil mendidik mahasiswanya.

Saya memilih mendengar Mala bercerita tentang dongeng asal muasal Situ Patenggang. Sains sepertinya kurang tepat untuk ketenangan galatuping diakhir minggu. Saya rasa menyediakan sedikit waktu untuk mengagumi ciptaanNya, membuat hari-hari anda berikutnya akan lebih bermakna.



Puas berfoto-foto dengan kamera Handpone Ana(Kamera Kanya baterainya abis dan lagi diCas di warung dekat sana).



Sebelum pergi, hal yang wajib dilakukan, sweeping sampah! Peraturan di KMPA : Leave Nothing but FootPrint.

Dan fenomena yang biasa ditemukan dtempat-tempat wisata di Indonesia, sampah bekas pengunjung bertebaran dimana-mana.

Aduh, dilema...

Punten yah, sedikit beropini disebuah catatan perjalanan...

(Bagian ini boleh dibaca, boleh ga...)

Ada 2 masalah yang dapat disorot dari fenomena diatas. Yang pertama, kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga aset yang dimiliki. Atau mungkin juga kurangnya kesadaran ini disebabkan kurangnya rasa memiliki dari masyarakat sendiri. Masalah yang kedua, saat masyarakat membayar untuk memasuki tempat wisata, itu dianggap adalah bayaran untuk segalannya, termasuk kebersihan. Tapi ga tau kenapa, ternyata bayaran tiket masuk itu ga cukup buat menjaga sebuah tempat tetap bersih. At least, masih ada tempat wisata yang terawat kok.

Catatan perjalanannya dilanjutin...

Think Globally, Act Locally. Yah, sweeping sampah hasil aktivitas sendiri, dan memungut sampah disekitar semaksimal kemampuan, solusi praktis untuk saat itu.

Perjalanan diteruskan ke Kawah Putih. Jam 10-an.

Perjalanan dipagi hari dan bersama yang lain lebih menyenangkan, karena bentang alam disekitar sekarang terlihat jelas. Gunung yang tadi pagi terlihat seperti bayangan raksasa hitam menampilkan aslinya. Selain gunung dan hutan, kita juga disuguhi pemandangan hamparan kebun teh di sepanjang perjalanan. Dari Situ Patenggang melewati bumi perkemahan RancaUpas, kami sampai di pintu gerbang untuk masuk ke kawah putih.

Dan kita harus membayar 10.000/orang untuk dapat masuk. Perjalanan Galatuping hemat yang direncanakan, resmi gagal. Nasib jadi mahasiswa...

Untuk sampai ke kawah putih kita harus mendaki, dan untungnya sudah ada jalan raya yang dibangun untuk mempermudah transportasi. Tapi jalannya lumayan merusak kendaraan. Sedikit perjuangan untuk sampai ke atas, pemandangan yang ada mengingatkan saya dengan sebuah cekungan luas yang diisi dengan es vanilla blue cair. Hukum kesetaraan berlaku pada pemandangan yang kami lihat dengan uang 10.000 yang dibayar.Y ah, kepuasan memang butuh pengorbanan saudara-saudara.



Dengan tampang kucel belum mandi, pakai carier, dan agak kotor,saya pikir wajar kalo kami terlihat mencolok diantara pengunjung-pengunjung lain. Kami kemudian mencari spot bagus untuk berfoto, dan menggelar matras. Udara dingin dan kawah putih sedikit berkabut. Dan saya sedikit heran bagaimana cewek-cewek (kelihatannya model-model) diseberang sana yang sedang berfoto bisa bertahan dengan pakaian apa-adanya(dibaca : minim).

“aduh mbak, punya ilmu tahan dingin yah?”, pengen bertanya seperti itu, tapi takut di jejalin sama sepatu highheel mereka, hehe...

Hal paling penting nomor satu : Foto-foto



Hal paling penting nomor dua : Foto-foto


Hal paling penting nomor tiga : Foto-foto


Well, jam menunjukkan pukul 12 kurang, dan waktunya untuk pergi. Sebenarnya kami mau meneruskan perjalanan ke Pengalengan. Tapi sepertinya kita udah keburu capek dan pengen kembali ke Bandung.

Karena pengen menghindari macet didaerah Kopo, kami memilih pulang lewat Cimahi. Tapi ternyata itu bukan keputusan yang tepat. Tetap saja kami terjebak dalam macet didaerah Cimahi. Bandung, bandung, semakin hari semakin padat. Setelah berpanas-panasan, gerah dan stres karena macet, kami sampai ke Sel sekitar jam 3. Akhirnya,,,

Sampai di Sel, kami baru tau kalo Koko kena musibah. Kakinya keserempet knalpot motor waktu didaerah macet tadi. Lumayan besar dan terlihat perih.Oleh-oleh galatuping lah ya...

Minggu, 18 Mei 2008

Catatan Perjalanan Gunung Ciremai

Ini dia para Bolang yang berlibur ke Ciremai:
  • Anna
  • Rime
  • Koko
  • Arfan
  • Ria
  • Didik
  • Yostal
Dengan Bintang Tamu: Wulan Gurita & Yusni

Cerita Lebih Lanjut klik di sini



Catatan Perjalanan Pulau Sempu

Si Bolang yang ke Pulau Sempu : Mala, Manda, Kanya.

klik di sini untuk Melihat Catatan Perjalanan dari Si Bolang (Catatan Perjalanan By Malahayati).












Selasa, 13 Mei 2008

Earth


Di saat banyak bermunculannya teori-teori baru tentang global warming, tentang apakah sebenarnya global warming pada periode paling akhir ini disebabkan oleh manusia atau tidak, muncul sebuah film dokumenter yang menceritakan pada kita tentang keadaan Bumi yang sesungguhnya. Uniknya, dalam film ini para hewanlah yang menjadi aktor dan aktris utamanya.


"Earth" adalah film yang dimaksud. Film berdurasi 90 menit ini menceritakan kondisi hewan-hewan di berbagai belahan dunia sepanjang tahun, mulai dari Januari hingga Desember. Juga tentang perubahan kondisi Bumi dari tahun ke tahun, yang menyusahkan populasi gajah di Afrika untuk mencari air, juga beruang kutub untuk mencari tempat tinggal di antara es Kutub Utara yang mencair.

Pengambilan gambar yang diambil oleh sineas berpengalaman serta pesan yang terkandung di dalamnya, menempatkan film ini sebagai film yang sangat direkomendasikan untuk ditonton. Paling tidak bagi anda-anda yang mengaku pencinta lingkungan :)