Kamis, 18 Desember 2008

CATATAN PERJALANAN PEMETAAN GOA SEDEN-BULUH

20-23 JUNI 2008
By: Muhsin

Minggu, 20 Juni 2008
Pagi hari yang cerah kami—saya (muhsin), Arfan, Cusi, Geblek, dan Didik—berangkat dari kampus ITB menuju terminal Caheum. Saat itu waktu menunjukkan pukul 10.00 WIB. Terlambat sekitar satu jam dari rencana keberangkatan semula. Sesampainya di terminal caheum kami telah ditunggu oleh pak Taat, lelaki berdarah Cilacap yang saat itu sedang menjalankan studi pasca sarjana jurusan Geologi di ITB. Beliau ingin mengetahui bagaimana kami melakukan pemetaan goa Seden-Buluh.
Perjalanan pun dilanjutkan dari Terminal Caheum menuju Pangandaran menggunakan Bus Budiman ber-AC. FYI, Tarif Bus Budiman dari terminal Caheum ke Pangandaran saat itu adalah Rp33.000,00. Perjalanan tersebut memakan waktu sekitar 6 jam. Kemudian, kami melanjutkan perjalanan menggunakan bus Budiman jurusan Parigi yang selanjutnya kami charter hingga ke desa Masawah. Tepat di depan rumah kepala desa Masawah, Pak Tohidin.
Setelah menjelaskan maksud kedatangan kami kepada Pak Tohidin, kami pun dipersilahkan untuk beristirahat dan bermalam disana.

Senin, 21 Juni 2008

Peralatan yang digunakan. (kanan ke kiri) klinometer, meteran 50m,kompas geologi.

Pukul 9.00 WIB, kami berangkat menuju mulut goa Seden ditemani seorang penduduk setempat—yang ditugaskan oleh pak kepala desa (pak Kuwu). Di dekat mulut goa, kami mempersiapkan segala peralatan yang dibutuhkan. Beberapa peralatan yang kami bawa saat itu, antara lain : 4 overall, 4 helm, 4 sepatu boots, 3 headlamp, 2 senter anti air, perahu kecil untuk peralatan, 2 pelampung, meteran, klinometer, kompas, kertas, dan alat tulis. Tak lupa kami membawa 2 botol air minum dan beberapa snack.
FYI, goa yang akan kami petakan ini merupakan goa sungai bawah tanah. Rata-rata ketinggian airnya sekitar 1 meter. Tim yang memetakan terdiri dari 4 orang, yaitu saya (muhsin), Geblek, Cusi dan Arfan. Sedangkan tim basecamp yang menunggu di mulut goa terdiri dari 2 orang, yaitu Didik dan Pak Taat.
Setelah semuanya siap, kami pun masuk ke goa. Di depan mulut goa ketinggian air sekitar 120 cm. Otomatis overall kami basah dan rasa dingin perlahan merayap ke dalam tubuh kami. Brrr!!!
Pengukuran pun dimulai, saya (muhsin) sebagai stasioner yang berada paling depan bertugas menentukan titik stasiun. Cusi sebagai shooter yang bertugas membidik saya dengan klinometer guna mengetahui kemiringan vertical goa. Arfan bertugas sebagai deskriptor yang bertugas menggambar kondisi goa dan mencatat data pengukuran. Sedangkan Geblek bertugas sebagai fotografer.
Satu jam pertama merupakan satu jam terberat bagi kami. Kondisi goa yang memiliki ketinggian air mencapai 180 cm itu benar-benar menyulitkan kami. Baju yang basah dan udara goa yang lembab membuat kami merasakan kedinginan yang amat sangat. Dalam satu jam itu, kami hanya dapat memetakan goa sepanjang kira-kira 30 meter. Beruntung, setelah 30 meter dari mulut goa Seden ada rekahan yang tersambung ke permukaan sehingga kami dapat naik dulu ke atas tempat tim basecamp. Kami pun beristirahat sambil minum kopi hangat guna mengembalikan kehangatan tubuh kami yang tadi dirampas oleh air goa yang dingin. Setelah puas beristirahat, kami pun kembali memetakan goa Seden-Buluh dengan perubahan strategi kerja. Geblek yang semula bertugas sebagai fotografer diberdayakan sebagai pengukur guna membantu dan mempercepat pekerjaan ukur-mengukur.
Pekerjaan pun kami mulai kembali. Semakin lama, kami pun semakin dalam menembus kedalaman goa. Semakin indah juga pemandangan-pemandangan yang kami lihat disana. Ornamen-ornamen putih yang berkilau ketika terkena sinar senter, serangga-serangga aneh, kelelawar, serta ikan2 albino membuat saya merasa takjub dan kagum atas ciptaan-Nya itu. Perjalanan kami memetakan goa tersebut bervariasi. Terkadang kami harus jalan jongkok, menunduk, berenang dan berjalan guna melanjutkan perjalanan menembus perut bumi itu. Kemudian tak terasa tiga jam sudah kami memetakan goa Seden-Buluh. Kemudian secercah cahaya terlihat di depan kami. Di sana mulut goa Sodong Buluh telah menganga menunggu kami yang menggigil kedinginan. Cahaya matahari menyambut kami keluar dari kegelapan goa yang pekat.

Perkenalkan anggota baru tim kami “Flinstone Si perahu karet”


Selasa, 22 Juni 2008
Hari itu kami bangun agak siang. Rencananya siang ini kami akan kembali ke goa guna mendokumentasikan lebih banyak goa Seden-Buluh. Jam 11 kami berangkat ke sana ditemani teriknya matahari daerah pantai. Puanass pisan euy!
Kemudian kami pun masuk melalui mulut goa Sodong Buluh dan mulai mendokumentasi. Kira-kira satu setengah jam lamanya kami menulusuri goa dan mendokumentasikan keindahan di dalamnya.
Seusai itu, kami pun kembali ke rumah pak Kades dan menunggu kang Diky yang rencananya sore itu akan menyusul ke desa Masawah bersama tim LVG.
Sekitar pukul 4 sore, kang Diky tiba di rumah pak Kades bersama timnya. Kang Diky pun bertegur sapa dengan bu Kades dan segera meminta pamit untuk mempersiapkan tenda di dekat mulut goa Seden. Kami yang saat itu sedang bersantai segera diberdayakan guna mempersiapkan segala hal yang perlu disiapkan.
Malam itu saya, Arfan, dan Geblek bermalam di tenda tim LVG.

Ini waktu lagi kerja, pak….Cusi sebagai shooter dan arfan sebagai deskriptor.


Mengukur lebar gua bareng penduduk setempat



Rabu, 23 Juni 2008
Hari itu turun hujan. Hujan yang pertama bagi desa yang sudah 4 bulan tidak turun hujan. Di saat itu Arfan dan beberapa orang dari tim LVG masuk ke goa Seden-Buluh guna memasang katoda. Seusai pemasangan katoda dan bersantai ria sebentar, kami bersiap-siap untuk kembali ke Bandung. Sekitar pukul 11.30 WIB kami pun pamit kepada bu Kades untuk pulang ke Bandung.
Good Bye Masawah! See you next time.

Ternyata flinstone itu narsis…


Model manusia-manusia gua dan perahu gua jaman sekarang.

Pose-pose eksentrik biota-biota endemik goa seden-buluh (eksentrik dan endemik itu apa ya?)

Ceritanya lagi jadi photo model…

Goa = kolam renang

Weits, si photographer juga ingin diphoto ternyata.

Photo bareng di “bendungan alami” buatan Yang Maha Pencipta.