Selasa, 31 Agustus 2010

Citatah 125, Padalarang





CATATAN PERJALANAN
GL-XIX SUBDIVISI ROCK CLIMBING

22 – 25 Mei 2010
CITATAH 125 M, PADALARANG, JAWA BARAT
Oleh :
Gabriel Efod Virant Pangkerego
Planologi 2009 / 15409034
No. Anggota : GM-013-XIX
KMPA Ganesha ITB

Hari itu adalah hari terakhir semester 2 dan menjelang Perjalanan Evaluasi Akhir Gladi Lanjut XIX Subdivisi Rock Climbing yang kami rencanakan pada pertengahan Juni 2010 menuju Tebing Uluwatu Bali. Kami GL-XIX Rock Climbing merencanakan latihan pemanjatan artificial di Tebing Citatah 125 m. Saya, Inda, Winda, dan Dian sudah merencanakan latihan ke sana Jumat, 21 Mei 2010 setelah pulang kuliah. Tapi karena satu dan lain hal, perjalanan hari itu diundur menjadi keesokan harinya pada Sabtu, 22 Mei 2010. Memang kesibukan masing-masing anggota GL selama ini adalah halangan bagi kami untuk latihan bersama-sama termasuk pada hari itu.
Keesokan harinya, Sabtu, 22 Mei 2010, kami merencanakan berangkat ke Citatah siang pukul 10-11an, namun karena kami harus belanja keperluan dan segala logistic makanan, kami harus ngaret sekitar 2-3 jam dari yang direncanakan. Akhirnya berbekal diri, kesenangan, dan kesiapan kami siap berangkat. Namun ada satu masalah sebelum berangkat. Mungkin sepele karena tidak ada yang mau mengangkat satu carier, Mas Sigit marah dan jalan kaki duluan, dan merembet ke Sani yang tidak memperdulikan kami. Disana selain kami berempat ada Sigit, Sani, dan Freden yang mendampingi kami. Akhirnya dengan ditinggal oleh Sigit dan Sani, kami pun berdoa dan jalan kaki ke pertigaan Grande Dago menyusul 2 kakak kami tersebut. Di sana kami menunggu bus Damri Leuwi Panjang-Dipati Ukur untuk kami tumpangi ke Leuwi Panjang. Setelah menikmati es krim durian, bus pun datang dan kami menumpang bus tersebut.
Dengan ongkos dua ribu hingga Leuwi Panjang, kami turun di terminal Leuwi Panjang dan berganti bus yang langsung menuju Padalarang. Saya lupa berapa ongkosnya, yang saya ingat hanyalah hampir semua dari kami tertidur dan tiba-tiba kami dibangunkan oleh Sigit dan Sani ketika sampai di Citatah.
Turun dari bus, awan sudah menunjukan senja di depan kami. Kami pun langsung melangkah ke atas, ke basecamp yang biasa menjadi tempat kami beristirahat. Sampai di basecamp kami langsung beberes tempat kami, membakar sarang semut merah yang mengganggu kami, dan mencari dahan-dahan untuk kami pakai sebagai api unggun malam harinya. Dan kemudian karena kami tidak bisa memulai pemanjataan saat itu, kami hanya menghabiskan waktu dengan ngobrol-ngobrol dan membantu teman kami, Budi yang mengurusi perlengkapan manjatnya.

Malam hari, karena saya ada urusan di kampus saya harus pergi kembali ke kampus, dan berjanji untuk kembali ke Citatah keesokan harinya bersama Inda. Inda berencana pulang dulu keesokan harinya karena harus survey acara KMK ke Ciater. Jam 10 malam saya kembali ke Bandung menggunakan bus yang sama seperti keberangkatan. Malam hari saya sampai di kos, dan membereskan tugas akhir Teknik Presentasi dan Komunikasi (Tekpres) Planologi, tugas yang sangat penting untuk saya kerjakan. Dan malam itu saya tidak tidur untuk menyelesaikannya.
Minggu, 23 Mei 2010, saya ke kampus untuk mengurusi acara SATU dari fakultas saya SAPPK. Kami mengundang anak-anak panti asuhan, ini adalah bentuk bakti sosial kami kepada masyarakat. Saya di acara tersebut berperan sebagai stage manager. Di tempat lain, Winda dan Inda juga kembali ke Bandung. Acara SATU baru selesai sore menjelang malam hari, dan saya belum menyelesaikan tugas Tekpres walaupun sudah tidur malam sebelumnya. Sebelumnya saya tidak ingin ikut menggabungkan tugas Tekpres itu, karena ini adalah tugas kelompok jadi perlu disatukan. Namun karena saya adalah ketua kelompoknya, jadi saya merasa saya harus ikut, akhirnya saya menghubungi Inda untuk bilang kalau saya tidak bisa kembali hari itu ke Citatah. Ternyata Inda juga baru balik dari Ciater dan berencana baru Senin akan kembali ke Citatah karena di kecapaian. Akhirnya kami berdua merencanakan kemabali ke Citatah hari Senin malam. Dan saya kembali berkutat dengan tugas Tekpres, tidak tidur menyelesaikan tugas. Saya dan teman sekelompok Tekpres non-stop mengerjakan tugas dari jam 8 malam hari Minggu hingga jam 2 siang hari Senin. Setelah itu langsung mengumpulkan tugas kami ke kampus jam 3 siang. Setelah itu, saya baru tidur di CC Barat setelah 2 hari tidak tidur hingga malam harinya.
Malam harinya, saya baru terbangun dan terkejutkan noleh telpon dari Inda yang meminta saya segera ke sel. Akhirnya saya ke sel langsung segera ditelpon. Ternyata di sana ada Inda dan Winda, dan Inda menceritakan kepada kami bahwa ia kesal dengan Mas Sigit yang katanya marah kepadanya. Segera kami bertiga langsung sms Freden yang masih ada di Citatah bahwa kami akan berangkat malam itu juga ke Citatah. Kami mencoba menghubungi Jesica untuk mengajak ia ikut ke Citatah bersama kami, dan belanja makanan untuk kami santap hingga keesokan harinya. Namun Jesica tidak bisa dihubungi. Langsung pukul 19.30 kami berangkat ke Citatah naik mobil Winda. Selama satu jam kira-kira kami sampai di Citatah, dan di sepanjang perjalanan kami bertiga berbincang tentang masalah di GL XIX RC.
Sesampai di Citatah dan sesampai di basecamp, kami menunggu Freden. Freden datang dan menyuruh kami ke bawah tebing untuk ngobrol-ngobrol. Kami berempat berbincang sebelum akhirnya Bli Bayu pun dating bergabung dengan kami. Tampak dari wajahnya bahwa Freden kesal kepada kami, dia kesal kepada saya dan Inda yang ingkar janji bahwa akan datang hari sebelumnya. Setelah kami berbicara panjang lebar, bahwa kami tidak datang karena alasan yang kuat, akhirnya dia bisa mengerti. Kami juga membicarakan secara terbuka masalah-masalah di GL angkatan kami. Dia meminta kami untuk tetap semangat untuk latihan RC.
Saat itu saya sangat capai karena belum tidur selama 2 malam. Akhirnya kami membuat jadwal kegiatan untuk keesokan harinya, yaitu bangun jam setengah 6 pagi langsung olahraga, Freden mengajari saya teknik pemasangan alat di tebing sampai pukul 10 pagi, dan dilanjutkan dengan pemanjatan. Namun mala mini saya diharuskan tidur agar segar keesokan harinya.
Selasa, 25 Mei 2010, pukul 05.30 pagi, kami bangun dengan terpaksa karena masih ngantuk. Kami langsung olahraga pagi keliling desa. Setelah olahraga, Inda dan Winda membuat sarapan untuk kami, sedangkan saya diajari secara privat oleh Freden tentang pemasangan alat. Saya diajari privat hari itu karena selama ini saya tidak ikut latihan-latihan RC karena kesibukan lain. Setelah belajar pemasangan alat, yang sempat ada insiden saya dan Freden jatuh 2 meter dan berguling-guling di tanah, kami melanjutkan dengan pemasangan alat dengan artificial secara horizontal. Setelah selesai hingga pukul 10 pagi kami makan siang. Ternyata Freden masih memberi saya PR untuk melakukan artificial hingga goa 25 meter secara vertikal. Saat itu badan saya sangat lemas mungkin karena kecapaian hari-hari sebelumnya, namun saya paksakan saja. Lalu saya naik vertikal dengan susah payah setinggi 25 meter hingga goa. Treamor saya kambuh dengan parah, saya sempat bilang ke Freden kalau saya sangat tidak yakin bisa ngetop hari itu karena kondisi fisik saya yang lemah. Namun saya terus disemangati oleh Freden, dan mengurungkan niat saya itu. Sesampai di goa ternyata saya masih harus memanjat seperti ninja di Cimenei, awalnya saya ragu apalagi setelah Freden bilang Dian pernah jatuh di sana. Tapi setelah nekat mencobanya, dan bisa, saya tidak percaya saya bisa naik hingga di step kedua setelah Cimenei, dan dari sana kami berdua rapling hingga ke bawah.
Sesampai di bawah kami dibriefing oleh Freden dan ormed jalur ke puncak. Sebelumnya saya sudah bilang ke Inda dan Winda kalau saya tidak yakin bisa ngetop saat itu, apalagi saya sudah lemas, mengantuk , dan treamor saya sedang parah-parahnya. Saya menanyakan apakah bisa diundur hingga keesokan harinya. Mereka mengerti kondisi saya, namun karena saya merasa tidak enak kalau tidak ngetop saat itu apalagi mereka sedang semangat-semangatnya, kami terus lanjut dengan posisi saya sebagai jumarer yang hanya membawa logistic saat memanjat.



Pemanjatan dimulai pukul setengah tiga sore, dengan estimasi waktu 21/2 samapai 3 jam hingga puncak. Dibuka dengan doa oleh Winda dan mohon doa dari Bli Bayu, kami memulai pemanjatan setelah goa 25 meter. Diawali dengan pemanjatan ninja oleh Winda sebagai leader di Cimenei, lalu saya sebagai jumarer dengan teknik SRT, dan terakhir Inda sebagai cleaner. Sesampai di atas kami diberikan pemandangan indah Padalarang dari atas yang sayangnya ditutupi oleh pabrik-pabrik kapur. Namun tak lama kami di sana, kami harus melanjutkan pemanjatan hingga ke puncak. Selama pemanjatan kami sebagai tim lebih santai dan tidak terburu-buru, karena kondisi saya yang kelelahan dan capai sekali. Bahkan saking kecapaiannya saya sempat tertidur ketika menunggu Winda sang leader yang sempat ormed di atas.
Ketika di bawah, kami dibriefing oleh Freden, dan diberikan teknis pemanjatan, yaitu: hingga pitch terakhir leader adalah Winda, cleaner Inda, dan saya sebagai jumarer. Namun setelah pitch terakhir setinggi 20 meter hingga puncak, leader adalah saya, dan Winda atau Inda diberikan kebebasan. Namun karena selama pemanjatan saya dan teman-teman melihat kondisi saya yang tidak begitu baik, saya meminta kepada mereka agar leader terakhir jangan saya. Dan mereka menyanggupi walau saya merasa tidak enak. Sekitar pukul 17.00 sore kami tiba di pitch terakhir, dimana dari sana kami bisa memanggil Bli Bayu dan Freden yang terlihat sangat jauh di bawah dekat mobil Winda.
Di pitch terakhir, 20 meter dari puncak kami sudah bisa melihat puncak dari sana, dan tebing yang sudah menantang kami di depan. Setelah itu, Winda dan Inda meyakinkan saya bahwa saya pasti bisa melead mereka berdua. Sebenarnya saya sudah mengatakan kalau saya tidak sanggup, namun karena semangat dari mereka berdua sungguh meyakinkan saya yang lemah ini. Dan diputuskan saya akan menjadi leader, dengan cleaner Winda, dan Inda sebagai jumarer. Ketika kami duduk bersama bertiga untuk berganti perlengkapan, kami sempat mengobrol banyak. Kami merasa senang dapat memanjat puncak Citatah 125 m bertiga, karena selama ini kami tidak pernah pergi bertiga, dan kami merasa sangat senang dan tersemangatkan apabila kami bertiga berkumpul dan latihan bersama. Apalagi ini adalah latihan pertama kami dapat bertiga bersama, setelah 2 bulan tidak latihan karena kesibukan masing-masing. Jadi kami sangat senang waktu itu.
Pukul 17.30 kami memulai pemanjatan di pitch terakhir hingga puncak. Semula tidak ada hambatan yang berarti dan saya masih merasa kuat untuk melanjutkan pemanjatan 20 meter terakhir. Apalagi Freden, Bli Bayu, Enda, istri Mang Enda, dan Budi sudah terlihat memanggil-manggil kmai dari atas.
Setelah 3/5 tambatan (saya lupa) kondisi masih terang dan jalur masih mudah dilewati. Namun setelah itu, tiba-tiba suasana Citatah menjadi gelap mendadak karena menjelang magrib. Jalur sudah gelap, saya tidak bisa melihaty jalur yang ada, bahkan Freden membantu penerangan dengan senter yang dia bawa. Memang satu safety procedure ini terlupakan oleh kami sebab estimasi waktu kami selesai pukul jam 17.00. Seharusnya saat itu saya berhenti sejenak, namun entah mengapa safety procedure kembali saya lupakan. Saya memasang tambatan paku phyton agar lebih kuat. Setelah gelap itu, saya sempat memasang dua phyton di tebing dan saya merasa yakin akan kuat menahan kami. Lalu saya kesulitan di satu titik dimana tidak ada pegangan yang dapat saya raih. Saya cukup lama di sana, sekitar 5-10 menit mencari jalur yang cukup mudah untuk kami lewati. Saya sempat bertanya kepada Freden, “Bang lewat mana nih? Susah banget?” “Sudah pot, lanjut aja ke atas! Ayo cepat!” begitu kata Bang Freden. Namun apa daya, saya mencari dan tidak ketemu pegangan apapun. Di saat itu saya sungguh merasa capai dan ngantuk sekali, bahkan treamor saya kembali kambuh dengan parahnya. Akhirnya, “Bang, istirahat dulu ya?” kata saya dan diiyakan oleh Bang Freden. Akhirnya saya memberi kode kepada Winda belayer saya. Dan saya melepaskan pegangan untuk nantinya tertambat di phyton saya.
Setelah itu saya mengalami blank selama kurang lebih 5-10 detik. Rupanya saya jatuh saat itu, phyton saya copot dua. Katanya saya selama 3 detik jatuh dan 2 kali menabrak dinding dengan keras. Saat itu saya mengalami blank, namun setelah itu saya sadar kembali. Saya merasa kalau saya dipull oleh Winda hingga kaki saya menyentuh tanah. Namun entah mengapa, saya merasa tidak kuat dan langsung jatuh. Saya tidak merasa sakit apa-apa, bahkan saya sadar 100%. Saya melihat Winda dan Inda yang terdiam, mereka menyenter-nyenter ke arah saya dengan muka takut mereka, saya ingat senior-senior saya turun mengevakuasi saya, diajak ngobrol oleh mereka dan saya berusaha dengan susah payah menjawab mereka, bahkan pengalaman terburuk saya, saya alami saat itu. Saya sadar ketika saya kejang-kejang. Badan saya gerak-gerak sendiri, namun saya tidak dapat menghentikannya. Bahkan sampai Enda yang waktu itu ada di sebelah saya berkata astagfirullah saya ingat, namun saya tidak bisa berbuat apa-apa. Saya sadar hingga saya diangkat dievakuasi ke atas, namun sayangnya setelah itu saya tidak sadarkan diri. Saya baru sadar ketika saya terbangun di ruang ICU rumah sakit dengan anak-anak KMPA ramai di sebelah saya, ada dokter berbaju tentara, dan kedua orang tua saya.
Rupanya saya dievakuasi ke rumah sakit Cahya Kawaluyan Padalarang. Saya mengalami pendarahan kepala sehingga kepala saya berisi sepertiga darah, dan mesti dioperasi saat itu juga, katanya kalo telat satu jam mungkin saya akan meninggal. Selain itu paha saya juga robek dan tulang selangka saya patah hingga sekarang.
Namun pelajaran yang saya ambil, saya akan terus bersama KMPA dan tidak akan pergi, seperti yang teman-teman saya tanyakan pada saya, “Pot, kok lo masih mau ikut KMPA?” Namun justru saya semakin merasa bersalah, tidak enak, dan berhutang budi oleh keluarga saya KMPA. Bila tidak ada mereka yang menyelamatkan dan membantu saya, pasti saya tidak dapat bersama mereka lagi sekarang.
Selain itu tidak lupa, jangan melupakan safety procedure yang ada! Kalo merasa tidak yakin lebih baik jangan anda lakukan karena akan membahayakan diri anda dan teman-teman yang bersama anda. Dari pengalaman ini saya dapat belajar banyak, dan juga teman-teman saya. Sayangnya saya tidak dapat berkontribusi banyak di perjalanan evaluasi akhir bersama teman-teman GL XIX RC saya ke Gunung Kelud. Saya sungguh kecewa, dan saya bertekad cepat sembuh dan jalan-jalan bersama mereka lagi. Untuk perjalanan akhir ini, saya tetap bertekad membantu sepenuh hati, karena saya adalah tanggung jawab mereka, dan mereka adalah tanggung jawab saya. Teman-teman adalah obat untuk segalanya.
Citatah 125 m, Padalarang, 25 Mei 2010

Bandung, 31 Agustus 2010
Gabriel Efod Virant Pangkerego
GM-013-XIX

Rock Climbing di Kelud





Sebagai anggota muda KMPA 'G' ITB, kami diwajibkan untuk membuat perjalanan akhir untuk divisi kami masing - masing. Saya dan teman - teman dari divisi Rock Climbing memutuskan untuk melakukan perjalanan ke tebing Sumbing, Gunung Kelud. Saya pun ditunjuk untuk menjadi ketua perjalanan dan koordinator lapangan untuk perjalanan ini. Setelah rangkaian latihan, perisapan logistik, dan presentasi di depan massa KMPA yang rumit, akhirnya tim Kelud saya diijinkan berangkat ke Kelud.

Tim kelud terdiri dari saya (first commander), Inda (second commander), dian, azka, mas sigit, tetu, bayu, dan affan.

Kami berangkat tanggal 12 juli 2010 dari ITB pukul 17.15 . Kami naik angkot Sadang Serang Caringin ke stasiun hall Bandung. Dari stasiun hall bandung kami naik kereta patas menuju stasiun padalarang (pk.17.45). Untuk menuju Kediri kami menggunakan kereta ekonomi Kahuripan. Stasiun keberangkatan pertama Kereta Kahuripan adalah stasiun padalarang. Jadi supaya mendapat kursi lebih baik dari stasiun pertamanya. Namanya juga kereta ekonomi.

Pukul 18.15 kami sampai di padalarang. Kereta kahuripan berangkat pukul 20.00, maka kami punya waktu hampir 2 jam untuk leha - leha di stasiun. Kami berjalan menuju kereta kahuripan yang berada di jalur tiga kalau tidak salah. Ternyata ada kereta pengangkut barang di jalur dua. Karena malas memutar, saya naik ke atas kereta di jalur dua dengan maksud untuk menyeberang. Sampai di atas kereta tiba - tiba carrier 22 kilo saya terjepit di badan kereta dan railing tangga yang saya lalui. Saya pun tidak dapat bergerak di atas kereta. Tiba - tiba sang kereta mulai bergerak dan saya sangat panik. Saya pun segera melepaskan carrier saya yang masih terjepit di badan kereta. Setelah itu saya berhasil melepaskan sang carrier yang terjepit dan segera melemparkannya dari atas kereta tanpa pikir panjang. Padahal di dalam tas saya ada kamera dslr saya, tapi saya sudah sangat panik karena kereta sudah jalan. Carrier saya yang terjatuh segera diselamatkan teman saya sebelum terlindas kereta. Saya pun segera melompat ala James Bond dari kereta yang bergerak. Sudah seperti di film - film laga saja. Akhirnya saya dan carrier saya selamat dan tidak ikut si kereta menuju entah kemana. Saya pun menjadi lelucon tim selama karena kebodohan saya.

Kereta Kahuripan berangkat dari stasiun padalarang pk 20.00. Saya makan malam di kereta dengan menu nasi ayam goreng dengan harga 5000 rupiah saja. Kereta kahuripan segera penuh setelah melewati stasiun kiara condong. Orang - orang berdiri berhimpitan. Panas, pengap, bau keringat, dan bau pesing menjadi teman tidur yang sangat tidak menyenangkan. Ditambah lagi dengan bantalan kursi yang makin lama makin tipis karena terlalu lama diduduki. Alhasil saya pun jadi tidak nyenyak.

Lewat dari Yogyakarta kereta menjadi sepi, saya pun berjalan - jalan menyusuri gerbong kereta dan duduk di pintu samping kereta, menikmati angin dan pemandangan sawah. Setelah puas menonoton pemandangan dari pintu kereta, saya pun mencari kursi yang kosong, lalu tidur dengan nyenyak.

Kami sampai di kediri pukul 14.00. kami langsung dijemput oleh mas Ari dan Mas Zen dari FPTI (forum Pemanjat Tebing Indonesia) naik mobil charteran (Grand Max yang super besar). Kami belanja sayuran dulu di pasar Kediri. Saya dan beberapa teman tidak ikut belanja ke dalam pasar. Saya pun beli es degan yang segar dan dingin untuk melonggarkan tenggorokkan yang rasanya sudah merenges. Secepat kilat mata saya melihat tukang bakso yang menggoda iman (baksonya, bukan yang jualnya). Saya pun langsung membeli sepuluh buah bakso sekaligus. Sudah kelaparan sepertinya.

Setelah kelar membeli sayuran, kami melanjutkan perjalanan ke Gunung Kelud. Rute yang kami pilih adalah Kediri lalu ke Wates lalu ke Ngancar lalu ke Kelud. Sebelum ke Wates kami menyempatkan diri untuk bertemu Pak Mumun, anggota FPTI yang lain dan tentu saja kami menyempatkan diri membeli tahu Kediri yang terkenal. Perjalanan di kaki gunung kelud kurang bersahabat. Kabut yang luar biasa dan jalan yang berkelok membuat saya agak takut. Lihat kiri, lihat kanan cuman putih saja warnanya. Udara segar sudah terasa sejak dari kaki gunung kelud.

Akhirnya kami tiba di parkiran wisata Gunung Kelud. Saya pun berkenalan dengan Pak Tomo salah satu penjaga Gunung Kelud. Fyi, pertama kali melihat Pak Tomo saya sempat takut, soalnya Pak Tomo tinggi besar dan berkumis tebal (read:sexy). Hahaha. Ternyata Pak Tomo sangat ramah dan baik. Kami pun menuju lokasi base camp dekat tebing Sumbing. Base camp tidak begitu jauh dari parkiran. Kami melewati terowongan sepanjang kurang lebih 50 meter yang sangat gelap dan menyeramkan. Aura mistis pun ditambah dengan adanya tempat bertapa di dalam terowongan ini yang dipenuhi oleh kelelawar. Yah bolehlah buat yang lagi galau buat merenung sama kotoran kalong. Haha.

Pertama kali melihat tebing sumbing, saya sangat kagum sekaligus jiper. Tebing setinggi 200 meter ini berdiri kokoh di hadapan saya, menunjukkan kegagahannya dengan bentukan yang sangat unik. Saya tidak bisa berhenti terpana melihat tebing sumbing. Adrenalin saya terpacu begitu kuat, tidak sabar rasanya mencicipi batu - batu andesit ini bersentuhan dengan telapak tangan saya.



Kami segera mendirikan camp karena sudah mulai berkabut. Orientasi medan pun saya batalkan karena kabut cukup tebal dan hujan mulai turun. Mas Ari pun menyampaikan beberapa petuah - petuah etika bersikap di gunung kelud ini, seperti jangan buang air di daerah antara base camp dan tebing, melainkan ke daerah di belakang base camp, dan saat buang air jangan menghadap ke tebing. Mitosnya tempat antara camp dan tebing merupakan 'dapur'-nya jin dan makhluk gaib lainnya. Pukul 20.30 kami makan malam ayam ungkep dan tumis kangkung. Luar biasa nikmat apalagi ditemani kopi pahit khas Mas Sigit dan lagu lapangan (read: shaggy dog). Malam pertama di kelud kami disambut dengan angin kencang yang membuat malam menjadi sangat dingin.

Pagi di Gunung Kelud membuat saya tidak ingin keluar dari sleeping bag. Tapi demi kelancaran teklap saya pun sedikit demi sedikit sleeping bag dan keluar dari tenda. Hawa dingin pagi kelud segera menyeruak masuk ke dalam pernapasan saya. Saya dan beberapa anggota tim pun melakukan ormed ke tebing sumbing untuk mencari kira - kira bagian mana yang bisa dijadikan jalur sport. Jarak camp ke tebing tidak begitu jauh. Medan yang ditempuh adalah kumpulan tumbuhan pendek khas daerah dingin. Golok pun mulai beraksi menunjukkan taringnya menebas ranting - ranting yang menghalangi.

Setelah makan pagi, tim panjat (saya dan inda) segera menyiapkan alat untuk artifisial di bagian tebing yang kami pilih. Inda sebagai leader pertama mengalami kesulitan karena medan yang berat. Pemanjatan artifisial dilanjutkan setelah makan siang dengan saya sebagai leader kedua. Setelah mencapai ketinggian yang diinginkan saya pun memasang tambatan untuk tali statis. Karena semua tambatan adalah pengaman sisip maka saya memasang 5 tambatan. Dua untuk tambatan utama tali statis dan tiga lagi sebagai back up. Safety prosedur tetap nomor satu untuk saya. Saya pun memulai pengeboran pertama. Karena hari sudah sore maka pengeboran dihentikan pukul 17.15. Inda sebagai partner sejati pembuat jalur saya sakit flu hari ini. Mungkin karena kondisi tubuh yang kelelahan memang rentan terhadap penyakit ini. Malam kedua di gunung kelud ini sangat indah. Langit bertaburan bintang dan bulan yang malu - malu menampakkan dirinya. Saya pun rebahan di api unggun menatap langit. Beberapa kali saya melihat bintang jatuh dan mengucapkan beberapa permintaan. Walaupun sepertinya permintaan yang saya sebutkan sama semua. Yahhh jadi curcol kan.

Hari ketiga di gunung kelud berlangsung seperti teklap. Cuaca seperti mengerti briefing yang saya berikan tadi malam. Pengeboran pun selesai pukul 17.00. Pengeboran dilakukan oleh saya dan Inda. Empat hanger telah terpasang kuat pada masing - masing lubang yang telah dibuat seperti mengundang para pemanjat untuk menembus jalur ini. Malam ketiga kali ini tidak kalah indahnya dengan malam sebelumnya. Taburan bintang seolah tidak berhenti menghibur saya yang kelelahan setelah seharian tergantung di harness mengebor tebing yang begitu kokoh. Perih di telapak tangan, pegal di sekujur badan, dan otot leher yang ketarik seolah hilang oleh hiburan alam damai yang begitu indah. Saya merasa sangat tenang. Melihat langit, merasakan tiap udara yang masuk ke paru - paru saya. Saya merasa seperti anak kecil.


Pagi di hari keempat di gunung Kelud tidak seperti biasanya. Hari ini saya bangun lebih pagi (pk 05.00). Saya mengambil kamera saya dan berjalan menuju gardu pandang yang berada di selatan base camp. Jalan menuju gardu pandang sangat menyakitkan. Sekitar 600 anak tangga harus dilalui untuk mencapai gardu pandang. Sampai gemetaran kaki saya. Hahaha. Tapi semua itu terbayar dengan keindahan alam yang disajikan dari ketinggian ini. Jejeran tebing - tebing gunung kelud (tebing sumbing dan tebing gajah mungkur, serta satu tebing yang belum terjamah) mengelilingi kubah lava yang berisi sang anak gunung. Matahari pagi pun menyusup perlahan diantara tebing dan asap kawah. Pemandangan yang belum pernah saya saksikan sebelumnya. Kamera saya pun tidak berhenti mengedipkan diafragma lensanya, mengijinkan cahaya pagi masuk dan memberikan citra yang begitu megah.

Setelah turun dari gardu pandang, saya pun mempersiapkan diri dan peralatan untuk menjadi pemanjat pertama yang memanjat di jalur yang saya buat. Setelah berhasil menembus jalur untuk pertama kali saya pun mendapat hak untuk memberi nama jalur itu. Saya melihat jalur tersebut, dan saya menemukan keunikan pada jalur tersebut. Jalur tersebut menyerupai seekor kuda dan batuan pada jalur tersebut berwarna merah. Setelah mengkonsultasikannya pada tim saya, maka diputuskan nama jalur tersebut adalah Red Stallion. Saya suka nama ini.

Setelah selesai beres - beres camp kami pun menuju parkiran menunggu shuttle bus yang akan mengantar kami ke stasiun. Kami pun mandi di toilet parkiran dengan air yang sangat dingin. Jam 12.00 kami pun naik ke shuttle bus yang telah menunggu. Shuttle bus yang super ngebut ini membuat saya terguling- guling di dalam mobil. Sampai di stasiun pukul 14.00, kami pun nongkrong dan menegak kopi hangat di salah satu tempat makan di stasiun. Kerata Kahuripan arah Bandung berangkat pukul 15.00. yahh, saya pun kembali duduk berjam - jam di dalam kereta yang panas. Tapi saya sangat senang, red stallion menjadi hadiah jalur sport baru buat KMPA.

Tegal Panjang



Tegal panjang, the secret sabanna
July 20, 2010 by windabanyuradja

Pikiran saya masih agak kacau dengan kejadian kecelakaan yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Begitu pula dengan beberapa teman saya. Jadi untuk menghilangkan kepenatan kami memutuskan untuk jalan – jalan ke tegal panjang. Memang tegal panjang ini belum begitu terkenal di antara pecinta alam – pecinta alam maupun wisatawan. Akses tempat ini pun masih sulit.
Saya berangkat hari jumat, 4 juni 2010. Kami memulai perjalanan pukul 09.00, dari itb kami naik angkot jurusan dago-kalapa sampai ke terminal kalapa. Tiba di kalapa pukul 09.45. Lalu kami pun mulai menunggu bus yang arah pangalengan. Silakan tanya saja kepada orang sekitar dimana tempat paling yahuud untuk nunggu bus ini. Karena nunggunya ga di terminal. Karena menunggu bus pangalengan ini cukup lama, jadi kami beli es cendol dulu serta berteduh di depan rumah kosong, karena waktu itu hari hujan. Akhirnya bus pun datang kira – kira pukul 10.30.
Kami tiba di pangalengan pukul 16.00. Kami pun carter angkot ke arah desa cibatarua. Kami harus carter karena sudah tidak ada angkot jam segitu ke arah cibatarua. Yasudah kami pun naik mobil carteran. Ternyata jalan ke desa Cibatarua ini ajegilebinbuset juga yah. Jalan tersebut rusak parah, dan shockbreaker angkot yang ‘yah gmana lagi’, membuat pantat saya terasa lecet – lecet. Saat di dalam angkot, Mas Sigit (senior saya) menyetel lagu shaggy dog. Sungguh mengena tiap lirik lagu jalan-jalan dari shaggy dog. Dan sejujurnya, sambil membuat catatan perjalanan ini saya memutar lagu itu kembali. Hahaha.
Tiba di cibatarua jam 18.30, senior saya pun menemui Kang Maman untuk menginap di rumah beliau. Ternyata beliau belum pulang. Kita pun diterima oleh istrinya. Kita pun masak di dapur rumah Kang Maman. Malamnya Kang Maman pulang dan kita pun beramah tamah.
Besok pagi kami berangkat pukul 10.00 menuju tegal panjang. Dari cibatarua kami melewati desa papandayan. Lalu dari desa papandayan kami melewati perkebunan teh. Seluas mata memandang saya hanya melihat tanaman teh yang hijau dan menyegarkan mata. Setelah itu kami melewati ladang penduduk. Masyarakat daerah ini sangat ramah. Setelah melewati ladang, kami mulai memasukki daerah hutan yang cukup lebat kira – kira pukul 11.00. Untuk mencapai tegal panjang kami harus masuk ke dalam hutan dan melewati tiga punggungan dan tiga sungai kecil. Setelah 1 jam berjalan ternyata kami salah jalan alias nyasar. Cobaan dari sang mahaalam pun datang, hujan deras mengguyur kami di tengah hutan. Kami pun memutuskan untuk menuju sungai dan memasang flysheet sebagai tenda darurat untuk berteduh. Beberapa anggota tim ada yang memasak makan siang, dan beberapa anggota lain pergi mencari jalan. Jujur saya cukup panik karena jarum jam saya telah menunjukkan jam 14.00. sedangkan kami belum baru melewati satu punggungan. Anggota tim yang mencari jalan kembali dan menyampaikan kabar yang tidak begitu baik. Mereka tidak menemukan jalur pendakian. Daerah ini memang jarang didaki dan belum terkenal. Sehingga dengan cepat tanaman – tanaman hutan akan memakan jalur pendakian. Setelah hujan reda kami pun memutuskan untuk kembali ke ladang penduduk untuk bermalam di sana. Namun dalam perjalanan pulang kami bertemu dua pemburu yang kebetulan ingin berburu di tegal panjang. Maklum, tegal panjang masih sangat alami, kita dapat menemukan berbagai jenis satwa seperti monyet, burung, babi hutan, rusa, sampai kucing hutan atau macan kumbang. Kami pun berangkat bersama pemburu tersebut ke tegal panjang.





Perlu dicatat, sungai pertama yang dilewati mengalir dari kiri ke kanan, arusnya cukup deras, dan lebar sungai kira- kira 2,5 meter. Tepat setelah sungai pertama terdapat tanjakan lurus kira – kira sejauh 15 meter. Sungai kedua adalah sungai rawa berlumpur. Dan sungai ketiga adalah sungai yang tidak begitu besar. Tegal panjang berada di punggungan setelah sungai ketiga.
Matahari sudah tenggelam dan tidak lagi ada cahaya di dalam hutan. Kami pun mengeluarkan senter masing – masing. Ingat pergerakkan malam sangat tidak dianjurkan. Setelah perjalanan yang melelahkan di tengah kerumunan tumbuhan berduri di dalam hutan, tibalah kami di tegal panjang. Sabanna luas yang dikelilingi punggungan dan gunung. Rumput – rumput setinggi paha melambai – lambai ditiup angin lembahan memantulkan cahaya bulan yang berjaya. Padang rumput yang begitu luas diikuti oleh bentukan alam berupa cekungan sedalam 6 meter yang meliuk – liuk seperti ular raksasa.
Kami segera mendirikan tenda dan mencari kayu bakar untuk mengeringkan badan yang basah karena hujan dan keringat. Tegal panjang sangat dingin karena angin bebas berkeliaran menusuk masuk ke camp.
Pagi perdana di tegal panjang tidak akan saya sia – siakan. Saya bangun jam 05.30. Kehangat sleeping bag segera berganti dengan dingin embun rumput yang membuat ujung- ujung kaki saya mati rasa. Saya segera mengambil kamera dan memotret sunrise tegal panjang.
Kabut – kabut menyelimuti barisan punggungan yang mengelilingi tegal panjang. Matahari pun muncul seolah – olah menunjukkan kejantanannya pada para pendaki yang merindukan kehangatannya. Setelah makan pagi, saya pun jalan – jalan ke tengah padang rumput yang seolah tak bertepi. Celana saya basah karena embun ilalang yang menyapu setiap langkah kaki saya. Di tegal panjang ini terdapat kubah air sedalam 5 meter yang tidak pernah kering. Air dari kubah air ini sangat dingin.
Rumput di tegal panjang kali ini sudah setinggi paha karena saya datang pada bulan – bulan penghujan. Sebagai informasi, rumput di tegal panjang secara berkala akan dibakar warga untuk mencegah kebakaran hutan. Biasanya warga membakar rumput tersebut di awal musim kemarau. Jadi waktu yang paling tepat untuk mengunjungi tegal panjang adalah akhir musim kemarau, karena rumput – rumput baru tumbuh setinggi betis.
Tegal panjang memang tempat yang tepat untuk bermalas-malasan. Saya dan teman – teman KMPA bermain kartu, bermain monopoli, dan main bola gebok. Malam hari kedua cuaca sangat bersahabat. Langit malam begitu cerah tanpa awan. Bintang dan bulan berlomba menerangi malam hari ini.
Pagi hari ini seperti hari sebelumnya, cerah dan berkabut. Setelah puas berfoto – foto. Kamu pun berangkat pulang menuju desa cibatarua lewat jalan pergi sebelumnya. Sebenarnya dari tegal panjang kita dapat pulang melewati pondok selada, Gunung Papandayan. Tapi KTP saya kemarin ditahan oleh Pak RT Cibatarua. Dari cibatarua kita dapat naik truk pengangkut daun teh untuk sampai ke Sedep. Dari sedep kita dapat naik pick up menuju Pangalengan. Dari pangalengan kita naik angkutan umum langsung ke Bandung tepatnya ke Tega lega. Dari Tegalega kita bisa naik angkot Cisitu menuju ITB.
Begitulah perjalanan saya kali ini. Tegal Panjang, i will come back someday.

Jalur Sport Tebing Hawu





Catatan perjalanan
Pembuatan Jalur Sport di Tebing Hawu 30Juni-1Juli 2010
Oleh: Clorinda Kurnia Wibowo (GM-010-XIX)
Rencana untuk berlatih membuat jalur sport diutarakan oleh Winda sebagai ketua perjalanan akhir GL RC XIX, setelah diputuskan bahwa salah satu kegiatan yang akan kami lakukan dalam perjalanan akhir nanti adalah pembuatan jalur sport. Dalam latihan kali ini kami meminta Nda sebagai tutor kami untuk teknik pengeboran dan pembuatan jalur sport. Gunung Batu yang memiliki jenis batuan andesit kami anggap tempat yang tepat untuk memulai latihan pada esok hari, Selasa, 29 Juni 2010. Namun sangat disayangkan, ada hal yang harus dikerjakan Nda di Citatah,sehingga ia tidak bisa menemani kami ke Gunung Batu. Tetapi, ia menawarkan untuk menemani kami latihan di Gunung Hawu, Citatah. Maka kami pun memutuskan untuk menerima tawaran Nda dan segera mengumpulkan para pembimbing rock climbing kami di KMPA untuk ikut menemani latihan.
Selasa, 29 Juni 2010
Akhirnya terkumpullah pasukan untuk latihan kali ini, yakni : Inda & Winda (Gladi Lanjut RC XIX), serta Freden & Bayu (para pembimbing yang baik hati dan tidak sombong). Logistik panjat dan camp mulai dipersiapkan sekitar pukul 19.00 oleh Inda dan Winda. Logistik panjat yang kami bawa adalah: Karabiner screw (25), palu (2), runner (11), Sling (19), Webbing (3), harness(3), jumar(1), croll(1), autostop (1), piton (8), figure 8(3), chocker(1), blade(2), bong(2), delta(1), hanger(7), hexentrik(6), bor(2), skyhook(2). Logistik camp yang kami bawa adalah:matras(3), flysheet(1),kompor parafin(3), misting(2 set), golok(1), parafin(2 pak). Rencananya kami berangkat segera setelah packing selesai, namun karena adanya kegiatan “curhat2an” (hmm..begitulah menurut Mas Sigit) yang meikutsertakan para anggota BP KMPA termasuk Freden dan Bayu, maka perjalanan pun tertunda. Malam semakin larut, ternyata kegiatan tersebut baru selesai pukul 01.00. Perjalanan ke Citatah akan memakan waktu ±1jam, sedangkan kondisi fisik yang optimal sangat diperlukan untuk memulai latihan kami. Maka kami pun memutuskan untuk istirahat di kanopi, dan tertundalah kembali perjalanan kami hingga fajar menjelang.
Rabu, 30 Juni 2010
Setelah sarapan, kami berangkat pukul 08.00 dengan mengendarai dua buah sepeda motor milik Bayu dan Pak Alam (terima kasih Pak atas pinjamannya!). Dalam perjalanan menuju Citatah, kami menyempatkan diri untuk membeli mata bor di toko besi, mengingat mata bor yang kami miliki sudah tumpul. Tetapi, dari beberapa toko besi yang kami kunjungi, tidak satupun yang menjual mata bor seperti yang kami inginkan. Akhirnya kami pun kembali melanjutkan perjalanan. Setibanya di pos Citatah 125, pukul 09.30, kami menunggu kedatangan Nda sambil menikmati manisnya buah cresen yang tumbuh di kawasan tersebut. Tak lama kemudian, Nda datang bersama dengan istrinya yang akrab kami sapa “Teteh”. Lalu, kami segera menuju Gunung Hawu yang terletak di balik tebing Citatah 125 dengan mengendarai sepeda motor.
Perjalanan menuju Gunung Hawu ±15 menit dengan medan yang berbatU-batu. Pukul 10.30 kami memulai latihan teknik pengeboran. Nda memberi contoh terlebih dahulu, kemudian Inda dan Winda mengikuti secara bergantian. Awalnya gerakan kami masih terlihat kaku, bor yang kami pegang kerap kali bergeser-geser ketika dipalu.



Akibatnya, lubang pertama yang kami buat pun menjadi terlalu besar untuk dipasang hanger. Lalu Inda dan Winda kembali mempraktekkan pengeboran, masing-masing satu lubang dimulai oleh Inda. Satu jam kemudian, satu lubang selesai dan bor berpindah tangan kepada Winda. Pukul 13.30, pemanjatan artificial dimulai sebagai tahap awal pembuatan jalur sport dengan Inda sebagai leader dan Bayu sebagai belayer, dibantu oleh Nda yang memasang pengaman terakhir. Setelah tali statis terpasang dan alat-alat telah tertata rapi, kira-kira pukul 15.30, kami pun menyantap makan siang kami (atau lebih tepatnya makan sore, berhubung sudah lewat jam tiga). Hari sudah semakin sore, jalur sport belum dibuat, kami pun memutuskan untuk menginap. Pukul
17.00, pembuatan jalur sport dimulai. Dengan menggunakan tali statis dan
ascender, Winda mulai memukulkan palunya pada titik yang kemudian di sanalah terpasang hanger pertama oleh warga KMPA setelah sekian lamanya tidak ada kegiatan pembuatan jalur sport di KMPA. Nda pulang bersama istrinya tak lama kemudian. Malamnya, ± pukul 19.30, kami mengevaluasi perjalanan hari ini, juga bersama Sigit yang telah datang menyusul pukul 18.00 dengan membawa empat buah matras dan dua sleeping bag. Setelah berbincang-bincang hingga pukul 22.00, Inda dan Winda pun beristirahat agar tetap fit dalam melanjutkan pembuatan jalur sport keesokan harinya.

Kamis, 1 Juli 2010
Pukul 06.00, Sigit sebagai PJ bangun pagi segera membangunkan kami satu per satu. Nda yang seharusnya membawa sarapan, ternyata tidak dapat datang. Maka, Bayu dan Freden turun untuk membeli sarapan. Udara dingin yang dipadukan dengan gorengan serta kopi panas yang nikmat memberikan rasa yang sempurna untuk melanjutkan pembuatan jalur sport hari itu. Pukul 07.30 (telat 30 menit dari jadwal semula), Inda mulai racking dan melanjutkan pembuatan jalur sport. Pukul 09.00 hanger kedua telah terpasang, maka giliran Winda memukulkan palunya untuk menempatkan hanger ketiga. Pukul 12.00, Inda kembali naik untuk memasang hanger terakhir. Pemasangan pengaman di atas memekan waktu yang cukup lama yang kemudian dibantu oleh bang freden. Ketika proses pengeboran berlangsung, kira-kira pukul 13.30, hujan mulai turun dengan derasnya. Pengeboran terpaksa dihentikan, dan kami pun berteduh di bawah fly sheet. Satu jam kemudian hujan pun reda. Winda segera melanjutkan pembuatan jalur sport sambil membawa tali dinamis untuk dipasang di top jalur. Pukul 15.30 jadilah sebuah jalur sport yang belum bernama. Hak untuk menamainya diberikan kepada pemanjat pertama yang berhasil memanjat jalur tersebut. Kami pun beristirahat sejenak sambil menyantap makanan yang dibawa oleh Nda. Pukul 17.00, jalur tersebut dipanjat oleh Inda. Sayang, setelah mencoba berkali-kali, tidak berhasil juga hingga runner pertama. Kemudian, Winda mencoba memanjat. Setelah beberapa kali percobaaan, runner pertama sukses diraihnya, tapi belum berhasil juga untuk mencapai runner kedua. Karena tenaga yang tinggal sedikit, terkuras setelah mengebor dari hari sebelumnya, Inda dan Winda menyerahkan pemanjatan kepada Freden untuk mengclean runner-runner yang telah terpasang. Akhirnya kami pun kembali ke kampus pada pukul 17.00. Sedih, senang, kecewa, dan bangga ada dalam rangkaian kegiatan kami. Namun di atas itu semua, perjalanan ini memberikan pengalaman baru yang berharga bagi kami dan tentunya bagi KMPA.
Nama jalur : Mahaputri
Tinggi jalur : 9 meter

Perjalanan Caving di Gunung Guha





CATATAN PERJALANAN CAVING DI GUNUNG GUHA

Kamis, 17 Juni 2010
kami memulai perjalanan pada hari ini pada pukul 13.00, bergeser 4 jam dari rencana awal, seharusnya berdasarkan teklap kami telah berangkat semenjak pukul 09.00 tapi dikarenakan ada beberapa persiapan yang belum lengkap seperti adanya beberapa logistik yang belum dibeli dan belum dipackingnya barang-barang yang akan dibawa maka keberangkatan kamipun ditunda. pada hari ini anggota yang berangkat hanya berlima, yaitu Yoga sebagai ketua perjalanan, Usie, Rahman, Bryan, dan saya, Nurul. Pada awalnya kami berencana berangkat berenam tetapi karena kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan Os tidak jadi ikut ke Gunung Guha.
Setelah dilepas dari SEL pada pukul 13.00 oleh beberapa orang yang ada di SEL, kamipun memulai perjalanan menuju Gunung Guha. Perjalanan menuju Gunung Guha memakan waktu kira-kira 3 jam. Diperjalanan menuju Gunung Guha, kami bertemu dengan Stephan dan Benny yang juga akan ikut dalam perjalanan ini, mereka adalah anak MAPALA MARANATHA dan dalam perjalanan ini kami juga singgah sebentar di Citatah untuk menjemput Nda dan istrinya beserta Budi. Setelah itu, kami melanjutkan kembali perjalanan menuju Gunung Guha. Sekitar pukul 16.30 kami sampai di Gunung Guha. sebelum menuju ke tempat camp, kami singgah sebentar di rumah pak RT untuk menyerahkan surat izin dan setelah itu, kami juga singgah sebentar di rumah pak Ade, penduduk yang akan mengantarkan kami ke goa-goa yang ada di Gunung Guha. setelah itu, kami langsung bergerak ke camp yang letaknya sangat dekat dengan tempat pertambangan. Kami sampai di camp tersebut sekitar pukul 17.00 dan langsung bergerak mendirikan tenda dan mencari kayu untuk membuat api unggun. Sekitar pukul 19.00 tenda dan api unggun telah jadi dan kamipun memulai masak makan malam. Sekitar pukul 20.00 makanan telah siap dihidangkan dan kamipun memulai makan malam. Menu makan malam kami hari ini adalah ayam bakar dan sayur kangkung.
Setelah makan malam, kami duduk bersama didepan api unggun sambil bercengkrama.setelah itu, kami juga mengevaluasi perjalanan pada hari ini, beberapa hal yang dievaluasi diantaranya yaitu waktu keberangkatan yang sangat ngaret, logistik yang ketinggalan dan packing yang lumayan memakan waktu. Selain itu, kami juga briefing untuk persiapan di keesokan harinya. Setelah briefing dan evaluasi, sekitar pukul 23.00 kamipun tidur agar keesokan harinya dapat bergerak cepat
Jumat, 18 Juni 2010
Hari kedua kami berencana bangun pukul 05.00 tetapi pada kenyataannya hanya beberapa orang yang bangun tepat waktu sehingga pergerakan pada hari ini sedikit terlambat. Setelah bangun, kamipun mulai memasak sarapan. Sekitar pukul 07.00 kami sarapan dan kemudian mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan dalam pemetaan dan pendataan. Setelah itu, sekitar pukul 08.00 kami telah mempersiapkan semuanya dan berencana memulai pendataan dan pemetaan pada hari itu. Tetapi karena pak ade tidak dapat datang pada hari itu, kegiatan kami pun tertunda beberapa saat, sehingga kami baru memulai kegiatan sekitar pukul 09.30. sebelumnya kami telah berencana membagi anggota ke dalam dua tim, satu tim pendataan dan satu lagi team pemetaan. Karena pak Ade, penduduk yang akan menunjukkan letak goanya tidak dapat hadir pada hari ini, team pendataanpun tidak bergerak pada pagi harinya. Sedangkan team pemetaan langsung melakukan kegiatan dengan memetakan sebuah goa yang berada disekitar camp kami. Stephan dan Benny juga ikut denagn team pemetaan karena mereka akan mengambil gambar keadaan dalam goa. Setelah melakukan pemetaan sekitar satu jam, kami beristirahat sebentar. Pemetaan hanya dilakukan sebentar karena goa yang dipetakan tergolong pendek, hanya 30 meter. Setelah itu, kami, team pemetaan beranjak untuk mencari goa disekitar camp, tetapi kami tidak menemukan apa-apa.
Setelah sekitar 2 jam mencari goa disekitar daerah itu, kami mendapat informasi dari team pendataan bahwa mereka menemukan goa. Kamipun beranjak kesana untuk melihat goa tersebut, ternyata goa itu termasuk goa yang pendek sehingga kami tidak memetakan goa tersebut. Setelah melihat goa tersebut, kamipun kembali ke camp. Kami sampai di camp sekitar pukul 15.00. sesampainya di camp kami beristirahat. Sementara itu, beberapa orang memasak untuk makan malam, sekitar pukul 18.00 kami makan malam. Setelah itu, kami berkumpul lagi didepan api unggun untuk membahas briefing untuk kegiatan keesokan harinya dan juga membahas evaluasi mengenai kegiatan pada hari ini. mengenai briefing untuk keesokan harinya kami berencana untuk langsung memetakan goa walet, goa yang telah kami ketahui dari survey, karena kami khawatir pak Ade tidak dapat hadir pada keesokan harinya.
Beberapa hal yang dievaluasi pada hari kedua yaitu : hal yang paling disoroti adalah kami tidak mempersiapkan plan B atau rencana lain apabila pak ade tidak dapat mengantarkan kami ke goa. Alhasil, pergerakkan kedua team pada hari ini terhambat dan teklap pada hari ini menjadi kacau. Selain itu, manajemen gerak juga dievaluasi, sebaiknya setiap team memilih seorang dalam team untuk menjadi koordinator pergerakan. Hal lain yang dievaluasi yaitu waktu makan siang sebaiknya target waktu bukan target tempat. Itulah kira-kira hal yang dievaluasi pada hari kedua. Setelah evaluasi kamipun masuk ke dalam tenda untuk beristirahat agar di hari selanjutnya pergerakan dapat dimaksimalkan.



Sabtu, 19 juni 2010
Hari ketiga, kegiatan di mulai sekitar pukul 6 pagi. Setelah benar-benar bangun, kami mulai memasak sarapan, dan beberapa dari kami ada yang menyiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk kegiatan pemetaan dan pendataan hari itu. Sekitar pukul 8 pagi, kami telah selesai sarapan dan menyiapkan semua perlengkapan yang dibutuhkan dan siap untuk memulai kegiatan. Dalam kegiatan pada hari ini kami dapat mendata 5 goa yaitu: goa G6, goa gelatik, goa sikendi, goa pertigaan, dan goa G8. Namun dari 5 goa tersebut yang kami petakan hanya 2 goa saja, yaitu goa sikendi dan goa G8. Ini dikarenakan kondisi goa yang tidak memungkinkan untuk dipetakan, sebagian besar dari goa-goa tersebut telah runtuh akibat kegiatan pertambangan yang ada di sekitar lokasi dimana goa berada. Kegiatan hari ini berjalan cukup lancar dan menemukan banyak goa karena ada warga desa setempat yang menggantikan pak ade menemani mencari goa.
Sekitar pukul 4 sore kami selesai melakukan pendataan dan pemetaan, dan kembali ke camp untuk beristirahat. Sementara itu beberapa orang dari kami memasak makan malam, sekitar pukul 7 kami makan malam. Setelah itu kami berkumpul di sekitar api unggun untuk melakukan briefing kegiatan esok hari dan mengevaluasi kegiatan hari ini. Setelah evaluasi kamipun beranjak masuk ke dalam tenda untuk beristirahat agar fit untuk melakukan kegiatan esok harinya.
Minggu, 20 juni 2010
Hari keempat, sekitar pukul 6 pagi kami memulai kegiatan hari ini, memasak untuk sarapan, menyiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk pemetaan dan pendataan nantinya. Setelah semuanya selesai, sekitar pukul 8 kami mulai mobilisasi menuju goa wallet untuk memulai pemetaan dan pendataan. Kegiatan hari ini difokuskan hanya pada satu goa saja, yaitu goa walet. Hal ini dikarenakan mobilisasi dari basecamp menuju goa walet memakan waktu yang cukup lama, selain itu, letak goa walet yang berada di atas tebing juga menjadi salah satu factor lamanya pendataan dan pemetaan pada goa walet.
Sekitar pukul 10 kami sampai di goa walet, dan langsung melakukan instalasi alat untuk mencapai mulut goa yang berada di atas tebing dengan ketinggian sekitar 15 meter. Setelah selesai instalasi kami beristirahat untuk makan siang dan setelah itu, sejam kemudian satu per satu dati tim pemetaan mulai manjat menuju mulut goa satu jam kemudia, sekitar pukul dua siang tim memulai pemetaan goa walet. Pemetaan goa walet memakan waktu kurang lebih 2 jam 30 menit, namun pemetaan yang dilakukan tidak pada seluruh bagian goa hal ini dikarenakan batasan waktu yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu sebelum pukul 5 sore tim sudah harus keluar dari dalam goa. Setelah semua anggota tm pemetaan turun dari mulut goa walet, alat-alat pun di’cleaning’ dari tebing. Sekitar pukul 19.00 kami kembali ke basecamp, dan beristirahat sejenak. Setelah itu kami berkumpul di sekitar api unggun untuk makan malam dan evaluasi kegiatan hari ini serta briefing untuk kegiatan hari esoknya. Pukul 22.00 kami beranjak ke tenda untuk beristirahat.
Senin, 21 juni 2010
Hari kelima, sesuai dengan briefing pada malam sebelumya, kami bangun pukul 5 pagi. Beberapa dari kami yang sudah bangun terlebih dahulu langsung berinisiatif untuk memasak sarapan dan menyiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk pemetaan dan pendataan goa hari ini. Pukul 8.00 semua talah siap untuk memulai kegiatan pendataan dan pemetaan hari ini. Dalam kegiatan hari ini goa yang didata sebanyak empat goa, yaitu goa macan, goa pacet, dan goa kasir. Namu goa yang dipetakan pada kegiatan hari ini hanya dua goa saja yaitu goa macan dan goa kasir. Pada kegiatan hari ini, untuk kegiatan pendataannya kami mendapat bantuan dari pak hasan, warga desa setempat. Pak hasan membantu kami menunjukan lokasi goa-goa tersebut. Lokasi dari goa-goa tersebut cukup sulit di jangkau jika tidak ditemani oleh orang-orang yang benar-benar tahu lokasi tepatnya. Untuk goa pacet dan cibiru berada di sekitar puncak dari gunung guha.
Setelah melakukan pendataan dan pemetaan selama hamper 9 jam, pukul 16.30 kami kembali ke basecamp. Beristirahat sejenak, kemudian beberapa menyiapkan makan malam dan beberapa membereskan alat-alat yang tadi digunakan agar tidak tercecer dan gampang dicari esok paginya. Sekitar pukul 22.00, setelah selesai makan malam dan evaluasi serta briefing untuk kegiatan esok harinya kami masuk tenda untuk beristirahat setelah cukup lelah dengan kegiatan hari ini.
Selasa, 22 juni 2010
Hari keenam, seperti hari-hari sebelumnya. Kami bangun pukul 5.00, namun setengah jam kemudian baru benar-benar bangun dan memulai aktifitas. Hari ini, hari terakhir untuk saya dan rahman karena kami berdua harus kembali ke bandung untuk menemui orang tua masing-masing yang sedang berkunjung. Setelah sarapan dan menyiapkan perlengkapan pendataan dan pemetaan, kami memulai kegiatan sekitar pukul 8.00, sesuai dengan hasil briefing dan teklap yang sebelumnya sudah dibuat. Pada hari ini goa yang berhasil didata adalah tiga goa, yaitu goa G31, goa G32, dan goa saliwangsa. Dari ketiga goa tersebut tidak satupun yang dapat dipetakan, karena tidak masuk dalam criteria goa yang dapat dipetakan. Ketiga goa tersebut berada di atas tebing dan bentukannya berupa crack dengan ornament-ornamen yang telah mati(kering). Kegitan hari ini selesai lebih cepat dari hari-hari sebelumnya, ini dikarenakan ada dua orang anggota tim yang harus pulang terlebih dahulu( saya dan rahman). Kegiatan hari ini selesai sekitar pukul 15.30. Setelah beristirahat dan makan malam, pukul 19.00 dua orang angota tim tersebut kembali ke bandung(SEL), dan sampai tujuan sekitar pukul 21.00. sementara itu anggota tim yang lain, seperti biasa setelah makan malam berkumpul mengelilingi api unggun dan mengevaluasi kegiatan hari ini serta briefing untuk kegiatan esok harinya.
Rabu, 23 juni 2010
Hari ketujuh, hari terakhir tim melakukan pendataan dan pemetaan goa di daerah gunung guha, cianjur, jawa barat. Sesuai dengan hasil briefing malam sebelumnya, hari ini tim yang masi tersisa akan kembali ke bandung. Karena akan kembali ke bandung, tim menjadi sedikit lebih santai. Setelah sarapan, sekitar pukul 8 pagi, tim mem’packing’ semua alat-alat dan bersiap untuk kembali ke SEL. Namun sebelumnya mereka tidak lupa mampir ke desa untuk berpamitan dan berterima kasih pada pak ade dan pak hasan karena telah membantu kami melakukan pendataan dan pemetaan goa selama seminggu berada di gunung guha. Selain itu mereka juga berpamitan pada pak RT setempat untuk melapurkan bahwa kegiatan kami telah usai dan akan kembali ke bandung. Sekitar pukul 11 siang mereka kembali ke SEL dan sampai di SEL sekitar pukul satu siang.

Caving di Gombong





CATATAN PERJALANAN CAVING DI GOMBONG

Jumat, 26 Maret 2010, kira-kira pukul 10 malam, kita, anak-anak caving yang berjumlah 6 orang ( usie, os, yudha,yoga,muhsin dan nurul) mengadakan perjalanan ke Jawa Tengah, lebih tepatnya kabupaten Gombong, lebih tepatnya lagi kecamatan Ayah. Tujuan kita mengadakan acara ini tak lain dan tak bukan adalah melihat dan lebih mengenal goa. Di kecamatan Ayah ini kita udah masuk ke dalam 2 goa yang cukup terkenal, yaitu goa jemblongan dan goa macan.
Buat pergi ke kecamatan Ayah, butuh waktu kira-kira 8 jam, 7 jam dikereta dari stasiun kiara condong ke stasiun gombong, dan 1 jam nya lagi pakai bis dari gombong ke kecamatan ayah. Kita berangkat dari Bandung jam 10 malem, nyampe di kecamatan ayah kira-kira jam 6 pagi. Cukup menyiksa buat pantat gw yang makin lama makin menipis.hehe. di desa ayah, kita menumpang tinggal di rumah pak RT selama lebih kurang 2 hari 1 malem. Nyampe di desa ayah, kita langsung dihidangkan sarapan, padahal di jalan tadi juga udah sarapan, tapi nggak apa apa, hitung-hitung tambah energi. Hehe. Setelah istirahat dan nyiapin barang-barang buat masuk ke goa sekitar 2 jam, kita berangkat ke goa macan.
Di goa ini, rencananya kita mau SRT-an, karena dari kabar yang kita dengar di goa ini ada goa vertikalnya, panjangnya kira-kira 50 m. Tetapi karena ada satu tragedi yang sama-sama tidak kita inginkan, SRT tidak jadi dilaksanakan. Tapi, ada satu hal yang sangat menarik di dalam goa ini. Ada aula yang gede banget, terus sekitar 50 meter ke bawah ada sungai yang ngalir deres banget. Menurut cerita orang yang pernah ngeliat langsung, dibawah juga ada danaunya. Katanya juga sih, pernah ada yang diving di danau itu. Tapi sayang banget, kita belum bisa liat danaunya, kerena ga jadi SRT. Gw pribadi juga cukup kecewa sih, tapi gak apa apa, ini justru jadi motivasi gw buat balik ke goa itu lagi, buat SRT-an dan ngeliat langsung danaunya.
Setelah beresin alat-alat buat instalasi, Kita keluar dari goa macan, kira-kira pukul 3 siang. Setelah itu, kita istirahat beberapa menit di pondok deket goa sambil ngeliat pemandangan sekitar kota gombong. Abis itu, kita balik ke rumahnya pak RT. Kita langsung mandi dan bersih-bersih alat. Sekitar jam 6 sore, kita makan malam. Nah, abis makan malam kita ngobrol-ngobrol. Yah, sedikit ngegosiplah. Haha. Dan disela-sela gosip, Yoga juga ngeluarin kata-kata “alay”-nya. Ini yang bikin heboh. Haha. Tapi gw juga jadi ketularan dan sering sering ngucapin kata-kata alay, seperti “chups” yang kata Yoga artinya cupu. Hahaha. Emang alay tuh anak. Well, hari ini seru lah.



Hari kedua, kita udah berencana masuk ke goa jemblongan yang kata Yudha yang udah pernah survey kesini didalamnya bagus banget. Buat mencapai goa ini kita harus jalan sekitar 1 km, dengan tanjakan yang lumayan menyiksa. Bener aja kata Yudha, Ini bukan goa horizontal biasa, didalamnya ada sungai yang bagus banget. Gw baru pertama kali ngeliat sungai yang bener-bener gak ada sampahnya kayak gitu. Pokoknya kerenlah. Di dalm goa ini, banyak hal-hal wah yang gak kepikiran sebelumnya. Pas pertama kali ngeliat sungainya, gw gak berasa ada di dalam goa. Gw baru tahu kalo ada goa yang sekeren itu.Stalagtitnya juga masih banyak yang hidup, jadi kita harus jalan super hati-hati biar nggak nyentuh apalagi ngerusak ornamen-ornamen yang ada. Ornamen yang paling gw inget itu adalah batu yang kegantung dan ngeluarin air, kayak shower gitu deh. Itu keren banget. Selain itu juga ada bagian yang kita harus masuk ke dalamnya dengan posisi tiarap, karena sempit dan diatasnya banyak stalagtit yang menggantung. Nah, ternyata goa ini berakhirnya di goa wisata, yaitu goa petruk. Disebut goa petruk gara-gara ada batu yang menyerupai petruk didalamnya. Juga ada yang semar didalamnya.
Dari goa petruk, kita jalan balik ke rumah pak RT, sebenernya gak begitu jauh sih, cuma sekitar 2 km. Tapi karen cuaca yang lumayan panas, perjalanan terasa sangat melelahkan. Setelah jalan sekitar 1 jam, kita pun sampai di rumah pak RT dan langsung packing dan bersih-bersih, kerana takut ketinggalan kereta. Gak lupa sebelum berangkat kita makan siang dulu. Hehe.
Sekitar jam 2 siang kita udah berada di stasiun gombong lagi. Di stasiun, kita juga ketemu sama anak-anak pecinta alam dari stt telkom “ASTACALA”. Perjalanan pulang terasa lebih lama, kita berada dikereta sekitar 8 jam . Sesampainya di bandung waktu telah menunjukkan pukul 11 malam. Untungnya, papa Usie nganterin kita sampai ke ITB, jadi kita nggak perlu ribet-ribet naik angkot.
Perjalanan ke Gombong kali ini sangat seru, ngebuat kita jadi lebih tertarik dan penasaran sama yang namanya goa. Karena banyak hal-hal yang nggak kita duga ada di dalam goa.

Goa Cikaracak, Padalarang

Catatan Perjalanan ke Goa Cikaracak, Padalarang
20-21 Maret 2010

Oleh: Usie Fauzia A. (GM-022-XIX)


Perjalanan ini dilakukan karena sebenarnya kami benar-benar ngebet ingin caving dan rencana awal ke Gombong tidak jadi karena dua orang teman kami, Muhsin dan Aji, ada ujian, maka muncullah ide untuk caving di Padalarang. Rencana ini benar-benar mendadak, bahkan pada malam tanggal 19 Maret belum ada kepastian pergi ke Padalarang. Akhirnya saya inisiatif menanyakan anak-anak caving GL XIX untuk melakukan perjalanan ini dan ternyata kepastian yang ikut caving kali ini baru muncul jam dua siang hari-H (tanggal 20 Maret tepatnya hari Sabtu). Sekitar jam setengah lima sore saya baru sampai di sel (janji kumpul sebenarnya jam tiga sore). Jam enam sore saya, Yoga, Yudha, Bimo, Muhsin, dan Aji berkumpul di sel untuk membicarakan teknis lapangan dan logistik (waw baru dibicarain sekarang…?) dan akhirnya perjalanan caving sekarang kami akan memetakan Goa Cikaracak.
Sekitar jam delapan malam kami (saya, Yoga, Yudha, dan Muhsin) berangkat dari sel menuju Padalarang, tapi sebelumnya mampir ke swalayan dulu untuk beli makanan. Haha pelajaran pertama buat kami, GL baru khususnya, jangan buat teklap pas hari-H. Gara-gara mendadak kami cukup kerepotan dengan duit untuk beli bahan makanan (padahal bahan makanan kaya beras, garam, dan teman-temannya bisa didapat gratis dari rumah saya) dan tiba-tiba Yudha sadar bahwa kami lupa bawa tenda (sebenarnya tenda sudah disiapkan sama Bimo tapi lupa dimasukin ke kerir haha..). Parah, dengan modal nekat dan keyakinan bahwa malam ini tidak hujan, kami benar-benar berangkat ke Padalarang dengan menggunakan motor.
Jam 10-an kami sampai di basecamp, masih termasuk karst citatah, kebon dengan batu-batu kapur raksasa. Disanalah kami bakar-bakaran ayam (untung cuma berempat haha) dan tidur beralaskan ponco beratapkan langit karena kami lupa bawa tenda. Hari Minggu tanggal 21 Maret 2010, kami bangun pukul 06.00. Setelah solat dan ritual pagi Muhsin, kami mulai masak dengan menu nasi goreng dan martabak mi (untung cuma berempat jadi jatahnya banyak). Langsung go chao ke rumah si ibu(saya ga tau namanya map) buat siapian alat-alat dan pake coverall. Yah karena persiapan yang tidak matang, coverall yang ukurannya kecil tidak terbawa jadi saya pakai yang ukurannya kebesaran untuk badan saya. Berangkatlah kita ke Goa Cikaracak, yah bersakit-sakit dahulu lah untuk mencapai ke sana harus jalan kaki yang lumayan jauh apalagi sepatu boot saya kebesaran dan itu tidak nyaman bagi saya (dilemma berbadan kecil). Untuk mencapai ke mulut goa, kami harus turun kebon karena lokasi goa nya di bawah dan di sela-sela kebon.
Sebelum masuk, kami diberi materi oleh Saudara Muhsin, ternyata pemetaan yang akan kami lakukan sekarang tidak semudah pemetaan yang pernah dilakukan di Goa Lalay pada jaman Diksar GM dulu. Kami diajarkan memetakan aula juga. Untuk pemetaan kali ini, saya berperan sebagai descriptor, Yoga dan Yudha sebagai shooter dan stasioner (mereka sering tukeran peran). Sulit juga yah jadi descriptor, berhubung saya suka bengong dan bingung, saya sering ketinggalan data karena Yoga dan Yudha cepat sekali memetakannya. Kami tergolong lama memetakan goa nya, belum seluruh bagian goa kami petakan. Kami hanya memetakan sampai aula pertama karena ternyata butuh adaptasi untuk memetakan goa hingga lancar, juga butuh kerjasama dan konsentrasi juga buat saya, berhubung suasana goa bikin saya ngantuk dan gampang bengong.
Tidak terlalu sulit untuk memasuki goa ini, hanya beberapa turunan dan langit-langit goa nya yang lumayan rendah jadi kami harus berjalan jongkok hingga bertemu ornament besar kemudian turun ke aula, keadaan goa nya tidak basah, hanya tanah yang berlumpur membuat kami sulit berjalan dan boot saya sering copot karena sulit diangkat dan kaki saya yang terlalu kecil. Karena pemetaan dia aula lama sekali, saya pun menikmati mengambil foto ornament-ornamen goa saya masih belum menemukan flowstone yang menarik, hanya terdapat ornament-ornamen yang bentuknya menyerupai hewan-hewan. Setelah selesai memetakan aula, kami pun makan siang di sana dan karena sudah jam dua siang kami pun menyudahi pemetaan sampai di sini saja. Waw ternyata lama juga kami di dalam goa dan seperti biasa cahaya matahari tidak pernah jadi begitu dirindukan kecuali oleh kami, para penelusur goa. Yeah day light…!
Setelah keluar dari goa, kami bergegas kembali ke rumah si ibu karena cuaca mendung dan gerimis. Sekitar jam tiga sore kami pergi ke daerah dekat Sungai Citarum, tapi ternyata waduknya jebol dan kami tidak jadi main ke sana, akhirnya kami memang harus balik ke kampus dan sekitar jam setengah tujuh malam kami sampai di kampus dan langsung menunaikan kewajiban kami yaitu cuci-cuci alat yang penuh dengan lumpur.
Perjalanan yang menyenangkan bagi saya apalagi dengan teman-teman caver yang aneh-aneh sifatnya membuat saya ingin caving lagi diberbagai goa yang pasti diluar ekspektasi saya. SEMANGAT…!

Latihan Gabungan Susur Goa





Catatan Pejalanan Latihan Gabungan Susur Goa
Tasikmalaya, 30 April – 2 Mei 2010
Oleh: Usie Fauzia A. (GM-022-XIX)

Latihan gabungan caving kali ini diselenggarakan oleh Tasikmalaya Caving Community (TCC). Pada awalnya cavers GL XIX yang bisa ikut hanya saya dan Yudha, sedangkan Nurul, Yoga, Bimo, dan Aji ada prioritas lain. Nekat memang apalagi bos-bos caving (Muhsin dan Os) tidak bisa ikut juga. Ya sudahlah the show must go on…saya tetap melakukan persiapan, tanya sana-sini tentang latgab tahun lalu, tanya prosedurnya ke panitia karena ternyata tanggal 30 April kami ada UTS jadi kami baru bisa pergi Jumat malam sehabis UTS. Saya terus membujuk teman-teman saya untuk ikut latgab, ternyata Yoga berhasil terhasut oleh saya haha…alhasil dia ikut latgab dan izin dari kadwil di fakultasnya.

Karena kesibukan masing-masing apalagi UTS Fisika membayang-bayangi kami, saya menginstruksikan kepada Yoga dan Yudha untuk menecek alat-alat yang harus dibawa seperti SRT Set dan alat explore goa. Hanya dicek sadja dan kami mulai beres-beres logistik jumat sore sehabis UTS dan rapat, yaah sekitar jam 7 kami baru mulai masukin alat-alat ke kerir. Ternyata Onye alias Rahman ikut latgab dan Pak Muhsin pun ikut juga. Mereka terharu melihat kesungguhan kami (hoek…). Rencana awal kami pergi ke Tasik dengan kereta, ternyata anak Bramatala (mapala Widyatama) ngajak bareng, oh mereka senasib dengan kami harus ujian dulu, kami pun mulai menodong motor anak-anak sel. Motor Ka Aldi, Johan, dan Andi berhasil kami todong. Jam setengah sembilan (telat 30 mnt dari rencana awal) kami berangkat ke Widyatama. Dari Bramatala ada Cacing, Fajar, dan Rizal. Dengan empat motor, kami pun berangkat ke Tasik.

Jam 12 malam kami sampai di Tasik kota dengan selamat walau di perjalanan sopir dan penumpangnya terkantuk-kantuk, apalagi Yoga hampir mencium truk (nyaris). Karena kami tidak tahu sekre TCC, kami berhenti di swalayan Jalan Mitra Batik untuk menunggu panitia. Entah karena capek atau shock hampir mencium truk, Yoga pun tepar. Lumayan lama kami nunggu karena walau panitia telah datang kami tetap harus nunggu satu motor lagi yaitu motor Fajar dan Rizal yang nyasar di warung. Jadi totalnya kami baru sampai di sekre TCC jam 01.00 WIB. Berbincang-bincang sebentar dan kami langsung istirahat di tempat (tidur di ruang itu juga karena males bergerak ke ruang yang disediakan untuk tidur). Kami harus bangun jam lima subuh agar ke lapangan tepat waktu, tapi manusia hanya bisa berencana, anak-anak pada bangun jam 6 pagi. Terima kasih kepada Muhsin, karena kebiasaan menunaikan tugas sucinya dan bau kentutnya dia, saya terbangun jam setengah 6 (hoek…). Setelah solat, saya bantu panitia membangunkan teman-teman jam 6 pagi. Tanpa cuci muka dan sebagainya, setelah bangun mereka langsung manasin motor dan angkut kerir masing-masing. Bersama panitia kami berangkat ke tempat latgab yaitu di Desa Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya. Lumayan jauh, sekitar 2 jam dari Tasik Kota dengan menggunakan motor. Jalan dari jalan raya menuju pedesaan juga sangat ‘off road’ sekali dan lumayan jauh.




Sekitar pukul setengah sembilan pagi kami tiba di rumah penduduk yang dijadikan base camp. Hmm…seperti bukan kawasan karst yang sering terlihat pada umumnya…tidak ada conical hills, jadi sepanjang perjalanan saya menebak-nebak dimana lokasinya karena si conical hills belum muncul juga, ooo ternyata daerah ini termasuk karst tertutup (kata Pa Mucin), tapi terlihat kok banyak batu gamping di sana-sini. Saatnya ganti kostum dan mempersiapkan logistik yang diperlukan seperti srt set dan makanan. Dari base camp ke lokasi goa ternyata sangat jauh sekali (lebay tapi memang benar sih) ditambah dengan jalan yang menanjak dan kostum kita yang panas banget…seperti biasa saya barisan depan karena saya sadar kalau saya di belakang takutnya ketinggalan he…ternyata bukan saya saja yang ngos-ngosan, yang lainnya juga ngos-ngosan (ya iya lah). Sampai di lokasi goa, kami langsung berebut air minum, wow ternyata ramai sekali, ada apa ini? Ooo…pada ngantri mau mencoba srt di goa vertical ini. Sambil menunggu, salah satu panitia ada yang manjat, bukan rock climbing, tapi coconut climbing, ya berburu kelapa muda karena semuanya kehausan dan kebetulan yang empunya ladang kelapa sudah mengizinkan kelapanya di babat oleh panitia (dan juga peserta).

Sebelum kami turun goa, kami ikut latihan srt dulu di pohon karena kami belum mengenal srt intermediate atau deviasi. Anak Bramatala langsung turun goa. Wow ternyata yang latihan srt banyak juga. Kami pun harus mengantri untuk bisa srt di pohon. Tidak hanya mapala yang ikut latgab ini, banyak anak-anak sispala juga yang ikut dan nampaknya mereka belajar dari dasar, dari pengenalan alat sampai srt. Itu yang membuat kami lama menunggu. Saking lamanya kami suruh Onye untuk manjat pohon kelapa dan mengambil beberapa untuk dimakan. Masih kelamaan juga, Yoga dan Mucin sempat tertidur. Akhirnya giliran saya srt, karena sudah sangat lama saya tidak srt-an, memasang alat pun jadi tidak selancar dulu apalagi saat bagian memasang tali dan mengunci autostop (pesan sponsor: rajinlah latihan biar ga gampang lupa). Saya mencoba dua lintasan: polos dan intermediate. Saat di lintasan intermediate, ada panitia yang menginstruksikan sehingga lancar-lancar saja dan jadinya tidak terlalu lama menggantung. Selesai saya maencoba, saatnya giliran Yudha, Yoga, Onye, dan Mucin. Karena sudah jam 12 siang, kami pun inisiatif untuk masak sambil menunggu giliran mereka. Masak seadanya karena bumbu dapur di rumah saya habis huhu, kami pun masak nasi goreng dengan telur yang ga ada rasanya (garam di rumah juga habis). Naas tapi tetap habis karena laper.



Selesai latihan, kami pun pergi ke goa vertikal yang tadi kami datangi pertama kali, oh ternyata masih ngantri, yaah…kami menunggu lagi, tiduran lagi, dan si Yoga pun membaca Brady, buku kimia yang saking tebalnya bisa dijadikan bantal. Kalu diperhatikan, goa vertical ini hanya berupa retakan tanah saja karena tidak ada lanjutan secara horizontal pada dasar gua, dalamnya pun kurang dari 20 meter. Karena bosan menunggu, kami pun mengekor Mucin yang pergi ke lokasi goa lain yang dijadikan tempat ke dua untuk latihan srt. Goa yang ke dua ini pun tipenya sama dengan goa yang pertama karena pada dasarnya ini hanya retakan besar di tanah, mulut goa ini lebih besar dari mulut goa yang pertama. Yaah…kami tetap harus mengantri walau peserta di sini lebih sedikit daripada peserta di goa pertama karena di sini isinya panitia semua…para cavers yang dari mukanya (-__-;) saja sudah ketahuan jago dan peserta-peserta yang sudah expert (lebay). Waa saya jadi merasa paling junior di sini mengingat ini adalah srt pertama saya langsung di lapangan. Di sini kami bertemu lagi dengan anak-anak Bramatala yang entah habis dari mana. Pada saat mau turun, entah karena grogi atau bukan saya jadi lupa apa dulu yang dilakukan buat turun, mengingat selama ini kalau latihan srt di kampus kami naik dulu baru turun, sekarang turun dulu, daripada ketahuan bingung, saya minta bantuan panitia yang bernama Ka Bambang (bukan Bengbeng KMPA). Oo ternyata autostop nya dikunci dulu, lalu pasang jumar, dan buka autostop turun deh. Belum apa-apa saya sudah menjumpai line intermediate, untung masih fresh jadi ga ada masalah. Saya turun sedalam 20 meter. Benar-benar hanya retakan tanah karena tidak ada ornament atau kenampakan goa yang lain. Batuannya basah dan di dasar 20 meter masih ada tanaman, saya tidak perlu menyalakan headlamp karena masih cukup cahaya bagi saya. Setelah sampai dasar, saya naik lagi karena tak ada yang menarik. Lancar-lancar saja hingga saya keluar dari mulut goa. Wuih lumayan deh tapi ga capek-capek banget. Saatnya giliran Yoga, Yudha, Onye, Cacing, dan Fajar.

Hingga saat magrib, tinggal Yudha dan Cacing yang belum kebagian turun. Lumayan memakan waktu yang lama juga. Naas bagi Yudha, pada saat dia turun, panitia menawarkan makan bancakan bersama. Entah karena saya yang kelaparan atau yang lain lagi malas makan, saya menjadi last girl standing, jadi malu karena ketahuan makannya banyak (akhirnya saya bisa mengerti perasaan Nurul, cewek di GL XIX yang makannya banyak banget -___-). Kembali ke topik srt, sampai setelah selesai makan srt pun dilanjutkan kembali bagi yang belum turun. Karena menunggu sampai semuanya kebagian turun, saya pun tertidur hingga waktunya beres-beres karena materi hari ini sudah selesai. Itu artinya saya harus berjalan sangat jauh sekali untuk sampai ke base camp. Long march pun dimulai dengan menuruni bukit, banyak menelan korban juga alias kepeleset karena turunan dan gelap. Sampai juga di base camp, walau sudah malam, udara tetap panas. Sambil menunggu rapat evaluasi dimulai, lagi-lagi saya tertidur di teras rumah. Evalusi pun dimulai di dalam rumah, saya disuruh masuk mengikuti evaluasi. Pada intinya materi hari ini berjalan molor dan tidak sesuai target (target awal vertical rescue juga selesai hari ini) karena ternyata peserta banyak yang belum mengenal alat-alat srt sehingga harus diajarkan dari dasar. Keputusan lain dari rapat ini adalah besok akan ada materi vertical rescue dan pemetaan Goa Bojong. Tim dibagi dua sehingga mudah-mudahan tidak mengantri dan materi akan dimulai jam tujuh pagi. Tidur………………..!!

Minggu, 2 Mei 2010, saya bangun jam enam pagi. Oh masih banyak yang belum bangun. Pada latgab ini, yang perempuan tidur di dalam rumah dan yang laki-laki tidur di tenda. Saya jadi ingat teman-teman saya yang mendirikan flysheet merah di depan rumah warga, pasti mereka belum bangun. Waw ajaib…! Saya melihat mereka sudah bangun, bahkan Yudha dan Onye sedang masak.Saya rasa tidak perlu lah kita membahas makanan. Seselesainya makan, kami masih bersantai-santai karena walau sudah jam tujuh pagi, belum ada tanda-tanda materi akan dimulai bahkan banyak peserta yang masih masak atau mandi. Waktu luang itu kami gunakan untuk beres-beres di dalam flysheet merah sambil berbincang-bincang (-__-) dan menikmati teh panas. Sekitar jam setengah sembilan toa pun berbunyi tanda materi akan segera dimulai. Jadi materi dibagi dua menjadi vertical rescue dan pemetaan Goa Bojong, kalau keburu peserta bisa bertukar materi. Kami memutuskan untuk ikut materi vertical rescue dulu. Waw sedikit ternyata yang ikut materi vertical rescue. Saat materi berlangsung, saya merasa bingung karena caranya tidak dijelaskan, hanya dipraktekan. Kemudian peserta saling sharing metoda-metoda vertical rescue dan pak Mucin memeragakan metoda counter balance dengan Onye sebagai korban. Kemudian ada Ka Nizar dan Ka Jaya (Palawa Unpad) memeragakan rescue yang tekniknya mengangkat korban ke atas. Yoga pun ikut mencoba dengan Onye sebagai korban. Oh tiba-tiba Cacing (Bramatala) datang dan mengajak explore Goa Bojong. Saya dan Yudha pun menhianati Yoga dan Onye yang tengah tergantung di pohon.

Saya dan Yuda bersiap-siap dengan memakai coverall yang lagi dijemur, setelah siap, saya, Yudha, Cacing mulai berjalan menuju Goa Bojong. Tidak jauh dari base camp kita, terdapat sungai yang mengalir keluar dari mulut goa. Goa Bojong menjadi semacam terowongan raksasa bagi sungai ini, dari awal mulut goa hingga ujung mulut goa lagi seluruhnya berair karena memang jalur sungai. Kami pun menyusuri goa melawan arus sungai. Waa belum apa-apa tinggi airnya sudah seperut saya, ditambah lagi lumpur yang membuat saya susah berjalan. Saya pun menitipkan kamera pada Yudha yang lebih tinggi dari saya. Goanya cukup lebar dan tinggi, tampaknya Cacing kegirangan, dia berenang, ah airnya tidak sejernih sungai bawah tanah di goa Gombong, airnya lumayan coklat. Tak jauh kami berjalan nampak suara-suara yang sepertinya peserta latgab. Benar saja mereka ada yang sedang berenang dan ada yang duduk di ornament goa, ah buruk sekali, kedatangan saya disambut meriah dengan teriakan, ”Foto…foto…!!”. Oh mereka menyambut kamera yang saya pegang, bukan menyambut saya (-______-). Setelah sesi foto, kami melanjutkan explore goa, ternyata materi pemetaan goa nya selesai sampai di tempat foto-foto tadi. Kami pun melewati lorong berair yang menurut saya lumayan, tapi belum terlihat ornament yang menarik nih.

Akhirnya sampai di lorong kecil yang sempit karena banyak stalaktit ditambah dengan air yang makin meninggi, untung panitia sudah memasang tali di sisi kanan dinding goa, waw ternyata memang tinggi airnya melebihi tinggi badan saya. Sial saya tidak bisa mendokumentasikannya, padahal banyak ornament yang lumayan, apalagi setelah keluar lorong kecil itu banyak kanopi yang memercikan air…ahh saya tidak foto kanopi-kanopi itu. Entah karena waktunya terburu-buru atau hal lain, panitia menyusuri goa dengan cepat, saya tidak sempat hunting ornament-ornamen untuk di dokumtasikan…ahh sayang sekali. Akhirnya tu kamera saya serahkan ke Yudha karena saya yakin tidak akan sempat foto-foto ornament goa dan lorong yang berair. Hopeless. Saya pun mengikuti panitia, terus menyusuri goa yang airnya makin tinggi dan sangat berlumpur. Kadang kami harus lewat samping atas untuk menghindari air yang sangat dalam, tapi tetap saja saya harus melewati lorong berair yang tinggi airnya lebih tinggi dari saya sehingga saya harus berpegangan pada Yudha.

Dalam Goa Bojong ini, ornament yang dapat dilihat bermacam-macam, ada pilar yang sangat besar, kanopi, stalaktit, teras, dam alami, hingga stalakmit yang masih muda (masih putih). Walau bermacam-macam, ornament-ornamen ini warnanya tidak bagus, umumnya tidak putih (kecuali stalakmit). Kondisi di dalam goa pun banyak sampah, mungkin sampah rumah tangga masyarakat yang terbawa aliran sungai dan nyangkut di dalam goa. Pada saat melewati celah kecil karena terhalangi dinding goa yang besar, saya mulai merasakan bau-bau guano (yaks..) dan akhirnya saya pun melihat cahaya matahari…mulut goa pun terlihat…sesampainya di mulut goa, kami pun istirahat sebentar di bebatuan sungai. Saya, Yudha, dan teman lainnya memutuskan lewat jalan darat untuk mencapai base camp, sedangkan Cacing dan salah satu panitia memutuskan backtrack ke dalam goa karena ternyata Fajar dan Rizal (Bramatala) menunggu di dalam, atau karena Cacing ketagihan?

Ahhh…ternyata jalan darat melelahkan sekali, naik turun bukit ditambah dengan lewat pesawahan. Sesampainya di basecamp saya langsung mencari kamar mandi, ternyata semua kamar mandi umum dipakai, terpaksa saya memakai kamar mandi umum di dekat musola yang jaraknya lumayan jauh dari base camp. Selesai mandi dan sekembalinya di base camp, ternyata semua peserta sudah datang dan sibuk packing karena materi latgab telah selesai. Ternyata flysheet merah kami telah dibereskan begitu pun dengan logistic, sudah ter-pack dengan rapi, kecuali boot dan coverall saya. Setelah kami dan anak-anak Bramatala siap, sekitar jam empat kami meningalkan base camp menuju sekre TCC. Rupanya terlambat dua jam dari rencana panitia, panitia merencanakan materi selesai dan peserta bisa pulang jam dua siang, karena ada masalah peralatan yang saling tertukar dan administrasi, kami pun terpaksa menunggu sampai jam empat.

Saat menuju Tasik kota, pada waktu magrib, motor yang ditunggangi Cacing dan Yudha mengalami pecah ban. Saya, Mucin, Onye, Yoga pun turut berhenti dan ikut ke tempat tambal ban. Kebetulan sekali ada warung baso, sekaligus saja menunggu motor sambil makan malam. Jam tujuh malam kami mulai berangkat lagi menuju sekre TCC. Sekitar jam delapan malam kami tiba di sekre TCC, tanpa basa-basi kami langsung pamitan dengan semua peserta dan panitia yang sedang berkumpul disana. Jam setengah sembilan kami (KMPA dan Bramatala) beranjak dari sekre TCC menuju Bandung. Waa…hajar saja lah…karena besok kami harus kuliah. Perjalanan pulang selama kurang lebih tiga setengah jam bersama angin malam dan truk-truk barang berhasil membuat saya tepar, masuk angin, dan demam. Pesan moral: selalu pakai jaket kalau melakukan perjalanan dengan motor. Haha., tapi saya tidak pernah kapok, perjalanan latgab yang menyenangkan walaupun selalu ada kekurangan dan ketidakpuasan. Harapan saya sih, dalam kegiatan caving, etika caving harus dapat disepakati dan dijalankan oleh semua cavers, seperti tidak memegang atau menginjak ornament-ornamen muda yang masih tumbuh, tidak menduduki kanopi, dan tidak meninggalkan sampah di dalam goa karena kita (cavers) harus ikut bertanggung jawab menjaga ekosistem goa yang sensitif. Hoho…!! KMPA….GANESHA….!!

Perjalanan Pintu Angin





CATATAN PERJALANAN PINTU ANGIN
JULI 2010

Oleh Johan Santoso
GM-012-XIX

Jadi ceritanya kami GL GH XIX ingin mengadakan latihan navigasi darat tertutup. Tapi karena satu dan lain hal akhirnya hanya saya dan Bainul yang bisa mengikuti latihan ini. H-1 keberangkatan kami kumpul di sel untuk merencanakan latihan besok. Rencananya kami akan latihan di daerah Cikole dan finish di desa Cibeusi. Jalur sudah kami susun dan gambaran penampang pun sudah kami gambar di millimeter block.
Hari H pukul 08.00 kami berkumpul di SEL untuk melengkapi logistic kelompok. Kami belanja makan dan barang-barang kelompok lainnya. Rencananya kami berangkat pukul 12.00.
Sekitar pukul 13.00 kami selesai packing. Kami pun siap berangkat. Tapi ada usulan dari beberapa pembina untuk mengganti latihan ini menjadi galatuping agar lebih banyak anggota GL yang bisa mengikuti kegiatan ini. Kami pun berdiskusi dengan teman-teman yang lain. Akhirnya kami sepakat untuk mengadakan galatuping ke Pintu Angin selama semalam dengan peserta Johan, Bainul, Fanka, Hasti, Cahyo, Andy, Fya, Affan, Alam, Jarwo, Yanu, dan Maman.
Beberapa anggota kelompok berangkat menuju pintu angin menggunakan angkot. Kami berangkat dari SEL pukul 5 sore. Kami menggunakan angkot caheum ledeng yang berhenti di terminal ledeng. Lalu dilanjutkan dengan angkot yang menuju terminal Parongpong. Dari terminal Parongpong kami melewati villa Istana Bunga untuk menuju ke pintu angin. Dari Istana Bunga kami memotong punggungan sehingga kami langsung tiba di jalan setapak menuju pos pintu angin.
Tiba di sana hari sudah gelap. Kami melapor ke pos pemeriksaan dan disambut oleh seorang petugas (sebut saja Bonges). Kami diminta membayar uang administrasi sebesar Rp 5000. Tapi akhirnya kita tawar menjadi Rp 3000. Kami langsung menuju tempat camp yang biasa kami gunakan. Tapi sayangnya sudah ada kelompok lain yang menggunakan tempat itu. Akhirnya kami berjalan lagi sehingga menemukan tempat camp yang strategis di samping jalan setapak.



Kami langsung membuat camp, api, dan memasak makan malam. Setelah makan malam selesai kami santap, acara dilanjutkan dengan obrolan santai. Anggota tim lainnya baru tiba sekitar jam 11 malam. Acara tetap dilanjutkan dengan obrolan santai.
Malam itu kami habiskan dengan membicarakan kelanjutan ekspedisi GL GH, pentingnya komunikasi dalam tim, hal-hal ringan lainnya, dan tentunya minum kopi. Kami pun mengobrol panjang lebar mengenai pengalaman di subdivisi kami, baik suka maupun duka.
Matahari pun terbit. Kami mulai merasa ngantuk. Sebaliknya Maman justru semakin bergairah untuk mendaki ke puncak Gunung Burangrang. Kami pun masuk tenda dan tidur. Sedangkan Maman pergi mendaki sendirian ditemani dengan kamera kesayangannya. Sekitar pukul 7 pagi kamni dibangunkan oleh anggota Kopassus yang tidak senang dengan keberadaan camp kami. Kami pun disuruh membongkar camp. Setelah segelas kopi, anggota itu pun melunak. Kami justru mengobrol tentang pecinta alam dan pengalamannya perang di Aceh dan Papua.
Tidak lama kemudian ia pamit untuk melanjutkan patrol. Kami juga membereskan camp untuk siap-siap pulang ke Bandung. Setelah makan pagi, kami jalan menuju Pintu Komando. Sekitar 2 jam kemudian kami tiba. Kami naik angkot menuju terminal Parongpong. Dari situ kami naik angkot ke terminal Ledeng dan dilanjutkan dengan angkot caheum ledeng sampai di ITB.

Sabtu, 28 Agustus 2010

Latihan Survival di Ciherang




Latihan Survival Ciherang
Yang ikut:
dari GL ada 6 orang yaitu: Budi, Putra, Bainul, Idham, dan Johan
pembimbing ada 5 orang yaitu: Andi, Fya, Afan, Yudi, dan Gustav
Perjalanan latihan survival di Ciherang dimulai hari Jum'at tanggal 11 Juni 2010. Sesuai
kesepakatan, yang ikut latihan survival Cicenang ngumpul di sel jam 7 pagi. Namun dasar
kebiasaan, peserta tetap saja telat. Akhirnya setelah menunggu selama beberapa saat kami semua
berangkat menuju lokasi latihan survival jam 10.30
Kami berangkat menuju lokasi menggunakan carteran yang langsung menuju Tadjur, nama salah
satu desa di daerah Purwakarta. Tapi menurut Yudi dan Gustav, ada baiknya kita pergi
menggunakan kendaraan umum. Jika menggunakan kendaraan umum, dari sel menuju Ciroyom. Di
Ciroyom naik bus yang ke arah Purwakarta lalu turun di pertigaan Wanayasa. Setelah itu naik ojek
menuju ke desa Pasanggrahan kemudian langsung menuju desa Tadjur.
Kami sampai di Tadjur sekitar pukul 11.30. Kami lalu shalat jum'at di masjid yang ada di desa itu.
Lalu dilanjutkan dengan menikmati berbagai makanan sebelum mulai latihan survival. Kami semua
menikmati mie yang kami beli di warung dekat masjid. Sebagian menikmati baso yang kata Gustav
harganya cuma 2000.
Hari 1
Sekitar pukul 1 siang latihan survival dimulai. Kami mulai melakukan ormed untuk menuju sungai
Ciherang. Namun karena sedikit kesulitan, kami bertanya langsung kepada penduduk sekitar. Begitu
tahu rute menuju sungai Ciherang, kami langsung jalan.
Kami memutuskan untuk berjalan menyusuri sungai. Beberapa kali kami harus berbasah-basahan
karena nyebur ke sungai. Ketika hari sudah terlalu, kami memutuskan untuk camp. Budi yang
mengusulkan tempat camp tapi tempat itu ditolak. Gustav kemudian memimpin kami menuju
tempat camp yang sebenarnya. Kami langsung membuat bivak alam dan mulai mengumpulkan
makanan seperti jantung pisang dan batang pisang. Andi menemukan kodok. Lumayanlah
setidaknya ada daging buat makanan survival.
Ketika evaluasi kami tahu kalau tempat tadi tidak cocok buat camp survival. Selain itu tempat itu
juga terlalu jauh dari sumber air. Evaluasi lainnya ialah kami kurang dalam hal komunikasi
sehingga bivak cukup lama jadinya. Selain itu bivak kami juga masih jelek karena masih ada lubang
di atapnya. Dan yang paling penting kami belum membuat plot jalur mana yang akan kami lewati
dan titik tujuan.
Kami kemudian makan batang pisang dan jantung pisang yang direbus. Cukup lezatlah ketika masamasa
survival. Daging kodok tadi cuma dimakan sama Andi, Yudi, Gustav dan Johan. Yang lainnya
enggan mencoba dengan alasan haram. Ngobrol berlanjut masalah makanan haram. Sambil itu kami
mulai memplot jalur.
Hari 2
Hari kedua survival kami bangun pagi sekitar pukul 05.30. Arbi yang paling bisa bangun pagi
berhasil melakukan tugasnya walaupun dengan susah payah membangunkan yang lain. Setelah itu
semua kerja sesuai pembagian tugasnya. Ada yang masak, ada yang ambil air.
Sekitar pukul 08.30 kami semua baru selesai menikmati batang pisang rebus. Selanjutnya kami
melakukan pemanasan dan “tawuran” untuk menghancurkan camp survival. Setelah itu baru
perjalanan dilanjutkan kembali.
Sesuai plot jalur kami menyusuri sungai. Awalnya kami menebas-nebas pohon karena tak ada jalan
sehingga perjalanan agak lambat. Ketika Idham menemukan jalan setapak perjalananpun menjadi
cepat dan tetap mengikuti sungai. Di tengah perjalanan hujan turun cukup lebat. Sekitar pukul 12.30
kami tiba di sebuah aula yang kata Andi tempat dia acara akhir. Andi memutuskan untu membuat
camp tak jauh dari tempat itu.
Semua langsung mulai kerja mendirikan bivak. Dan dalam dua jam bivak jadi tapi bivak milik GL
atapnya roboh karena kelebihan beban. Para GL akhirnya tetap lanjut memperbaiki bivak. Malam
harinya diisi dengan kedinginan karena hujan siang tadi dan api ga bisa nyala.
Malam hari dilanjutkan dengan makan batang pisang rebus, jantung pisang rebus dan godaan untuk
mengakhiri survival. Godaan semakin tak tertahankan stelah melihat biskuit togo. Obrolan
kemudian berlanjut tentang evaluasi dan persiapan buat hari berikutnya dan juga masalah survival
dan trap hewan. Lalu ada obrolan tentang alien gara-gara Budi melihat fenomena aneh di langit.
Juru bicaranya Yudi yang jurusan Astronomi. Dan akhirnya kami semua memutuskan untuk
menutup survival pagi pada hari 3.



Hari 3
Tiba-tiba semua bisa bangun pagi sekitar pukul 05.30 tepat waktu. Karena hari ini penutupan
survival, semua mulai masak. Selama masak kami ngobrolin dajjal dengan jubirnysa Gustav.
Awalnya kami masak nasi kemudian baru masak mie. Di atas daun pisang nasi ditumpahkan
dibumbuhi mie dan kering tempe. Kami yang sudah ga sabaar langsung menghabisi makanan tadi
sampai bersih tak tersisa.
Kemudian kami melakukan penghancuran bivak survival. Kali ini Idham menjadi tokoh utama.
Sehabis itu kami melakukan pemanasan dan perjalanan kembali dilanjutkan. Idham memimpin di
depan dan Putra sebagai navigatornya. Setelah melakukan ormed, kami memutuskan untuk naik
suatu punggunangan sesuai plot ke arah tenggara. Ternyata itu merupakan punggungan yang salah.
Kami kemudian melakukan ormed lagi dan memutuskan untuk memotong ke arah timur laut. Jalan
yang kami lewati cukup terjal dan melelahkan karena harus nebas sana-sini.
Akhirnya setelah istirahat makan siang energi terisi penuh dan kami menemukan jalan setapak.
Kabar bagusnya jalan ini berada di punggungan yang kami plot. Kami susuri jalan ini sehingga
kami sampai di puncakan antara Gunung Burangrang dan Gunung Masigit. Di puncakan ini kami
sudah bisa melihat kebun dan jalan raya. Akhirnya tanda-tanda peradaban muncul juga.
Kami langsung tancap gas menuruni puncakan menuju pelana sebelah Gunung Masigit. Begitu
sampai kami belok kiri menuju jalan yang di ddaerah latihan koppasus (komando). Kami ikuti jalan
hingga sampai di jalan raya. Dari situ kami naik angkot carteran warna kuning menuju Bandung.
Kami tidak langsung ke kampus, kami mapir dulu ke De Kost, tempat makan seafood. Dengan
carrier di punggung dan pakaian kotor, kami tampil beda. Kami langsung memesan makanan
dengan mempertimbangkan budget yang tersedia. Ada yang pesan Gurame bakar, cumi-cumi dan
ayam. Kami saling berbagi lauk karena ada sebagian yang lauknya belum datang-datang bahkan
ketika nasi sudah habis dan perut sudah penuh. Begitu selesai makan kami langsung pergi menuju
kampus tercinta dan tiba sekitar pukul 20.30 malam. Akhirnya perjalanan latihan survival usai dan
siap menonton piala dunia.