Jumat, 16 Maret 2012

Menaklukkan Tebing Lawe



Conquer Lawe Cliff!

Oleh : KMPA Ganesha ITB sub divisi Rock Climbing

                   Kisah dimulai ketika kami merencanakan untuk membuat perjalanan menuju Tebing Lawe yang terletak di Desa Kendaga , Banjarnegara Jawa Tengah. Perjalanan kami kesana dimaksudkan untuk menambah pengalaman sekaligus untuk mengaplikasikan ilmu yang telah kami dapatkan di sub divisi kami tercinta ini . Dan pemilihan lokasi yang berada di luar Jawa Barat dipilih karena KMPA masih memiliki sedikit data tentang tebing-tebing yang di luar Jawa Barat, jadi ibaratnya sekali mendayung , dua tiga jeram terlalui. Untuk itu sebelumnya dari jauh-jauh hari, kami telah berlatih untuk tebing Andesit yang konon merupakan tebing tertinggi di Jawa Tengah ini. Rencananya kelompok pemanjat akan terdiri dari tiga orang yaitu , Dika , Inda dan Joseph. Sedangkan pembimbingnya adalah Bambang , Brian dan Maul.
                   Tapi tak kenal maka tak sayang…Setelah sebelumnya mencari info dari ASTACALA Telkom maka pada tanggal 2 Juli 2011, dilakukanlah survey Tebing Lawe yang dilakukan Dika dan Inda , (tanpa pembimbing soalnya tugas pembimbing yang tidak dapat diabaikan) sehingga dengan langkah tak gentar berangkatlah dua orang ini menuju target sasaran sebagai surveyor (yang akhirnya malah mirip wisatawan nyasar)…Setelah beberapa hari di Purwokerto , untuk mengurus perijinan di KPH Banyumas Timur dan Polres Banjarnegara dan melihat langsung kegagahan tebing Lawe dari dekat ( ditemani teman-teman dari FAKTAPALA STAIN Purwokerto dan UPL MPA Unsoed), ketika sudah puas dengan info yang kami dapat (dan Lumpia BOOMnya…) kamipun pulang ke Bandung pada tanggal 7 Juli 2011.
                   Presentasi untuk massa KMPA pun disiapkan dan setelah dua kali presentasi yang alot ( dan perencanaan hal lain) , kamipun menarget untuk berangkat tanggal 17 Juli malam , naik kereta dari Kiaracondong menuju Kroya yang bertarif Rp 20.000 per orang. Tapi malang tak bisa dihalang , galau tak bisa dihalau, kami mendapat kabar bahwa salah satu “brother-in-arm” kami , Joseph , yang juga merupakan kelompok pemanjat berhalangan untuk meramaikan jagat penaklukan Tebing Lawe karena ayahanda beliau yang sakit keras di kampung halaman . Walaupun kami merasa  sedih karena rekan memanjat yang berkurang , semangat kami tetap menyala untuk menaklukkan tebing Lawe , dan posisi pengganti Joseph dianugrahkan pada salah satu pembimbing kami , Bambang.
                   Setelah menyiapkan alat dan logistik yang akan dibawa , Malam hari , 17 Juli 2011 pukul 19.30 , kami bersiap berangkat menuju Kircon , tapi apa dinyana…kakak kami tercinta yang baru lulus tahun ini , Sani, menraktir kami di McDonald Dago. Kamipun menikmati makan malam yang nikmat disana ( …Inda makan Big Mac, gila emang kekuatan cewek satu ini…-_-) . Setelahnya , kami menuju KiaraCondong dan bertemu dengan Maul yang menanti di depan gerbang.
                   “Lama amat sih…” tukas Maul.
                   “Ya sori, kita ke McD dulu…nih dibeliin burger.” Jawab Brian.
                   Maka jadilah kereta berangkat jam 21.30 , dengan keadaan kereta yang padat merayap. Kami harus bertahan selama 7.5 jam disana ( hal ini tidak berlangsung lama, karena sejam kemudian gerbong kesatu dibuka , dan kami semua bisa tiduran disana…^^)
                   Pukul 05.00 pagi , 18 Juli 2011 , kami tiba di Kroya. Setelah itu langsung melanjutkan perjalanan menuju Purwokerto dengan bis yang berkisar Rp 6000-8000 perorang. Perjalanan memakan waktu satu jam dan ketika kami tiba di terminal Purwokerto (dengan keadaan capai dan lapar) , kami bermaksud untuk singgah di UPL MPA Unsoed sekaligus untuk mengambil surat ijin dari KPH yang telah kami ajukan pada survey lalu. Kami disambut dengan hangat dan untuk menemani kami mengambil surat maka jenderal besar UPL ‘Mas Anas’ langsung menawarkan diri untuk mengantarkan . Jadilah Mas Anas dan Dika , mengambil surat ijin di KPH yang memakan waktu dua jam karena pengelolaan surat yang berbelit-belit (Indonesia…indonesia…-_-)
                   Setelah surat KPH di tangan , target selanjutnya adalah mengambil surat ijin dari Polres Banjarnegara dan membeli logistic di Banjarnegara. Dengan bus bertarif Rp 15.000 dan waktu 2 jam , kamipun tiba di Banjarnegara. Cuaca sudah mulai mendung kala itu, tanda kalau kami harus bergerak cepat. Tugaspun dibagi dan ditentukan kalau Dika dan Brian mengambil surat ijin di Polres , Inda dan Maul membeli bekal makanan dan Bambang menunggu di musholla. Pengambilan surat di polres tidak terlalu bertele-tele dan setelahnya kami makan siang. Lalu dengan bis yang menuju Greseng {?Apaan ya lupa,tolong koreksinya}, kami menuju Desa Kendaga yang memakan waktu 30 menit dan uang Rp 20.000 (untuk kami semua) . Kami tiba di basecamp rumah Pak Marjuki yang terletak di depan musholla pukul 16.45. Disana kami bertemu dengan anak-anak MAHITALA Unpar , yang mempunyai niat mulia yang sama dengan kami yaitu menghancurkan tebing Lawe, …jreng…jreng…dung..tak …”Siapakah yang akan memenangkan pertarungan ini?”
                   Yah, lanjut…karena cuaca yang sudah gerimis dan sangat berkabut maka acara orientasi medan sore ini ditunda besok pagi, dan kami pun meracking alat saja. Sementara anak mahitala yang pergi ke top lewat jalur belakang sampai pukul 20.00 malam belum tampak batang hidungnya, ( padahal hujan loh…malam-malam lagi, apa nggak takut diculik tuh…) Dan setelah mendiskusikan strategi penyerangan untuk besok bersama Bambang , Brian dan Maul , kamipun beristirahat untuk memulihkan kondisi kami.
                   Paginya pukul 05.25, Selasa 19 Juli 2011. Kami bangun dan memasukkan alat-alat yang diperlukan ke dalam carrier sementara Inda dan Maul menyiapkan makan pagi. Kamipun berangkat pukul 08.30 dari rumah Pak Marjuki menuju tebing yang memakan waktu 15 menit , dari jalan raya sudah tampaklah kegagahan tebing Lawe dari jauh. Setelah ormed sebentar kami menuju kaki tebing dan langsung meracking alat-alat. Pemanjatan dimulai pukul 09.00 dan saat itulah kami baru menyadari kesalahan FATAL kami…yaitu jenis hanger yang tidak cocok…
                   Memang Saya pun baru tahu kalau hanger yang dipakai di Lawe yaitu tipe rintisan ( tipe lama) dan hanger yang kami punya adalah hanger sport yang walaupun sama-sama 10 mm , tapi jelas fungsi dan aturan pakainya sangat berbeda dan hal inilah yang miss dari survey kemarin. Setelah tim pemanjat mengalami fall sebanyak 3 kali karena berusaha untuk menggunakan hanger sport di mata bor tipe perintis ini, maka strategi pun diubah. Dan akhirnya, kami berencana tidak akan menggunakan hanger perintis yang sudah disana tapi mengebor baru dengan hanger tipe sport kami. Dan hari ini kami hanya berhasil menempatkan satu hanger sport di ketinggian 4 meter, kamipun mengakhiri kegiatan pemanjatan hari itu…(Sedangkan tim Mahitala yang mengambil jalur di sebelah kanan jalur kami telah membuat pitch 1 di ketinggian 15 meter~, tapi hati-hati bro, walaupun gampang dipanjat  batu disana gampang lepas…).
                   Senjapun tiba dan hujan mulai turun, dan anak-anak mahitala juga bergegas mengakhiri pemanjatan, yah memang menurut penduduk setempat juga tiap sore sekitar jam 3 sore keatas , kawasan tebing lawe pasti dilanda hujan, dan hal ini sudah berlangsung selama 5 hari…, info yang menarik.
                   Btw , fall yang dialami tim pemanjat disebabkan karena berbagai macam hal. Pada fall pertama yang dialami Dika, ini karena posisi pemasangan yang kurang pas, karena hanger pertama yang akan dicoba pasang (dan karena tipe hanger yang berbeda) maka oleh Dika dipasangnya sambil duduk di atas slab, karena kalo sambil berdiri setengah memanjat , sangat sangatlah susah….Ternyata karena lumut maka slab itu malah berfungsi selayaknya perosotan, jadilah Dika jatuh dari ketinggian 3 meter dan mendarat dengan pantat duluan ke tanah. Sedangkan fall kedua dialami Inda, saar memasang hanger kedua , Inda menginjak hanger pertama yang tidak sempurna bukan slabnya sehingga karena tidak kuat terbeban , hanger pertamanya lepas dan jadilah Inda terpelanting ke tanah dengan lagi-lagi pantat duluan. Saat fall ketiga , hanger kelima yang dipasang Dika (ratingnya perunggu…) nggak kuat menahan beban saat Dika dibelay turun , dan jadilah Dika jatuh dari ketinggian 6m~ dengan punggung duluan, dan bodohnya hanger keempat dan kedua (yang ratingnya emas) malah ga dimasukin tali merahnya….lanjut.
                   Malamnya kami mengadakan evaluasi tentang blunder hari ini, dan diputuskan bahwa kami akan menggunakan plan B perjalanan (yang sebelumnya yaitu plan A “Memanjat sampai puncak Lawe”) yaitu merevitalisasi jalur panjat menuju pitch 1 dan membuat jalur sport di kawasan tebing Lawe itu sendiri. Setelah mendapatkan nasihat serta wejangan dari pembimbing, kami pun tertidur lelap untuk menyiapkan diri keesokan hari ( tidur Inda dengan pantatnya yang masih pegal dan Dika dengan punggungnya yang ngilu…ouch :3). Oh ya, kami kedatangan anggota baru yaitu Cahyo yang mampir setelah mengikuti lomba orienteering di Solo, dan beruntung masih ada Ojek ke Desa Kendaga…Welcome to the Party , Cah…!!
                   Hari kedua pemanjatan , Rabu 20 Juli 2011, setelah makan pagi dan ‘memberi makan ikan lele’ dulu, kami berangkat menuju tebing pada pukul 08.00 dan mulai memanjat lagi pukul 09.00 . Kali ini Dika naik terlebih dahulu dengan SRT lalu menempatkan hanger di atas tambatan tali statis. Lalu dengan hanger yang baru dipasang (dan keyakinan tidak bakal ‘fall’ lagi…) , tanpa makan waktu lama hanger ketiga pun ditempatkan dengan teknik memanjat aided Climbing. Lalu pukul 11.15 , Dika digantikan oleh Inda yang memasang hanger keempat yang tepat sebelum ‘belokan’ ke kiri menuju pitch 1. Lalu Inda turun dan kami sama-sama menikmati makan siang. Lalu, pukul 13.30 pemanjatan kembali dilakukan oleh Dika yang menempatkan hanger kelima , tapi karena punggung yang masih sakit, Dika digantikan oleh Inda kembali , yang menempatkan hanger keenam dan lalu memasang tambatan tali statis untuk keesokan harinya. Cuaca sudah mulai gerimis kala itu, dan kami memutuskan untuk mengakhiri pemanjatan hari ini. Sementara itu , Mahitala menurunkan tim baru yang memanjat di sebelah kiri jalur kami yang menarget pitch 1 dengan rute pemanjatan aided climbing yang lurus langsung menuju pitch 1. Sedangkan tim mahitala yang kemarin mengambil jalur menyamping ke kiri menuju pitch 1 dan baru memasang 4 hanger . Kamipun kembali ke basecamp rumah Pak Marjuki melalui jalan yang becek dan licin karena hujan (dan pembimbing kami Brian pun terpeleset dengan indahnya…)
                   Malamnya setelah menentukan strategi lanjutan untuk besok, datang dua anak (yang satu keponakan Bu Marjuki) yang penasaran tentang keramaian di rumah Bu Marjuki.
Setelah berkenalan ternyata kedua anak itu bernama xxx dan yyy {AKU LUPAAAA?? BODOHNYA…} , lalu karena Brian fasih dalam berbahasa Jawa , entah mengapa kedua anak itu malah diajari pelajaran Matematika, benar-benar mulia kegiatan kami ini selain memanjat juga membantu memajukan pendidikan di Indonesia. Lalu , karena malam sudah mulai larut maka kedua anak itu berpamitan dan kamipun beristirahat untuk besok…
                   Pagi hari yang cerah , Kamis 21 Juli 2011…hari ini diawali dengan sayur sop yang nikmat , dan setelah bersiap kami kembali ke tebing pada pukul 08.30. Setelah sampai di tebing, racking dimulai dan sebagai pemanjat kita yang pertama adalah Dika. Pemanjatan dimulai pada pukul 08.45 dan diakhiri (dengan memalukan) pukul 09.45 .
                   “Jalannya licin banyak lumut lagi….takut ahh, turunin aku Ndaaaa…” teriak Dika dari atas.
                   “Ahhhh…” penonton di bawah mendesah dengan nada kecewa.
                   Akhirnya , Inda mengambil alih pemanjatan. Kata Dika sembari ngebelay, jalur yang licin itu (walaupun slab dan terlihat enak dilalui…) lebih aman dilewati kalau dipasang hanger satu lagi , alasannya untuk pendukung psikologis pemanjat. Ternyata hanya dalam setengah jam Inda sudah nangkring di pitch 1…
                   “Hahahaha…potong Barbara lo, Dik…hahaha, kaya gini doing ngga bisa.” Tawa Inda yang lagi ngebor buat hanger di pitch 1.
                   “F*CK…” kata Dika dalam hati karena ‘adik’ nya dibawa-bawa.
                   Ketiga tim saat itu mulai mengebor dari berbagai arah menuju pitch 1 , benar benar seperti lomba 17-an membuat lubang terbanyak…hehehe jarang-jarang lihat anak RC manjat bareng-bareng kayak gini.
                   Saat menempatkan hanger kedua , tim basecamp kedatangan tamu dari jagadpala , PA dari fakultas fmipa Unsoed serta seorang lagi dari Jogja (ntah nama sebenarnya siapa, tapi dia menyebut dirinya {Ahh…aq lupa lagi nih harus nanya Bambang, kontol kobong mungkin namanya?}, setelah menempatkan hanger kedua di pitch 1 dan menambat tali statis, maka pemanjatanpun dihentikan karena cuaca sudah cukup sore, dan hujanpun mulai turun . Tapi sebelum pulang , kami menentukan dulu jalur sport yang akan dibuat besok dan diputuskan mengambil tempat di bawah basecamp tebing , dan jalurnya juga lumayan pendek hanya tiga hanger . Dika yang dari tadi cuma mangkir (karena Barbaranya mau dipotong) akhirnya menawarkan diri untuk membawakan karier (yang sebelumnya dibawa Brian) , biar ada kerjaan…menyedihkan ya.
                   Malamnya , kami mengevaluasi kembali kegiatan kami selama disana , dan hal yang ditekankan ialah kapan pelaksanaan sosialisasi pedesaannya? Memang salah satu tujuan kegiatan kami yaitu sosped adalah faktor penentu kesuksesan perjalanan ini. Dan sampai sekarang yang baru diwawancarai adalah Bu Suswanto , si empunya warung (karena notabene kami suka beli rokok dan ngopi disana…) Setelah tersusun rencana yang matang , kamipun beristirahat dengan damai.
                   Jumat , 22 Juli 2011 , hari ini dibuka oleh teh yang dibuat Maul untuk kami. Setelah makan pagi, kami berangkat menuju tempat jalur sport. Sebelum memulai pengeboran jalur sport, tugas yang harus dilakukan pertama kali adalah melepas hanger sport ketiga kami (karena jaraknya dengan hanger kedua terlalu pendek) dan memfoto keadaan di pitch 1 , dan tugas mulia ini diberikan pada Dika. Setelah naik ke pitch 1 dengan teknik SRT dan bantuan tali tim Mahitala 2 (tim yang di sebelah kiri kami , yang ada Prita yang cute…>_<) , maka keadaan sekitar pitch 1 difoto lengkap dengan hanger yang baru dipasang Inda. Jam telah menunjukkan 10.55, hampir solat jumat ,  dan tanpa babibu , Inda memasang tambatan di batu besar dan Dika segera rapelling untuk membuat  jalur SRT yang akan digunakan untuk pengeboran . Karena Dika harus solat jumat , maka Dika segera naik lagi dan dalam waktu 15 menit telah menyelesaikan lubang untuk hanger teratas jalur sport ini. Lalu Dika , Bambang dan Brian kembali ke Desa Kendaga untuk melaksanakan solat jumat, dan tugas pengeboran dilanjutkan Inda. Setelah melaksanakan solat jumat ternyata Inda sudah dalam proses perampungan hanger terakhir. Pemasangan hanger selesai pukul 14.00 . Dan tibalah saatnya test jalur . Kalau dilihat, jalur sport ini memang pendek tapi tantangannya adalah pegangannya sangat kecil dan untuk mengandalkan friksi sangat susah karena adanya lumut ( bahkan masih ada air yang mengalir dari atas saat proses pengeboran) di tengah-tengah jalur sport itu. Dika mencoba memanjat , dan setelah berpikir lama dan melihat pegangan dan pijakan yang memungkinkan , Dika segera menuju ke atas dan dibelay turun ke bawah . Begitu juga Inda yang berhasil menuju hanger top, sembari mengeluh betapa licinnya jalur itu . Lalu runner di clean dengan cara ‘climb down’ oleh Dika dengan hidung tersumbat ingus karena 5 hari berturut-turut hujan-hujanan. Jam 15.45, kami memutuskan untuk segera kembali ke desa dan melakukan sosialisasi pedesaan.
                   Hampir magrib saat itu , dan Dika serta Inda memutuskan untuk bersilahturahmi ke rumah Pak RT , dari perbincangan dengan Pak RT itu kami mendapat hal-hal yang berhubungan dengan Lawe dan Desa Kendaga ini. Dari tebing lawe yang sering didatangi mahasiswa tiap tahun , pekerjaan penduduk desa , kisah horror di tebing Lawe dan semacamnya. Setelah minum teh manis dan keripik yang nikmat kami berpamitan dan kembali ke rumah Pak Marjuki.
                   Saat evaluasi , akhirnya diketahui kalau masih ada objektif yang belum dipenuhi dalam perjalanan ini yaitu mendokumentasikan keadaan di puncak atau top tebing . Karena dalam plan A , objektif ini dicapai ketika pemanjatan artificial selesai dilakukan. Maka dalam plan B , kami hanya menggunakan jalur belakang untuk mencapai puncak . Dari sana lalu kami akan rapelling ke bawah untuk memfoto medan tebing khususnya pitch 4 sampai puncak (karena panjang tali yang terbatas). Setelah selesai evaluasi , kamipun beristirahat.   Besoknya , Sabtu 23 Juli 2011 , karena proyek di Sumbawa maka pembimbing kami Brian tidak dapat menemani untuk acara hari ini karena harus segera ke Jogja untuk mengejar pesawat . Jadilah dengan 4 orang saja (Saya , Inda , Bambang dan Cahyo) berangkat menuju jalur belakang tebing Lawe, sedangkan Maul tinggal di basecamp untuk membeli logistic dan menyiapkan makan siang. Perjalanan ke gerbang jalur belakang tebing Lawe sendiri memakan waktu 20 menit dari rumah Pak Marjuki, dan untuk sampai ke puncaknya memerlukan waktu 30  menit lagi ( bisa lebih cepat kalo bawaannya ringan) . Sesampainya di puncak , kami mencari tempat tambatan untuk rapelling dan menemukan baut yang masih baru dan sepertinya hasil karya Mahitala . Tapi saat kami mencoba memalu baut yang menyembul itu, ternyata hasil pengeborannya masih longgar (atau tidak bulat sempurna lubangnya) dan yang lainnya masih bisa masuk ke dalam alias belum terlalu kencang masangnya. Hal ini membuat kami ‘ngeri’ untuk menggunakannya sehingga Dika memasang 2 hanger baru untuk tambatan rapelling. Pukul 11.45 , Inda mulai rapelling ke bawah membawa kamera dan perlengkapan secukupnya , sedangkan Dika hanya menunggu menatap langit . Tapi , akhirnya Bambang dan Cahyo yang bosan lalu datang merecok . Lalu bertiga membicarakan tentang perjalanan KMPA khususnya subdiv RC ini dari masa ke masa  , ini merupakan cerita yang menarik apalagi Inda lama banget fotonya. (Sementara itu kata Inda , naik ke atasnya lagi susah banget karena harus ngelewatin hang , hahaha…)
                   Setelah selesai , dan sudah puas dengan data yang sudah dikumpulkan kami lalu packing dan bersiap kembali ke rumah Pak Marjuki. Dalam perjalanan pulang , kami melihat kea rah Tebing Lawe yang telah memberikan pengalaman yang menarik dalam hidup kami dan entah kapan kami dapat kembali kesini….
                   Sesampainya di rumah , Inda dan Dika langsung tertidur pulas sementara Cahyo , Bambang dan Maul berbincang-bincang di ruang TV. Dan nampaknya . Jagadpala yang tempo hari lalu datang ke tebing Lawe untuk survey juga telah sampai di rumah Pak Marjuki dan merencanakan pemanjatan untuk besok , sementara anak MAHITALA sudah kembali ke Bandung siang tadi. Jadilah, yang kami kira hari ini sudah agak sepi karena Mahitala sudah pulang , ternyata tetap ramai seperti biasa…
                   Malamnya tidak diadakan evaluasi dan kami hanya duduk santai sambil mengobrol hal-hal kehidupan, dan sesuai rencana kami akan pulang besok sesuai dengan ijin ke polsek. Kami lalu beristirahat dengan pulas karena akhirnya tugas kami sudah selesai.
                   The promised day , Minggu 24 Juli 2011 . Setelah makan pagi dan mengabadikan momen Bambang memberi makan lele , kami membagi tugas  yaitu Bambang dan Cahyo pergi ke Polsek untuk memberitahukan kabar kepulangan kami menuju Bandung. Sedangkan Saya , Inda dan Maul membeli keperluan logistic di pasar terdekat untuk Bu Marjuki , Dika pun membelikan tamiya untuk Hafiz ( padahal niatnya buat pajangan di kosan loh…) Sekembalinya kami ke rumah Pak Marjuki, kami langsung berpamitan dan memberikan logistik serta tamiya sebagai kenang-kenangan (sayangnya stiker kmpa ga dibawa…) . Bu Marjuki lalu memberi kami sekarung salak pondoh , fresh from the garden. Setelah berfoto dengan Bu Marjuki , dan memfoto sekitaran desa kami pun pulang naik bus menuju Banjarnegara , dan dari Banjarnegara menuju Purwokerto . Saat di Purwokerto , Inda tinggal untuk laporan kepada Bang Freden yang akan pergi ke gunung Slamet hari selasanya (sekalian kencan ma Fred-Fred) , sedangkan tim lainnya bergegas mengejar kereta di Kroya yang berangkat jam 17.00 . Untungnya bagi kami , masih sempat mengejar kereta walau petugas karcisnya stress disuruh cepet-cepet sama Dika. Dan dengan selamat kami tiba di Bandung jam 00.00.
                   Perjalanan kami ke sini merupakan pengalaman yang sangat berarti dan sungguh saya tidak menyesal ke sini , karena banyak hal yang didapatkan . Dan saya yakin kalau misalnya perjalanan kali ini merupakan awal dari perjalanan yang seru kedepannya , bukanlah akhir….This isn’t the end.
                   Btw, catper ini edit ajalah…beda banget ma gayaku bikin catper sebelumnya , tapi yang penting bisa ngasih pandangan tentang perjalanan ini.  


168 jam bertapa di Citatah



One Hundred and Sixty Eight Hours Struggle in Citatah
oleh : Rifma Dwika Octora
GM-015-XX

                   “…di saat angin malam berhembus dan kemilau bintang menghias malam , yah..” kataku dalam hati, Kisah kami akan dimulai…
                   Malam itu, Selasa 24 Mei 2011 petang telah tiba dan waktu untuk berangkat ke Citatah 125 sudah makin mendekat tapi Joseph Bimandita Sunjoto (GM-011-XX) aka Joseph ato ocep ato apalah masih termangu menatap Kompas olahraga, Aku sendiri masih sibuk dengan Sudoku yang masih terisi 8 kotak setelah setengah jam berlalu, lalu Ocep memecah keheningan.
                   “Inda mana sih?” Tanya Joseph
                   “Ktnya dia lagi ngepaking barangnya, paling bentar lagi nyampe” jawabku sambil melihat sms dari Inda.
                   Hujan mulai turun deras pada saat itu dan dingin mulai merasuk, ahh dan Andra  masih sibuk makanin laler dan penghuni SEL lain sibuk dengan kegiatan masing-masing.Akhirnya Clorinda Kurnia Wibowo (GM-010-XIX) datang.
                   “Sori nih, gw telat. Kita belum beri makanan loh.”
                   “Ya udah beli makanan aja dulu, gw anterin deh sekalian ngambil baju gw” kata Joseph
                   “Eh sep, sekalian anterin gw ke kosan dulu ya, gw lupa sesuatu.”
                   “Ya udah sekalian aja.”
                   Merekapun berangkat , yah Pak Ketuper kita kali ini adalah Joseph dan malam ini ternyata ada masalah transportasi yang akhirnya bisa diselesaikan dengan sumbangan motor dari sana sini. Brian dan Bli Bayu dah nyampe di SEL dari tdi dan menunggu kesiapan kami. Tapi ada satu hal mengganjal di hatiku….’Dimanakah Pakpimpro kita, Bang Freden?’ , alamak ternyata dia sedang memadu kasih bersama *** , Oke mari kita skip.
                   Akhir cerita, carier sudah terpaking rapi dan kamipun siap berangkat, Bli Bayu , Inda (dengan gitar terselempang gagah) , Joseph , Brian, dan aku sendiri berangkat menuju citatah, di tengah perjalanan bertemu Bg freden dan *** yg akhirnya pergi bersama kami juga (Bg freden sblmnya berencana mau nyusul tapi *** ga ikut ke Citatah). 45 menit berlalu, tepatnya jam 1 dini hari kami tiba di Citatah, Josep , Inda dan Bli dah nyampe terlebih dahulu . Tapi Aku, bg Freden dan Brian mencari Aqua galon dulu buat air minum di camp, aku belum tahu kalo galon AQUA lah yg akan menentukan legendaku dan menjadi saksi bisu di peristiwa Citatah kali ini (alamak..). Melalui jalan yg gelap dan setelah beberapa kali galon terjatuh, kami tiba juga di dasar tebing Citatah 125 yg tidak terlihat malam itu, (ini pengalaman pertamaku krn pas pengenalan subdiv RC dulu ga bisa ikut ke Citatah ini), sat set sat set flysheet terbentang tenda terpasang trangia mengebul dan voila jadilah kamp kita pagi ini. Setelah itu kami kedatangan tamu mapala yg berkemah di dekat kami , dan mengobrol tentang berbagai macam hal. Tapi peristiwa yang paling penting adalah Brian kejatuhan tai monyet….HAHAHAHHAHA TAI MONYET LOH,…SIAL BET DAH, WKWKKWKWK…..ehem kembali ke topik, Kami yang akan berlatih besok ditawarkan untuk tidur dulu ma bg Freden dah jam 2 pas itu, kamipun  tidur dengan nyenyak.
                   Hari pertama , Rabu 25 Mei 2011 , pagi jam 8 lewat , kami kesiangan!! Karena baru tidur jam 2 kemarin , makan pagi dibuat dengan sangat cepat dan peralatan pun digelar , Latihan kamipun segera dimulai. Jam 9 pas itu, tapi kami mendapat pengenalan serta cara memasang pengaman sisip dulu. Joseph berpsngan dengan bg Fred, awak ama Brian, dan Inda ma Bli Bayu.Selama 2 jam kami mencoba memasang pengaman dari piton, choke aka hex, fren, sling di batu tanduk maupun batu tembus.
                   “..gitu Dik, jadi kamu bisa ngeliat apakah pengaman itu Emas, Perak, ato Perunggu dari kekuatannya.” , terang Brian.
                   “….ehm,ohh” Aku mengangguk-ngangguk.
                   Menarik! Ternyata ada level kekuatannya juga tuh pengaman sisip.
Ehm, ada yang lupa….pas kita latihan, datang Mas Ganteng Yoga yg begitu ganteng , terus dateng Onye dan Belis setelahnya , Ohh the more the merrier. Setelah istirahat sebentar , bg Freden menjelaskan latihan setlahnya.
                   “..Ntar kalian Simulasi Horizontal dari pitch sana sampe pitch sana” tunjuknya.
                   Raking setelahnya dan kami bersiap di posisi, Jojo sebagai Leader  (yg masangin pengaman-red) , me sebagai cleaner (nge retrieve pengaman-red) dan Inda sebagai Zummarer (org yg memakai zumar, ya iyalah apa lagi!), setelah pitch 1 I’am bertukar peran dengan Joseph, walo di pitch 2 nya hex buat pangkalku jatuh jadi terhitung “mati terhormat” juga aku, tapi masih boleh nyentuh tanah sih, ..hmm tapi ini jadi peringatan buat yang akan datang.
                   Makan siang dimulai jam 3 sore , yg masak bg Freden ma Bellis , …ahh aku kira bg Freden tidur siang doang ternyata beliau memiliki budi pekerti yg baik juga pikirku. Setelah itu, petang menjelang Joseph kembali ke Bandung karena ada makrab FTI , Gega yang rencananya kesini juga tidak bisa datang karena ada UAS Kimia ma makrab FTI juga dan mereka janjinya baru datang lagi besok subuh, oke ya sudah…have fun guys.
                   Karena masih jam 4 sore pas itu dan sangat nanggung sekali kalo langsung nyiapin makan malam maka kami mencoba beberapa jalur sport dulu seperti pantat sapi dan chock 8,menyenangkan sekali karena bisa melihat berbagai macam orang yang manjat jalur yang sama tapi beda gaya panjat , (paling top Brian lah, “belay on!” tapi simpul 8 di harness aja belum kepasang, wkwkwk) lalu petang datang, alat-alat ditinggalkan karena akan diclean besok saja.
                   Malam hari, sebelum makan malam kita melakukan evaluasi dan briefing tentang latihan hari ini. Yah, memang masih perlu banyak perbaikan di sana sini apalagi di masalah kecepatan dan kesigapan.Lalu
                   “Bagaimana dengan masalah air kita Pak ketua perjalanan??” tanya Bg Freden kepadaku.
                   Aku yg menggantikan posisi Joseph sebagai Commander in Chief melirik ke arah galon yg tinggal berisi 1/38 air itu, lalu berkata “Ya udah, saudara saudara ada yang mau sukarela buat beli air di bawah?”
                   HENING. Tidak ada jawaban. Bg freden yg ngerokok, Inda yg maen gitar, Brian yg ngerokok juga. Yoga dan Rahman yg ngerokok juga. Bellis yg ngerok…yg senyum senyum doang. Aku yg lgi makanin laler, uhm pikirku dalam hati….perlu perintah yang tegas dari pemimpin untuk masalah ini!
                   Akhir cerita dua galon sudah bertengger di dekat tenda, …karena aq yg ngangkat dua-duanya…hiks. Yahhh, yang penting semua bahagia…(kecuali aku dengan napas ngos-ngosan). Oh kita kedatangan tiga tamu juga malam ini, Emil, Mamat dan Bella yg naek mobil kesini.
                   “…rambut kamu palsu ya Bel?” goda Bg Freden.
                   “Apaan sih?! Palsu, palsu…ini asli tau..”
                   Ehe ehe, dasar lah jadi makin rame flysheet ini karena mereka, ditawari makan malam bareng juga trus malemnya sendal Bella diumpetin ma PakPimPro kita (yg kata beliau dia disuruh ama Mas Yoga), hahaha sampai stress itu Bella, wajah manisnya yang lelah berkucurkan keringat….eh, ya pokoknya sendalnya ketemu aja dan mereka bertiga kembali ke Bandung, kamipun tertidur lelap.
                   Hari Kedua, Kamis 26 Mei 2011 pagi jam 6.09, PJ bangun kita, Brian membangunkanku lalu terlelap lagi setelah menggumam sesuatu, aku lalu keluar dari flysheet dan melihat keatas tebing citatah, aih aih mantap kali! Setelah shalat dan cuci muka sekenanya aku membangunkan Bellis dan Inda buat masak lauk makan pagi, Brian dan Yoga yg udah 100% bangun lagi masak nasi, aku sendiri bantuin nyuci dan motong bawang. Bli Bayu izin pagi itu dia mau kembali ke Bandung karena ada tugas negara menunggu, Selamat Bertugas Bli!! kataku dalam hati. Tetapi sampai saat ini tanda-tanda kehadiran Joseph dan Gega belum juga muncul,padahal dah lewat dari Subuh.
                   “Mana nih dua semprul ini…” gumamku.
                   Tapi pagi itu ternyata tidak berjalan seperti yg Saya duga karena jam 7.15 datang seorang bapak-bapak tegap berwarna hijau (bukan-bukan, dia bukan Hulk) menghampiri flysheet kami,
                   “Kalian dari mana?” tanya beliau dengan tegas.
                   “Dari ITB pak.” Jawab Mas Yoga dan Brian serentak.
                   “Ohh, begitu, lalu kalian sudah berapa hari disini…”
                   Aku yang menguping di dapur lalu melihat bg Freden beringsut dari sleeping bagnya dan join conversation dengan mereka, setelah lauk selesai kami bertiga (Aku, Bellis, Inda) membawanya ke tempat mereka berbincang.
                   “…Jadi nanti siang tempat ini akan digunakan untuk latihan Kopassus, kalo Anda masih mau latihan boleh pagi ini, tapi mulai nanti siang sampai besok sore akan dipakai untuk latihan Kami jadi mohon pengertiannya.”
                   “Ya sudah pak,  kami pindah tempat ke Citatah 90 klo begitu.” Kata Bg Freden
                   Tak berapa lama setelah makan pagi selesai, datang para tamtama yang membawa tali tambang besar. Bang Freden dkk lalu nge-clean alat yang digunakan kemarin sore, Akhir cerita, pak Kopassus yg bernama Pak Ma’aruf itu memberikan wejangan kehidupan beliau dari nabrak babi betina di Papua, nge-escort anggota dewan dari Jakarta,sampai 7 bulan latihan long march ke Cilacap terus berenang ke Nusakambangan uhmm menarik sekali, karena tidak terasa berapa lintingan sudah habis dihisap (bagi beliau yg terus bercerita) lalu datang Gemen meramaikan acara. Tapi sampai saat terakhir Gega dan Joseph belum juga tiba.
                   Jam 11.45 deru motor mendekat, ternyata itu Joseph ma Gega, sesuai instruksi dari Brian dan Bg Freden.
                   “Mending kamu marahin aja mereka berdua dik.” kata Brian
                   “Ta…tapi saya kan masih polos bang.”
                   “Alah, ga papa…kau marahi sajalah mereka berdua itu. Katanya Subuh dateng tapi sampai sekarang ga dateng-dateng mereka.” Tukas bg Freden
                   “Oke..oke bang..” kataku.
                   Ternyata mereka telat dateng karena Makrab FTI yang kemaren sampai subuh, trus Gega selaku empunya motor telat bangun trus baru bangun jam 9 (itu juga karena orang tuanya ngelarang mau pergi kemana lagi abis acara yang sampe pagi itu)
                   “Emangnya kalian ngapain aja? Jadinya ga bisa latihan ni Kita, mang kalian bisa simulasi horizontal 4 kali bolak balik cuma dalam 4 jam apa?!” marahku dengan tegas dan berwibawa (sumpahlah aku jarang banget marahin orang, kalo dimarahin sih sering apalagi mancing amarah, hahaha)
                   “Engga bisa sih, tapi…”
                   “Ahh!  Banyak alesan…pushup carier sana! 70 kali!!”
                   “……” Mereka berdua dengan tampang kuyu lalu pushup carier.
                   Akhir cerita, setelah selesai pushup dan beresin kamp (yang dah selesai 4 jam yg lalu) Kamipun pamit ke Kopasus itu dan berangkat menuju Citatah 90 yang Cuma berjarak 1-2 km dari Citatah 125. Setelah itu kami membangun kamp di bawah tebing anak Citatah 90, raking dan memulai latihan simulasi horizontal. Pas latihan Nda datang, orang inilah yang akan saya sebut Messiah, karena beliau pengalamannya sangat banyak dan walo nyentrik orangnya sebenernya baik (yah emang sih…)
                   “Kali ini ga boleh nyentuh tanah!” kata bg Freden
                   Yap,benar sekali karena kemarin latihan masih boleh nginjak tanah maka entah sesulit apa latihan ini jadinya . Latihan dimulai jam 2 siang dengan formasi Inda leader, Josep cleaner,saya sendiri zumarer. Setelah beberapa lama Inda nge lead, tinggallah Saya sendiri yang duduk santai ma Joseph yang lagi ngebelay Inda.
                   “Sep, cuacanya cerah ya.” Kataku memecah keheningan.
                   “……...”
                   Ternyata Josep masih ngambek karena disuruh pushup tadi siang, hahaha. Yah, jadilah latihan selesai jam 18.30, dan itupun hanya 1 pitch. Di tengah gelap kami dimarahi bg Freden karena waktu latihan yang ter-undur dan simulasi horizontal yang masih ‘payah’ tadi dan kekurangan lainnya. Malamnya bli Bayu datang membawa Fanta sebotol dan ayam buat ngerayain ulang tahunnya yang bertepatan di hari ini, makasih Bli, mantap makanan kita malam ini, terus datanglah Nurul, Ade, Tetu, yang membawa oleh-oleh lagi, jadi makin rame dah. Setelah evaluasi dan briefing untuk besok, kami membakar ayamnya Bli. Aku yang sudah lumayan ngantuk terus tidur di dalam tenda dimana Josep dah tepar di dalamnya.
                   Keesokan hari, Jumat 27 Mei 2011 hari Ketiga. Bangun jam 5.15 (lagi-lagi dibangunin Brian, PJ bangun kita yang paling top), trus nyiapin makan pagi. Aku ma Josep dimarahin lagi karena ngga bisa bikin nasi, (setelah 6 blok parafin dan 1,5 jam berkutat di depan misting).
                   “Masa anak RC ga bisa bikin nasi! Latihan bikin nasi malam ini pokoknya!” marah bg Freden
                   Aku ma Joseph cuma ngangguk-ngangguk, yah emang payah banget sih kami.(FYI, penulis dan Joseph sekarang sudah bisa masak nasi sambil merem dan peristiwa pagi itu jadi motivasi buat penulis dan Joseph supaya jago bikin nasi)
                   Jam 8 lebih, setelah waktu mulai latihan yang ngaret (karena ‘nasi’), lalu raking maka kamipun melakukan simulasi horizontal kembali. Ada 2 pitch, dan formasi kali ini leader Joseph, cleaner Aku, zumarer Inda. Untuk pitch 2 Joseph cleaner, Aku leader. Pas pagi itu Sojo datang, tapi karena Belis pingin pulang (entah kenapa…) maka anak-anak Caving pun pulang pas siangnya. Nda juga dateng paginya buat mantau latihan. Akhirnya selesai juga jam 3 sore, (makasih buat Nda, advisenya buat piton sangat membantu!) lalu makan siang. Sebenernya makan siang udah siap dari tadi tapi karena pada nungguin kita yang lagi manjat makanya baru mulai makan sekarang (Bg freden, Ade, Teteh (istrinya Nda), Nda). Aih, begitu setianya mereka menunggu kami! Setelah itu latihan 1 pitch lagi dengan aku leader, Inda cleaner, Josep zumarer sampai jam 18.00. Malamnya, “latihan nasi” (sangat membantu sekali bang!) sedangkan Josep ngambil air minum (untung naik motor lu sep!), makan malam, evaluasi briefing, lomba bikin harness (yahh…aku memang payah, apalagi kalo cepet-cepetan -_-) terus dateng Nda yang ngasih wejangan seputar sepak terjangnya di bidang RC.
                   -“TEBING , TUHAN DAN AKU”
                   Setelah beberapa lama Gian dan Brian datang membawa martabak manis blueberry (makanan mewah boi!) , dan kamipun tumbang satu persatu di hadapan rasa kantuk.
                   Sabtu , 28 Mei 2011 hari keempat. Akhirnya latihan Simulasi vertikal dimulai! Nasi sudah jadi dengan baik pagi ini dan latihanpun mulai sesuai dengan waktu yang direncanakan. Rencananya kami akan naik sampai pitch kedua. Formasi pertama Joseph leader, Inda cleaner aku zumarer. Lalu ke pitch 2 Inda leader, Joseph cleaner dan aku zumarer lagi. Latihan pertama memakan waktu 5 jam dan setelah makan siang latihan kedua hanya memakan waktu 3 jam.
                   “Bagus…memang kalo dicoba bisa cepet kan?” puji bg Freden.
“Ini namanya efek “learning curve”! “ canda Brian.
                   Alhamdulillah, akhirnya ada latihan kami yang selesai jam lima sore, hahaha. Maka dari itu Joseph dan Inda berangkat buat ngambil air dan mandi bareng, naik motor mereka berdua. Sedangkan saya sendiri ditinggal buat ngerapiin alat ama masak nasi buat makan malam dengan kondisi badan yang semakin bau (uhh). Setelah makan malam dan evaluasi briefing kamipun tidur lebih cepat karena anak-anak pada mau nonton MU lawan Barca pagi ini jam 2. Kamipun tertidur pulas.
Minggu , 29 Mei 2011 hari kelima. Ternyata para ksatria yang ingin menonton laga sepakbola kemarin pada tepar dan jadilah Cuma mendengar kabar kekalahan MU. Walah walah. Rencananya hari ini kami akan menaklukkan anak Citatah 90. Maka dari itu, makan pagi berupa indomie telur dengan ukuran yang sangat banyak (sampe Inda enek) disiapkan dan  kegiatan pun dimulai jam tujuh kurang dengan formasi pertama Inda leader , Saya cleaner, joseph zumarer. Formasi kedua saya leader, inda cleaner joseph zumarer. Kami sampai di pitch dua jam 10 pagi, dan terus terang saya berpikir “Ah pasti bisa nih jam 3 sore dah ngetop!”….ternyata pikiranku salah besar.
Kami baru sampai di pitch 4 jam 5 sore….Apa?! Ternyata hal ini disebabkan karena Joseph yang bosan mau nge boulder dulu di ketinggian 65 meter di atas tanah, alamak Joseph…joseph, kayaknya dia kena Sindrom Ketinggian, tapi pantat awak pegal kali nih (sama Inda juga pegel) dan akhirnya Kami bertiga sampai juga di ‘top?’. Setelah diteriakin supaya cepetan turun ke bawah, kami pun memasang sistem 3 tali dengan tali statis dan dinamis. Proses turunpun dimulai, kami bertiga sampai di kamp jam 9 malam (yang berarti kami ada di tebing selama 14 JAM!!! Waw, gak kebayang kan pantatnya dah mati rasa tuh) , itu juga dengan Insiden Joseph keempat, tali dinamis yang nyangkut, dan hal lain sebagainya…pokoknya hari ini melelahkan sekali secara fisik serta mental, huh. Setelah itu, kami diberi wejangan lagi oleh bg Freden dan memberi tahu kalo ngetop Citatah 125 nya diundur sampe besok lusa. Wuih, kamipun tertidur pulas…SANGAT pulas.

Senin 30 Mei 2011 hari keenam, hari ini merupakan resting time bagi kami. Paginya saat kami menyiapkan makan pagi, Bg Freden dan Brian pergi untuk nge-clean barang barang yang kami tinggalkan kemarin malam, hanya dalam waktu 3 jam! Beda 11 jam! Setelah makan pagi, dilanjutkan beres-beres kamp serta makan semangka yang dibeli Joseph tadi pagi. Akhirnya kami meninggalkan Citatah 90 menuju Citatah 125 siangnya. Setelah membuat kamp dan briefing jalur yang akan dipanjat besok, kamipun menjajal jalur sport lain di Citatah 125 ini yaitu Bor 7 dan Poster lurus , poster kanan. Acara memanjat dihentikan ketika maghrib tiba. Brian yang bertugas jadi pengawas SNMPTN kembali ke Bandung karena ada SNMPTN besok, Nda dan Teteh membantu nyiapin makan malam (Enak sekali masakannya teteh!) dan Bg Freden yang terbangun dari tidurnya segera mencari kayu dan membuat api (seperti biasa dengan waktu yang sangat cepat!) , karena kami akan ngetop besok maka kamipun tidur lebih awal. Tengah malam , Sani dan Ade datang dan membawakan Inda es krim (yah si Inda ulang tahun Hari ini, met tambah tua Inda! Semoga makin banyak kumbang di sekitarmu, wkwkwk).

Selasa 31 Mei 2011 , the promised day. Hari ini kami akan ngetop Citatah 125! Setelah makan pagi, menyiapkan bekal serta masukin semangka ke tas kamipun bersiap memanjat. Formasi pertama Inda leader, Joseph cleaner dan saya zumarer (Semangkanya berat…) . Setelah berdoa dan foto-foto , pemanjatan dimulai.  Sesampainya di pitch 1 kamipun berjalan kaki sebentar dan akan melewati jalur chimney, formasi chimney Inda leader, saya cleaner dan Joseph zumarer (barangkali jalur inilah yang paling menyenangkan karena berasa seperti di foto yang ada di buku ‘The Complete Guide of Climbing and Mountaineering’ ^^)


Sesampainya di pitch 2, formasi diubah menjadi Saya leader, Joseph cleaner, Inda zumarer, karena dari sini sampai pitch 3 kami “tidak” memanjat, tapi jalur yang akan dilewati merupakan jalur yang kebanyakan (hampir semua) berjalan kaki, tapi tetap perlu pengaman karena itu kamipun memulai perjalanan sambil tetap waspada.
“Wah, langitnya dah mendung lagi!” kata Inda sambil melihat ke atas
“Kalo hujan , selesai kita boi” kataku.
Yah, akhirnya kami meneruskan perjalanan, di tengah jalan kami bertemu dengan Nda yang lagi asik-asiknya foto pemandangan.
“Lama sekali kalian…kemana aja? Tuh diatas kopi dah jadi, sayur dah jadi apa-apa dah jadi, tapi kalian malah masih disini.”
“Ya maaf, tadi kan maen monopoli dulu bentar.” Kataku
“Alah…Cepet sana, ke puncak ikutin aja jalannya”
Tanpa ba-bi-bu , saya melanjutkan perjalanan ke pitch 3, sementara Nda fotoin para ksatria lain yang lagi manjat juga. Setelah berkumpul, formasi diubah kembali sekarang Joseph jadi leader, Saya sebagai cleaner dan Inda zumarer . Pada pitch terakhir inilah kami belajar kalo cleaner dan  leader harus punya HP buat komunikasi satu sama lain.
“Joseph JANCUK, jangan dipull!! Slack, slack!! Slack seph!!!”
Hening….malah talinya makin dipull dan nyopot frennya makin susah karena dipull abis-abisan ma Joseph.
“Joseph fuc*! Aghhhh!!”
Sekarang jempol kakiku yang jadi korban karena sandal panjat hijauku itu bolong alhasil jempolku ketusuk batu karang. Dengan susah payah dan semangat ingin nge-kill si Joseph aku manjat dengan perlahan namun pasti dan akhirnya…..
TOPPPPP CITATAH 125!!!
Akhirnya kami bertiga sampai di top Citatah 125 dan disambut oleh keluarga KMPA ‘G’ ITB sekalian, wuih ada kebanggan serta kenikmatan tersendiri saat tiba di puncak . Akhir cerita kami memecahkan semangka disana sambil bercanda tawa, setelahnya kami bersiap kembali ke Bandung.
Saya yakin kalau hari ini bukanlah akhir dari perjalanan kami malah inilah batu loncatan kami untuk perjuangan kami selanjutnya di subdiv kita tercinta ini, AMIN.

“…maka ketika angin malam berhembus dan bintang mengalir di angkasa, bukanlah kau tutup kisahmu  sekarang melainkan menyiapkan kisah baru untuk keesokan harinya…”





Pemetaan Gua Cipatat, Padalarang, Jawa Barat




     AKHIRNYA CAVERS BERGERAK!!!
            Itulah yang pertama gw (Bellys) rasakan saat Yoga memutuskan untuk melakukan pemetaan di gua Cipatat. Dua hari sebelumnya kami (Yoga, Onye, dan Gw) berniat untuk latihan gabungan bersama anak RC (Joseph, Inda, Dwika) di Citatah 125. Yang jadi pembimbing di RC tuh Freden, Brian, dan Bli Bayu. Saat berangkat ke citatah, gw dan Onye membeli bahan makanan untuk tiga orang di pasar padalarang. Makanya gw dan Onye sampe ke Citatahnya lebih lambat dari Yoga.
Hari pertama gw sampe di Citatah 125, mereka (Joseph, Dwika, dan Inda) latihan simulasi horizontal dengan kaki tetap menginjak tanah. Mereka mulai dari tebing sebelah kanan dengan tambatan fren. Mereka masih melakukan banyak kesalahan (banyak banget friksinya) dan gerakan mereka belum gesit. Karena cukup useless juga kalo gw liatin mereka latihan doang akhirnya gw bantuin bang Freden masak. Sebelumnya Gw dan Yoga sempet latihan masang Bong, Heks, Blade, Piton, dan menggunakan celah tembus. Tapi hanya sebentar, sisanya kami nonton mereka. Eh, sorenya Gemen sama kak Ana dateng. Kak Ana lucu banget deh gelagatnya, tampangnya juga lucu, jadi gemes lihatnya. Apalagi kak Ana sama Gemen bercanda terus, jadi makin lucu lihatnya.
            Kami sempat mencoba jalur sport yang namanya nananana (Celah? Pantat? Apalah itu namanya)  sapi sama sebelahnya. Jalur sebelah kanan sedikit lebih mudah dibandingkan jalur sebelah kiri. Seperti biasa, yang masang runner tuh bang Freden. Gw lupa deh siapanya, tapi ada salah satu cowo yang nyoba pasang runner di jalur sebelah kiri, tapi karena akhirnya ga bisa jadinya tetep aja bang Freden. Nah, di jalur sebelah kanan dipasang juga tali statis untuk jumar jumar bagi sang fotografer yaitu Brian (setelahnya Freden juga coba jadi fotografer). Setelah hampir semuanya nyoba naik, gw juga nyoba naik dengan di belay Bli. Haha, pas gw nyoba harness yang biru ternyata ga cukup di gw, jadinya pake harness yang lain. Well, pas gw nyoba naik ternyata gw cuma nyampe runner pertama.
            Sebenernya hari pertama ini gw bisa melakukan tindakan yang lebih produktif sih daripada nonton doang dan sekedar nyoba pasang penambat. Bisa aja gw jalan ke puncak citatah 125, bisa aja gw pake tali statis hitam yang jadi cadangan buat nyoba pasang penambat, gw juga bisa aja latihan bikin api, gw bisa aja konsultasi perjalanan GL ke Yoga, nah banyak yang bisa gw lakukan tapi gw malah memilih untuk diam, payah.
            Malemnya gw dan Dwika yang kebagian ambil galon (kita mau ambil dua galon), tapi si Dwika miss communication. Dia kira gw doang yang ambil galon. Akhirnya dia ga ikut rombongan motor (ada 3 motor: Yoga, Bli, Freden). Gw meletakan carrier di warung tempat beli galon. Freden dan Bli kan mau ke toilet, gw juga, jadinya gw ikutan mereka dulu. Niatnya tuh abis gw balik, gw ambil galonnya. Kalo Yoga, karena dia ga mau ke toilet, dia harusnya jemput Nda di waduk ciburuy. Nah, selesainya gw, Freden dan Bli ke toilet, ternyata Yoga tidak berhasil menemukan Nda. Akhirnya kami memutari waduk ciburuy hingga ujungnya muncul di dekat citatah 125. Begitu kami sampai di warung, Dwika sudah berada disana dengan banjir peluh. Ternyata dia sudah bolak balik ambil galon pertama. Tadinya gw mau ambil gallon kedua, tapi Dwika bilang dia aja, yauda akhirnya dia balik ke camp sendiri sambil membawa galon.
            Sampai di camp ternyata ada Mamat, Bella dan Emil. Dwika juga uda nyampe (tentunya dengan keringat yang makin banyak). Akhirnya kami masak kemudian makan (Dwika kasian banget jadi tempat sampah gitu, karena masak nasinya banyak jadinya banyak nasi yang tersisa, akhir2 dia cuma makan nasi pake krupuk). Saat banyak yang uda mau tidur dan rombongan Bella mau pulang, mereka disibukan oleh hilangnya sandal Bella yang diumpetin Yoga, sebenernya Freden sih tapi Yoga jadi tertuduh haha.
            Hari kedua kami bangunnya pagi, tapi pas kami makan tuh ada gangguan gitu dari kopasus. Ternyata hari ini mau ada latihan kopasus di Citatah 125. Kami diminta untuk tidak ada di sini saat latihan, boleh sih pake tebingnya dulu sampe ntar siang tapi karena kami nungguin Joseph yang kemaren malam pulang dan janjinya dateng hari ini pas subuh, jadinya kami ngobrol sama kopasus sambil packing. Kami ngobrol sampe akhirnya Onye, Gemen, Joseph dan Gega dateng.
            Lagi-lagi, sebenernya banyak yang bisa gw (kita) lakukan buat nunggu Joseph dateng. Bisa aja kita nyoba lagi jalur sportnya, bisa aja gw gantiin posisi Joseph untuk latihan horizontal (kalo dibolehin Freden sih), bisa aja latihan jumar-jumar, haaaah, banyak deh yang bisa dilakukan. Apalagi kalo Onye uda dateng dengan membawa autostop, kroll, dan teman-temannya, bisa sekalian rapling, latihan SRT, latihan rigging, banyak kan tuh? Sebenernya jarang-jarang juga sih ngobrol sama kopasus, tapi ga perlu selama itu juga kan, masa ngobrol dari jam delapan sampai jam satu, gelo.
            Sebelumnya uda disepakati bahwa kalo Joseph sama Gega dateng, yang menangani mereka adalah Dwika. Mereka baru dateng jam 12an, sementara janjinya pagi. Alasan Joseph tuh nungguin Gega dulu. Akhirnya Dwika ngasi hukuman push up carrier, Joseph dan Gega pun tak menolak. Selama meraka push up carrier, Dwika hanya melihat, dia bahkan ga ikutan push up, yaaah, setidaknya push up kek walaupun tanpa carrier. Kata Brian sih, itu push up carrier pertama yang pernah ada di latihan simulasi horizontal vertikal (ini tuh dengan konotasi buruk lho). Abis itu kita pamit dan berangkat ke citatah 90. Langsung deh Joseph, Dwika dan Inda simulasi horiszontal. Gega ga ikut. Dia mau break dulu dari RC, dia mau beresin persoalan dia baik sama ibunya yang ga mengizinkan dia maupun sama nilai dia yang ga terlalu bagus (itu sepaket sih sebenernya). Kasian juga Joseph, uda cape-cape nunggu Gega, eh ternyata Geganya malah ga ikut latihan.
Tadinya tuh caving mau latihan multi pitch, tapi alatnya kurang dan ga ada harness caving. Horror juga kalo turun dari ketinggian 90 meter cuma pake harness webbing apalagi kalo harness webbingnya ga di double. Tapi kami sempat latihan naik turun pake jumar-jumar(jumar-krol sih adanya) itu pun cuma naik dua kali. Parah, pas awal2 tuh gw lupa cara masang harnessnya. Yoga jg ga mau gerak untuk ngajarin (gw nya juga ga bujuk Yoga lebih jauh sih). Untung ada bang Freden yang masih mau ngajarin (dia belum ngerasain aja ngajarin gw yang ga bisa-bisa mulu kalo diajarin). Gw baru tau lho kalo nama harness caving tuh Samantha, imut ya namanya, jadi pengen cari tau asal muasalnya dari mana. Hehe, tapi pas gw uda mau naik talinya, Yoga juga ikut merhatiin. Kayaknya dia ga enakeun juga kalo ninggalin gw. Yah, akhirnya gw sempet dua kali naik turun. Lumayan enak juga, cuma karena ga pake chest harness, gw ngerasa kayak ada yang kurang. Gw paling serem pas lepasin jumar atas, bukan pas lepasinnya sih, tapi setelah lepas dan saat gw mau di posisi duduk lagi itu tuh serem, takut ngejungkal ke belakang.
Sementara itu, di simulasi horizontalnya  Inda yang jadi leader, Joseph cleaner. Mereka lama, selesainya jam 7. Uda gelap. Pas uda gelap tuh pas bagian Joseph, dia ga bawa headlamp, gw bawa. Tapi gw dengan egoisnya ga mau samperin Joseph buat ngasi headlamp. Gila, gw ga tau apa yg gw pikirin saat itu. Gw nyesel banget. Gw ngerasa parah bgt. Sebelum briefing, Brian sempet nyindir gw. Wajar. Gw ga bisa jawab apa2 saat itu. Mau kasi alesan kalo headlamp gw ga terang? Halah, itu mah speak doang. Gw emang sadar kalo gw saat itu ga mau bergerak kesana. Malah gw ngasih headlamp ke Gemen, yang akhirnya headlampnya diambil Onye buat dikasihin ke Joseph.
            Evaluasi buat hari ini tuh tegang banget. Saat eveluasi ada Tetu, Ade, Bli (Dia balik pagi2 hari kedua), dan Nurul dateng. Briefing buat besok sama aja tegangnya. Hadah. Pusing. Freden punya espektasi yang tinggi sama Joseph, Dwika, dan Inda. Tapi hasil latihan mereka ga bagus.
            Setelah briefing, diputuskan bahwa besok Ade harus ke pasar buat supply makanan. Jadi Inda dan Joseph langsung sibuk mempersiapkan menu. Nah, ternyata Bli bawa ayam. Dia emang ulang tahun hari ini. Jadi kita bakar dan goreng ayam dulu. Abis itu semuanya tidur, kecuali beberapa orang yang tetep asyik ngobrol2 di luar, sepertinya sih mereka tuh Freden, Tetu, Nurul, Andi, dll.
            Hari ketiga, pas bikin sarapan tuh parah banget. Uda sengaja bangun jam 5 supaya jam 7 uda bisa latihan (Gila kalo Onye ga terus bangunin gw, pasti gw ga berhasil bangun) Ternyata jam 7 baru mau makan. Masalahnya ada di nasi sama perkedel jagung. Joseph sama Dwika tuh kurang bantu dalam memasak. Masa mereka cuma bikin masing-masing satu misting nasi dan itupun keras nasinya. Mereka ga bantu hal lain kecuali menuangkan air. Kalo ga dibantu Yoga dan yang lain, mungkin pagi itu kami bakal makan nasi keras. Kalo perkedel jagung tuh entah kenapa minyaknya ga panas2. Rasa perkedel jagungnya juga agak aneh. Kalo itu, gw baru tau pas di rumah, ternyata kami tuh kurang memberikan setidaknya satu butir telur, makanya rasanya agak ga enak dan perkedelnya ga mengembang. Masalah ekstra juga muncul akibat dari kehabisan minyak goreng. Untungnya margarin kami masih banyak.
            Nah, selesai makan, yang mau latihan horizontal vertikal langsung siap2 dan tancep gas. Nda dan istrinya dateng, Istrinya cantik deh, ga nyangka haha. Nah, abis itu ade mau ke pasar, gw mau ke toilet, jadinya gw numpang Ade. Gw sekalian juga belanja sama Ade. Pas keluar dari belokan citatah 90 tuh ada Sojo. Hehe, seneng gw ngeliatnya, berarti gw ga sendirian lagi (sendirian GL caving). Selesai belanja, akhirnya Yoga memutuskan untuk pergi ke gua Cipatat buat latihan pemetaan, yeiii.
            Cavers pun packing dan berangkat (Yang berangkat tuh Yoga, Nurul, Gw, dan Sojo), Onye mau ke Jakarta jadinya ga ikutan. Kami naik motor sampai warung langganan. Disana kami shalat dulu. Ganti-gantian shalatnya soalnya cowo2 kan shalat jumat. Pas Yoga dan Sojo shalat, Nurul menerangkan dulu pemetaan gua tuh gimana. Begitupun sebaliknya, pas gw dan Nurul shalat, Yoga menerangkan ke Sojo. Ada ekstra ilmu dari Yoga, yaitu kompas kanan dan kompas kiri, hal itu diambil untuk mengatasi pengambilan jarak kanan dan kiri yang mungkin tidak tepat tegak lurus.     
            Setelah itu kami menitipkan barang bawaan ke warung lalu berangkat menggunakan motor ke gua. Nah, rencana awalnya tuh mau pemetaan di gua Cikaracak. Tapi kami tidak berhasil menemukan guanya. Kami sudah menemukan belokan ke kiri yang mirip sekali jalur ke gua cikaracak tersebut. Tapi tidak ada gua yang kami temukan disana. Disana kami malah menemukan penampang yang mirip dengan ingatan gw mengenai gua cikaracak. Tapi tempat yang seharusnya sudah ada guanya malah tertutup batu-batu. Di bagian lebih kebawah, terlihat batuan besar yang masih baru, batuan itu seolah-oleh baru-baru ini jatuh dari atas mulut gua. Batu-batuan di tempat kami menduga awalnya mulut gua juga terlihat masih baru, tidak stabil dan ada bekas putih-putih yang menandakan bekas benturan. Kami menduga bahwa gua cikaracak sudah terkubur dibalik bebatuan itu. Kami sudah mencoba menelusuri jalan lain, siapa tau dugaan kami bahwa gua cikaracak terkubur itu salah, tetapi tetap saja kami tidak menemukan gua cikaracak.
            Akhirnya kami ke gua cipatat. Karena headlamp yang kami bawa hanya tiga, maka Yoga tidak ikut pemetaan, dia berjaga di entrance gua. Gw jadi shooter, Nurul jadi stasioner, dan Sojo jadi descriptor. Gw sedikit bermasalah pas awal-awal make clino, gw agak bingung gimana nge-shootnya dan pernah gw salah baca bagian yang kiri atau kanan, untung karena ga masuk akal makanya gw sadar kalo gw salah. Kalo pas menentukan kompas kanan dan kompas kiri, ada jalur yang gw ga bisa lihat senterannya dimana. Gw juga salah pada pembacaan kompas, gw bacanya kurang teliti, gw cuma ambil angka yang kelipatan lima. Sepertinya di beberapa tempat gw juga salah saat menentukan titik yang dilihat untuk kompas kanan dan kiri. Kalo descriptor, dia ada yang lupa menambahnya letak si stasionernya dimananya di gambar dia.
            Setelah kami selesai mengumpulkan data, kami makan mie gelas bikinan Yoga. Haha, kami lupa membawa sendok, dan gelas. Padahal tangan kami sangat kotor sehingga tidak mungkin makan mie nya langsung gitu. Untung di warung kami membeli minuman gelas (gw lupa apa merk nya, yg pasti tuh merk yang ada hadiahnya). Setelah itu kamipun kembali ke ITB.
--------------------------------------
            Nah, sekarang bagian mengolah data hasil pemetaan kami. Gw nyoba mengolah data tersebut di rumah. Tapi gw mendapati adanya beberapa kejanggalan dan kesalahan. Tidak sinkron data antara kompas kanan atau kiri dengan tape kanan atau kiri, kalau tidak sinkronnya dikit sih masih maklum, ini tuh ga sinkronnya parah (cuma di dua stasiun sih, tapi tetep aja ngaruh ke petanya). Di beberapa tempat, gambar hasil deskriptornya tidak terlalu jelas, apalagi yang penampang atas, sehingga ketika membuat petanya agak meragukan dalam menggambar lorong-lorongnya. Ada juga bagian yang deskriptornya lupa memberikan tanda letak posisi stasioner.
            Sebaiknya untuk shooter, dia menembak kompas kanan dan kompas kiri dengan keakuratan tinggi pada tempat stasioner mengukur tape nya. Kalo menggunakan kompas juga jangan dengan skala terkecilnya kelipatan lima, harusnya bacanya dengan lebih teliti. Jangan tertukar juga melihat clino yang sebelah kiri atau kanan, bisa di cek kok dengan melihat di ujungnya, bila ada tanda persennya berarti bukan angka itu yang dilihat. Jangan lupa juga mengukur tape kiri, kanan, dan atas dari entrance. Kalo ada chamber walaupun kecil seperti ujung lorong yang sebelah kiri, tetep aja perlu diambil data supaya tau kira-kira seberapa luas, atau kalo ga, deskriptornya harus gambar yang jelas. Lebih bagus lagi sih kalo ada foto.