Conquer
Lawe Cliff!
Oleh
: KMPA Ganesha ITB sub divisi Rock Climbing
Kisah
dimulai ketika kami merencanakan untuk membuat perjalanan menuju Tebing Lawe
yang terletak di Desa Kendaga , Banjarnegara Jawa Tengah. Perjalanan kami
kesana dimaksudkan untuk menambah pengalaman sekaligus untuk mengaplikasikan
ilmu yang telah kami dapatkan di sub divisi kami tercinta ini . Dan pemilihan
lokasi yang berada di luar Jawa Barat dipilih karena KMPA masih memiliki
sedikit data tentang tebing-tebing yang di luar Jawa Barat, jadi ibaratnya
sekali mendayung , dua tiga jeram terlalui. Untuk itu sebelumnya dari jauh-jauh
hari, kami telah berlatih untuk tebing Andesit yang konon merupakan tebing
tertinggi di Jawa Tengah ini. Rencananya kelompok pemanjat akan terdiri dari
tiga orang yaitu , Dika , Inda dan Joseph. Sedangkan pembimbingnya adalah
Bambang , Brian dan Maul.
Tapi
tak kenal maka tak sayang…Setelah sebelumnya mencari info dari ASTACALA Telkom
maka pada tanggal 2 Juli 2011, dilakukanlah survey Tebing Lawe yang dilakukan
Dika dan Inda , (tanpa pembimbing soalnya tugas pembimbing yang tidak dapat
diabaikan) sehingga dengan langkah tak gentar berangkatlah dua orang ini menuju
target sasaran sebagai surveyor (yang akhirnya malah mirip wisatawan
nyasar)…Setelah beberapa hari di Purwokerto , untuk mengurus perijinan di KPH
Banyumas Timur dan Polres Banjarnegara dan melihat langsung kegagahan tebing
Lawe dari dekat ( ditemani teman-teman dari FAKTAPALA STAIN Purwokerto dan UPL
MPA Unsoed), ketika sudah puas dengan info yang kami dapat (dan Lumpia
BOOMnya…) kamipun pulang ke Bandung pada tanggal 7 Juli 2011.
Presentasi
untuk massa KMPA pun disiapkan dan setelah dua kali presentasi yang alot ( dan
perencanaan hal lain) , kamipun menarget untuk berangkat tanggal 17 Juli malam
, naik kereta dari Kiaracondong menuju Kroya yang bertarif Rp 20.000 per orang.
Tapi malang tak bisa dihalang , galau tak bisa dihalau, kami mendapat kabar
bahwa salah satu “brother-in-arm” kami , Joseph , yang juga merupakan kelompok
pemanjat berhalangan untuk meramaikan jagat penaklukan Tebing Lawe karena
ayahanda beliau yang sakit keras di kampung halaman . Walaupun kami merasa sedih karena rekan memanjat yang berkurang ,
semangat kami tetap menyala untuk menaklukkan tebing Lawe , dan posisi
pengganti Joseph dianugrahkan pada salah satu pembimbing kami , Bambang.
Setelah
menyiapkan alat dan logistik yang akan dibawa , Malam hari , 17 Juli 2011 pukul
19.30 , kami bersiap berangkat menuju Kircon , tapi apa dinyana…kakak kami
tercinta yang baru lulus tahun ini , Sani, menraktir kami di McDonald Dago.
Kamipun menikmati makan malam yang nikmat disana ( …Inda makan Big Mac, gila
emang kekuatan cewek satu ini…-_-) . Setelahnya , kami menuju KiaraCondong dan
bertemu dengan Maul yang menanti di depan gerbang.
“Lama
amat sih…” tukas Maul.
“Ya
sori, kita ke McD dulu…nih dibeliin burger.” Jawab Brian.
Maka
jadilah kereta berangkat jam 21.30 , dengan keadaan kereta yang padat merayap.
Kami harus bertahan selama 7.5 jam disana ( hal ini tidak berlangsung lama,
karena sejam kemudian gerbong kesatu dibuka , dan kami semua bisa tiduran
disana…^^)
Pukul
05.00 pagi , 18 Juli 2011 , kami tiba di Kroya. Setelah itu langsung
melanjutkan perjalanan menuju Purwokerto dengan bis yang berkisar Rp 6000-8000
perorang. Perjalanan memakan waktu satu jam dan ketika kami tiba di terminal
Purwokerto (dengan keadaan capai dan lapar) , kami bermaksud untuk singgah di
UPL MPA Unsoed sekaligus untuk mengambil surat ijin dari KPH yang telah kami
ajukan pada survey lalu. Kami disambut dengan hangat dan untuk menemani kami
mengambil surat maka jenderal besar UPL ‘Mas Anas’ langsung menawarkan diri
untuk mengantarkan . Jadilah Mas Anas dan Dika , mengambil surat ijin di KPH
yang memakan waktu dua jam karena pengelolaan surat yang berbelit-belit
(Indonesia…indonesia…-_-)
Setelah
surat KPH di tangan , target selanjutnya adalah mengambil surat ijin dari
Polres Banjarnegara dan membeli logistic di Banjarnegara. Dengan bus bertarif
Rp 15.000 dan waktu 2 jam , kamipun tiba di Banjarnegara. Cuaca sudah mulai
mendung kala itu, tanda kalau kami harus bergerak cepat. Tugaspun dibagi dan
ditentukan kalau Dika dan Brian mengambil surat ijin di Polres , Inda dan Maul
membeli bekal makanan dan Bambang menunggu di musholla. Pengambilan surat di
polres tidak terlalu bertele-tele dan setelahnya kami makan siang. Lalu dengan
bis yang menuju Greseng {?Apaan ya lupa,tolong koreksinya},
kami menuju Desa Kendaga yang memakan waktu 30 menit dan uang Rp 20.000
(untuk kami semua) . Kami tiba di basecamp rumah Pak Marjuki yang terletak di
depan musholla pukul 16.45. Disana kami bertemu dengan anak-anak MAHITALA Unpar
, yang mempunyai niat mulia yang sama dengan kami yaitu menghancurkan tebing
Lawe, …jreng…jreng…dung..tak …”Siapakah yang akan memenangkan pertarungan ini?”
Yah,
lanjut…karena cuaca yang sudah gerimis dan sangat berkabut maka acara orientasi
medan sore ini ditunda besok pagi, dan kami pun meracking alat saja. Sementara
anak mahitala yang pergi ke top lewat jalur belakang sampai pukul 20.00 malam
belum tampak batang hidungnya, ( padahal hujan loh…malam-malam lagi, apa nggak
takut diculik tuh…) Dan setelah mendiskusikan strategi penyerangan untuk besok
bersama Bambang , Brian dan Maul , kamipun beristirahat untuk memulihkan
kondisi kami.
Paginya
pukul 05.25, Selasa 19 Juli 2011. Kami bangun dan memasukkan alat-alat yang
diperlukan ke dalam carrier sementara Inda dan Maul menyiapkan makan pagi.
Kamipun berangkat pukul 08.30 dari rumah Pak Marjuki menuju tebing yang memakan
waktu 15 menit , dari jalan raya sudah tampaklah kegagahan tebing Lawe dari
jauh. Setelah ormed sebentar kami menuju kaki tebing dan langsung meracking alat-alat.
Pemanjatan dimulai pukul 09.00 dan saat itulah kami baru menyadari kesalahan
FATAL kami…yaitu jenis hanger yang tidak cocok…
Memang
Saya pun baru tahu kalau hanger yang dipakai di Lawe yaitu tipe rintisan ( tipe
lama) dan hanger yang kami punya adalah hanger sport yang walaupun sama-sama 10
mm , tapi jelas fungsi dan aturan pakainya sangat berbeda dan hal inilah yang miss dari survey kemarin. Setelah tim
pemanjat mengalami fall sebanyak 3 kali karena berusaha untuk menggunakan
hanger sport di mata bor tipe perintis ini, maka strategi pun diubah. Dan
akhirnya, kami berencana tidak akan menggunakan hanger perintis yang sudah
disana tapi mengebor baru dengan hanger tipe sport kami. Dan hari ini kami
hanya berhasil menempatkan satu hanger sport di ketinggian 4 meter, kamipun
mengakhiri kegiatan pemanjatan hari itu…(Sedangkan tim Mahitala yang mengambil
jalur di sebelah kanan jalur kami telah membuat pitch 1 di ketinggian 15
meter~, tapi hati-hati bro, walaupun gampang dipanjat batu disana gampang lepas…).
Senjapun
tiba dan hujan mulai turun, dan anak-anak mahitala juga bergegas mengakhiri
pemanjatan, yah memang menurut penduduk setempat juga tiap sore sekitar jam 3
sore keatas , kawasan tebing lawe pasti dilanda hujan, dan hal ini sudah
berlangsung selama 5 hari…, info yang menarik.
Btw
, fall yang dialami tim pemanjat disebabkan karena berbagai macam hal. Pada
fall pertama yang dialami Dika, ini karena posisi pemasangan yang kurang pas,
karena hanger pertama yang akan dicoba pasang (dan karena tipe hanger yang
berbeda) maka oleh Dika dipasangnya sambil duduk di atas slab, karena kalo
sambil berdiri setengah memanjat , sangat sangatlah susah….Ternyata karena
lumut maka slab itu malah berfungsi selayaknya perosotan, jadilah Dika jatuh
dari ketinggian 3 meter dan mendarat dengan pantat duluan ke tanah. Sedangkan
fall kedua dialami Inda, saar memasang hanger kedua , Inda menginjak hanger
pertama yang tidak sempurna bukan slabnya sehingga karena tidak kuat terbeban ,
hanger pertamanya lepas dan jadilah Inda terpelanting ke tanah dengan lagi-lagi
pantat duluan. Saat fall ketiga , hanger kelima yang dipasang Dika (ratingnya
perunggu…) nggak kuat menahan beban saat Dika dibelay turun , dan jadilah Dika
jatuh dari ketinggian 6m~ dengan punggung duluan, dan bodohnya hanger keempat
dan kedua (yang ratingnya emas) malah ga dimasukin tali merahnya….lanjut.
Malamnya
kami mengadakan evaluasi tentang blunder hari ini, dan diputuskan bahwa kami
akan menggunakan plan B perjalanan (yang sebelumnya yaitu plan A “Memanjat
sampai puncak Lawe”) yaitu merevitalisasi jalur panjat menuju pitch 1 dan
membuat jalur sport di kawasan tebing Lawe itu sendiri. Setelah mendapatkan
nasihat serta wejangan dari pembimbing, kami pun tertidur lelap untuk
menyiapkan diri keesokan hari ( tidur Inda dengan pantatnya yang masih pegal
dan Dika dengan punggungnya yang ngilu…ouch :3). Oh ya, kami kedatangan anggota
baru yaitu Cahyo yang mampir setelah mengikuti lomba orienteering di Solo, dan
beruntung masih ada Ojek ke Desa Kendaga…Welcome to the Party , Cah…!!
Hari
kedua pemanjatan , Rabu 20 Juli 2011, setelah makan pagi dan ‘memberi makan
ikan lele’ dulu, kami berangkat menuju tebing pada pukul 08.00 dan mulai
memanjat lagi pukul 09.00 . Kali ini Dika naik terlebih dahulu dengan SRT lalu
menempatkan hanger di atas tambatan tali statis. Lalu dengan hanger yang baru
dipasang (dan keyakinan tidak bakal ‘fall’ lagi…) , tanpa makan waktu lama
hanger ketiga pun ditempatkan dengan teknik memanjat aided Climbing. Lalu pukul
11.15 , Dika digantikan oleh Inda yang memasang hanger keempat yang tepat
sebelum ‘belokan’ ke kiri menuju pitch 1. Lalu Inda turun dan kami sama-sama
menikmati makan siang. Lalu, pukul 13.30 pemanjatan kembali dilakukan oleh Dika
yang menempatkan hanger kelima , tapi karena punggung yang masih sakit, Dika
digantikan oleh Inda kembali , yang menempatkan hanger keenam dan lalu memasang
tambatan tali statis untuk keesokan harinya. Cuaca sudah mulai gerimis kala
itu, dan kami memutuskan untuk mengakhiri pemanjatan hari ini. Sementara itu ,
Mahitala menurunkan tim baru yang memanjat di sebelah kiri jalur kami yang
menarget pitch 1 dengan rute pemanjatan aided climbing yang lurus langsung
menuju pitch 1. Sedangkan tim mahitala yang kemarin mengambil jalur menyamping
ke kiri menuju pitch 1 dan baru memasang 4 hanger . Kamipun kembali ke basecamp
rumah Pak Marjuki melalui jalan yang becek dan licin karena hujan (dan
pembimbing kami Brian pun terpeleset dengan indahnya…)
Malamnya
setelah menentukan strategi lanjutan untuk besok, datang dua anak (yang satu
keponakan Bu Marjuki) yang penasaran tentang keramaian di rumah Bu Marjuki.
Setelah berkenalan ternyata kedua anak itu bernama xxx
dan yyy {AKU LUPAAAA?? BODOHNYA…} , lalu karena
Brian fasih dalam berbahasa Jawa , entah mengapa kedua anak itu malah diajari
pelajaran Matematika, benar-benar mulia kegiatan kami ini selain memanjat juga
membantu memajukan pendidikan di Indonesia. Lalu , karena malam sudah mulai
larut maka kedua anak itu berpamitan dan kamipun beristirahat untuk besok…
Pagi
hari yang cerah , Kamis 21 Juli 2011…hari ini diawali dengan sayur sop yang
nikmat , dan setelah bersiap kami kembali ke tebing pada pukul 08.30. Setelah
sampai di tebing, racking dimulai dan sebagai pemanjat kita yang pertama adalah
Dika. Pemanjatan dimulai pada pukul 08.45 dan diakhiri (dengan memalukan) pukul
09.45 .
“Jalannya
licin banyak lumut lagi….takut ahh, turunin aku Ndaaaa…” teriak Dika dari atas.
“Ahhhh…”
penonton di bawah mendesah dengan nada kecewa.
Akhirnya
, Inda mengambil alih pemanjatan. Kata Dika sembari ngebelay, jalur yang licin
itu (walaupun slab dan terlihat enak dilalui…) lebih aman dilewati kalau
dipasang hanger satu lagi , alasannya untuk pendukung psikologis pemanjat.
Ternyata hanya dalam setengah jam Inda sudah nangkring di pitch 1…
“Hahahaha…potong
Barbara lo, Dik…hahaha, kaya gini doing ngga bisa.” Tawa Inda yang lagi ngebor
buat hanger di pitch 1.
“F*CK…”
kata Dika dalam hati karena ‘adik’ nya dibawa-bawa.
Ketiga
tim saat itu mulai mengebor dari berbagai arah menuju pitch 1 , benar benar
seperti lomba 17-an membuat lubang terbanyak…hehehe jarang-jarang lihat anak RC
manjat bareng-bareng kayak gini.
Saat
menempatkan hanger kedua , tim basecamp kedatangan tamu dari jagadpala , PA
dari fakultas fmipa Unsoed serta seorang lagi dari Jogja (ntah nama sebenarnya
siapa, tapi dia menyebut dirinya {Ahh…aq lupa lagi nih
harus nanya Bambang, kontol kobong mungkin namanya?}, setelah
menempatkan hanger kedua di pitch 1 dan menambat tali statis, maka
pemanjatanpun dihentikan karena cuaca sudah cukup sore, dan hujanpun mulai
turun . Tapi sebelum pulang , kami menentukan dulu jalur sport yang akan dibuat
besok dan diputuskan mengambil tempat di bawah basecamp tebing , dan jalurnya
juga lumayan pendek hanya tiga hanger . Dika yang dari tadi cuma mangkir (karena
Barbaranya mau dipotong) akhirnya menawarkan diri untuk membawakan karier (yang
sebelumnya dibawa Brian) , biar ada kerjaan…menyedihkan ya.
Malamnya
, kami mengevaluasi kembali kegiatan kami selama disana , dan hal yang
ditekankan ialah kapan pelaksanaan sosialisasi pedesaannya? Memang salah satu
tujuan kegiatan kami yaitu sosped adalah faktor penentu kesuksesan perjalanan
ini. Dan sampai sekarang yang baru diwawancarai adalah Bu Suswanto , si empunya
warung (karena notabene kami suka beli rokok dan ngopi disana…) Setelah
tersusun rencana yang matang , kamipun beristirahat dengan damai.
Jumat
, 22 Juli 2011 , hari ini dibuka oleh teh yang dibuat Maul untuk kami. Setelah
makan pagi, kami berangkat menuju tempat jalur sport. Sebelum memulai
pengeboran jalur sport, tugas yang harus dilakukan pertama kali adalah melepas
hanger sport ketiga kami (karena jaraknya dengan hanger kedua terlalu pendek)
dan memfoto keadaan di pitch 1 , dan tugas mulia ini diberikan pada Dika. Setelah
naik ke pitch 1 dengan teknik SRT dan bantuan tali tim Mahitala 2 (tim yang di
sebelah kiri kami , yang ada Prita yang cute…>_<) , maka keadaan sekitar
pitch 1 difoto lengkap dengan hanger yang baru dipasang Inda. Jam telah
menunjukkan 10.55, hampir solat jumat ,
dan tanpa babibu , Inda memasang tambatan di batu besar dan Dika segera
rapelling untuk membuat jalur SRT yang
akan digunakan untuk pengeboran . Karena Dika harus solat jumat , maka Dika
segera naik lagi dan dalam waktu 15 menit telah menyelesaikan lubang untuk
hanger teratas jalur sport ini. Lalu Dika , Bambang dan Brian kembali ke Desa
Kendaga untuk melaksanakan solat jumat, dan tugas pengeboran dilanjutkan Inda.
Setelah melaksanakan solat jumat ternyata Inda sudah dalam proses perampungan
hanger terakhir. Pemasangan hanger selesai pukul 14.00 . Dan tibalah saatnya
test jalur . Kalau dilihat, jalur sport ini memang pendek tapi tantangannya
adalah pegangannya sangat kecil dan untuk mengandalkan friksi sangat susah
karena adanya lumut ( bahkan masih ada air yang mengalir dari atas saat proses
pengeboran) di tengah-tengah jalur sport itu. Dika mencoba memanjat , dan
setelah berpikir lama dan melihat pegangan dan pijakan yang memungkinkan , Dika
segera menuju ke atas dan dibelay turun ke bawah . Begitu juga Inda yang
berhasil menuju hanger top, sembari mengeluh betapa licinnya jalur itu . Lalu
runner di clean dengan cara ‘climb down’ oleh Dika dengan hidung tersumbat
ingus karena 5 hari berturut-turut hujan-hujanan. Jam 15.45, kami memutuskan untuk
segera kembali ke desa dan melakukan sosialisasi pedesaan.
Hampir
magrib saat itu , dan Dika serta Inda memutuskan untuk bersilahturahmi ke rumah
Pak RT , dari perbincangan dengan Pak RT itu kami mendapat hal-hal yang
berhubungan dengan Lawe dan Desa Kendaga ini. Dari tebing lawe yang sering
didatangi mahasiswa tiap tahun , pekerjaan penduduk desa , kisah horror di
tebing Lawe dan semacamnya. Setelah minum teh manis dan keripik yang nikmat
kami berpamitan dan kembali ke rumah Pak Marjuki.
Saat
evaluasi , akhirnya diketahui kalau masih ada objektif yang belum dipenuhi
dalam perjalanan ini yaitu mendokumentasikan keadaan di puncak atau top tebing
. Karena dalam plan A , objektif ini dicapai ketika pemanjatan artificial
selesai dilakukan. Maka dalam plan B , kami hanya menggunakan jalur belakang
untuk mencapai puncak . Dari sana lalu kami akan rapelling ke bawah untuk
memfoto medan tebing khususnya pitch 4 sampai puncak (karena panjang tali yang
terbatas). Setelah selesai evaluasi , kamipun beristirahat. Besoknya
, Sabtu 23 Juli 2011 , karena proyek di Sumbawa maka pembimbing kami Brian
tidak dapat menemani untuk acara hari ini karena harus segera ke Jogja untuk
mengejar pesawat . Jadilah dengan 4 orang saja (Saya , Inda , Bambang dan
Cahyo) berangkat menuju jalur belakang tebing Lawe, sedangkan Maul tinggal di
basecamp untuk membeli logistic dan menyiapkan makan siang. Perjalanan ke
gerbang jalur belakang tebing Lawe sendiri memakan waktu 20 menit dari rumah
Pak Marjuki, dan untuk sampai ke puncaknya memerlukan waktu 30 menit lagi ( bisa lebih cepat kalo bawaannya
ringan) . Sesampainya di puncak , kami mencari tempat tambatan untuk rapelling
dan menemukan baut yang masih baru dan sepertinya hasil karya Mahitala . Tapi
saat kami mencoba memalu baut yang menyembul itu, ternyata hasil pengeborannya
masih longgar (atau tidak bulat sempurna lubangnya) dan yang lainnya masih bisa
masuk ke dalam alias belum terlalu kencang masangnya. Hal ini membuat kami
‘ngeri’ untuk menggunakannya sehingga Dika memasang 2 hanger baru untuk
tambatan rapelling. Pukul 11.45 , Inda mulai rapelling ke bawah membawa kamera
dan perlengkapan secukupnya , sedangkan Dika hanya menunggu menatap langit .
Tapi , akhirnya Bambang dan Cahyo yang bosan lalu datang merecok . Lalu bertiga
membicarakan tentang perjalanan KMPA khususnya subdiv RC ini dari masa ke
masa , ini merupakan cerita yang menarik
apalagi Inda lama banget fotonya. (Sementara itu kata Inda , naik ke atasnya
lagi susah banget karena harus ngelewatin hang , hahaha…)
Setelah
selesai , dan sudah puas dengan data yang sudah dikumpulkan kami lalu packing
dan bersiap kembali ke rumah Pak Marjuki. Dalam perjalanan pulang , kami
melihat kea rah Tebing Lawe yang telah memberikan pengalaman yang menarik dalam
hidup kami dan entah kapan kami dapat kembali kesini….
Sesampainya
di rumah , Inda dan Dika langsung tertidur pulas sementara Cahyo , Bambang dan
Maul berbincang-bincang di ruang TV. Dan nampaknya . Jagadpala yang tempo hari
lalu datang ke tebing Lawe untuk survey juga telah sampai di rumah Pak Marjuki
dan merencanakan pemanjatan untuk besok , sementara anak MAHITALA sudah kembali
ke Bandung siang tadi. Jadilah, yang kami kira hari ini sudah agak sepi karena
Mahitala sudah pulang , ternyata tetap ramai seperti biasa…
Malamnya
tidak diadakan evaluasi dan kami hanya duduk santai sambil mengobrol hal-hal
kehidupan, dan sesuai rencana kami akan pulang besok sesuai dengan ijin ke
polsek. Kami lalu beristirahat dengan pulas karena akhirnya tugas kami sudah
selesai.
The
promised day , Minggu 24 Juli 2011 . Setelah makan pagi dan mengabadikan momen
Bambang memberi makan lele , kami membagi tugas
yaitu Bambang dan Cahyo pergi ke Polsek untuk memberitahukan kabar
kepulangan kami menuju Bandung. Sedangkan Saya , Inda dan Maul membeli keperluan
logistic di pasar terdekat untuk Bu Marjuki , Dika pun membelikan tamiya untuk
Hafiz ( padahal niatnya buat pajangan di kosan loh…) Sekembalinya kami ke rumah
Pak Marjuki, kami langsung berpamitan dan memberikan logistik serta tamiya
sebagai kenang-kenangan (sayangnya stiker kmpa ga dibawa…) . Bu Marjuki lalu
memberi kami sekarung salak pondoh , fresh from the garden. Setelah berfoto
dengan Bu Marjuki , dan memfoto sekitaran desa kami pun pulang naik bus menuju
Banjarnegara , dan dari Banjarnegara menuju Purwokerto . Saat di Purwokerto ,
Inda tinggal untuk laporan kepada Bang Freden yang akan pergi ke gunung Slamet
hari selasanya (sekalian kencan ma Fred-Fred) , sedangkan tim lainnya bergegas
mengejar kereta di Kroya yang berangkat jam 17.00 . Untungnya bagi kami , masih
sempat mengejar kereta walau petugas karcisnya stress disuruh cepet-cepet sama
Dika. Dan dengan selamat kami tiba di Bandung jam 00.00.
Perjalanan
kami ke sini merupakan pengalaman yang sangat berarti dan sungguh saya tidak
menyesal ke sini , karena banyak hal yang didapatkan . Dan saya yakin kalau
misalnya perjalanan kali ini merupakan awal dari perjalanan yang seru
kedepannya , bukanlah akhir….This isn’t the end.
Btw,
catper ini edit ajalah…beda banget ma gayaku bikin catper sebelumnya , tapi
yang penting bisa ngasih pandangan tentang perjalanan ini.