25-26 April 2008
Pada minggu keempat April saat kegiatan akademik lagi padat2nya di ITB, tiba-tiba tecetus ide galatuping,(kalo ga salah sih idenya datang dari Arfan).Kemudian ditetapkan rute pejalanan kali ini adalah camping di Situ Patenggang di Ciwidey dan besoknya diterusin ke kawah putih.
Tim awal yang rencananya mau ikut itu, Arfan(sang pencetus ide), Didik, KoKo, Kanya, Mala, Ana, Alam, Irfan,Ria, dan Fusi(Saudara jauhnya Ria). Kalo ada keanehan dari nama-nama diatas, yaitu ga tercantum nama GL. Demi kebaikan nama GL akhirnya saya dan Aldi memutuskan untuk ikut. Karena saya sendiri ada urusan malam harinya, kami menyusul jam setengah empat pagi.
Pelajaran moral yang didapat dari mengendarai motor jam setengah empat pagi dari Bandung ke ciwidey.
1. Kamu ga bakal kepanasan dan jamuran saat melewati macetnya Kopo disiang hari
2. Kamu akan mencederai paru-parumu dengan bekerja lebih berat.
Berhubung jalan pagi masih sepi, perjalanan yang biasanya ditempuh 2 jam lebih (belum dihitung macetnya) kami tempuh dalam waktu 1,5 jam. Jam 5, kami singgah disebuah Mesjid dekat pintu masuk Situ Patenggang. It’s time to pray.
Masuk ke daerah Situ Patenggang, Kami melihat situ masih diselubungi kabut, gabungan antara dingin dan sepi terbukti menimbulkan efek mistis tersendiri.
Entah karena efek mistis itu, atau kedodolan karena belum tidur semalam , kami ga berhasil menemukan pintu masuk ke Situ yang jelas-jelas udah terlihat didepan mata. Akhirnya sebelum memutuskan untuk terjun melewati tebing kami bertemu seseorang yang kelihatannya penduduk asli.
Percakapannya kira-kira begini :
Aldi : “Pak, punten, jalan masuk ke danau nya lewat mana yah?”
Si Bapak (ga tau namanya ): “o, terus aja , ntar ketemu parkiran masuk kedalam..”
Aldi : “o,, makasi ya pak”..(bersiap-siap mau pergi)
Si Bapak ( Yang masih ga diketahui namanya ): “eh , emangnya dipintu depan ga ada yang jaga yah?”
Aldi : “enggak pak..”
Si Bapak : ”wah, bayar kesini aja nak 10.000, qlo pake tiket mah 15000..”
Saya : “kesini? Ke Bapak ?”( dengan kepolosan yang bodoh)
Si Bapak : “iya neng...” (dengan tampang tak berdosa)
Siakek,, pagi-pagi kena palak bapak-bapak.
Dengan modal 10000 kami akhirnya menemukan pintu masuk danau. Karena trauma diminta bayaran lagi, kami ga bertanya ke petugas jaga dimana tempat anak KMPA camping, dan berusaha mencari sendiri disekeliling danau yang masih gelap. Karena ga menemukan tenda anak KMPA, saya mencoba menelpon. Saya mengakhiri usaha menelpon setelah 3 kali telpon tidak aktif, 2 kali salah sambung, dan 5 kali ga diangkat. Analisis sementara, sepertinya masih pada tidur.
Dan tepat saja, saat kami berhasil menemukan tenda dan mendekat, kami melihat beberapa tubuh dalam sleeping bag seperti kepompong kedinginan sedang tidur diluar. Kebiasaan anak KMPA: menyia-nyiakan keberadaan tenda dan malah tidur diluar. Karena ga ingin kedatangan saya sia-sia dan Cuma disambut udara pagi Situ Patenggang, saya mengaplikasikan cara membangunkan orang tidur dengan cara yang diajarkan Gugum dan Gemen, berteriak dan bernyanyilah sefals mungkin. Cara terjitu yang saya pelajari hingga saat ini.
Waktunya untuk makan pagi. Kami sarapan dengan sup krim manis asin campuran ayam+jagung, dan roti. Dengan sedikit kreatifitas , kami mengubah menu sarapan dengan roti bakar mentega gula isi supkrim dilumeri saus pedas. Hamburger tanpa beef, penjelasan paling sederhananya.
Sarapan kita...
Lagi makan...
Dari Ria, saya tau kalau ternyata mereka juga diminta bayaran 5000/orang sebagai admin untuk menginap. Jadi memang untuk dapat masuk ke sana kita harus membayar 5000.
Sekitar jam setengah 9 kami mulai packing. Dan kami menyelesaikan packing disaat yang tepat, saat matahari bersinar dengan hangatnya memantulkan cahaya dibeningnya air situ. Kami berfoto-foto sambil mendengarkan debat antara Alam dan Arfan tentang bagaimana terbentuknya Situ ini dan bagaimana debit airnya bisa naik turun. Sumpah, saintis abis, tapi ga jelas. ITB terlihat berhasil mendidik mahasiswanya.
Saya memilih mendengar Mala bercerita tentang dongeng asal muasal Situ Patenggang. Sains sepertinya kurang tepat untuk ketenangan galatuping diakhir minggu. Saya rasa menyediakan sedikit waktu untuk mengagumi ciptaanNya, membuat hari-hari anda berikutnya akan lebih bermakna.
Puas berfoto-foto dengan kamera Handpone Ana(Kamera Kanya baterainya abis dan lagi diCas di warung dekat sana).
Sebelum pergi, hal yang wajib dilakukan, sweeping sampah! Peraturan di KMPA : Leave Nothing but FootPrint.
Aduh, dilema...
Punten yah, sedikit beropini disebuah catatan perjalanan...
(Bagian ini boleh dibaca, boleh ga...)
Ada 2 masalah yang dapat disorot dari fenomena diatas. Yang pertama, kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga aset yang dimiliki. Atau mungkin juga kurangnya kesadaran ini disebabkan kurangnya rasa memiliki dari masyarakat sendiri. Masalah yang kedua, saat masyarakat membayar untuk memasuki tempat wisata, itu dianggap adalah bayaran untuk segalannya, termasuk kebersihan. Tapi ga tau kenapa, ternyata bayaran tiket masuk itu ga cukup buat menjaga sebuah tempat tetap bersih. At least, masih ada tempat wisata yang terawat kok.
Catatan perjalanannya dilanjutin...
Think Globally, Act Locally. Yah, sweeping sampah hasil aktivitas sendiri, dan memungut sampah disekitar semaksimal kemampuan, solusi praktis untuk saat itu.
Perjalanan diteruskan ke Kawah Putih. Jam 10-an.
Perjalanan dipagi hari dan bersama yang lain lebih menyenangkan, karena bentang alam disekitar sekarang terlihat jelas. Gunung yang tadi pagi terlihat seperti bayangan raksasa hitam menampilkan aslinya. Selain gunung dan hutan, kita juga disuguhi pemandangan hamparan kebun teh di sepanjang perjalanan. Dari Situ Patenggang melewati bumi perkemahan RancaUpas, kami sampai di pintu gerbang untuk masuk ke kawah putih.
Dengan tampang kucel belum mandi, pakai carier, dan agak kotor,saya pikir wajar kalo kami terlihat mencolok diantara pengunjung-pengunjung lain. Kami kemudian mencari spot bagus untuk berfoto, dan menggelar matras. Udara dingin dan kawah putih sedikit berkabut. Dan saya sedikit heran bagaimana cewek-cewek (kelihatannya model-model) diseberang sana yang sedang berfoto bisa bertahan dengan pakaian apa-adanya(dibaca : minim).
“aduh mbak, punya ilmu tahan dingin yah?”, pengen bertanya seperti itu, tapi takut di jejalin sama sepatu highheel mereka, hehe...
Hal paling penting nomor satu : Foto-foto
Hal paling penting nomor dua : Foto-foto
Hal paling penting nomor tiga : Foto-foto
Well, jam menunjukkan pukul 12 kurang, dan waktunya untuk pergi. Sebenarnya kami mau meneruskan perjalanan ke Pengalengan. Tapi sepertinya kita udah keburu capek dan pengen kembali ke Bandung.
Karena pengen menghindari macet didaerah Kopo, kami memilih pulang lewat Cimahi. Tapi ternyata itu bukan keputusan yang tepat. Tetap saja kami terjebak dalam macet didaerah Cimahi. Bandung, bandung, semakin hari semakin padat. Setelah berpanas-panasan, gerah dan stres karena macet, kami sampai ke Sel sekitar jam 3. Akhirnya,,,
Sampai di Sel, kami baru tau kalo Koko kena musibah. Kakinya keserempet knalpot motor waktu didaerah macet tadi. Lumayan besar dan terlihat perih.Oleh-oleh galatuping lah ya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar