Rabu, 07 Januari 2009

Navigasi Cicenang-Gunung Malang


Pagi hari yang sebenarnya cerah dan memang sangat bersahabat, tapi gak buat gue.. hehe, soalnya hari ini ada materi navdar atau navigasi darat untuk GL XVIII di daerah Cicenang. GL yang jumlahnya 15 orang, ternyata yang bisa ikut cuma 10 orang termasuk gue.. Dan sempat berpikir kenapa gue gak masuk yang 5 orang itu ya?? Karena terlalu banyak mikir, makanya malah jadi ikutan. Jadi anak GL yang ikut ada Freden, Cahyo, Nasir, Affan, Andi, Tetu, Rahman, Os, Yulyan, dan tidak lupa gue. Kegiatan ini juga didampingi oleh para pendamping yang katanya sih baik-baik (jangan dipercaya), mereka adalah Irfan, Arfan, Gian, Alam, Heri, serta tidak ketinggalan dua orang turis yang gak jelas datang dari mana, ya dia adalah Maul dan Maman (yang datangnya telat, makanya langsung nyusul ke tempat materi). Gue sendiri juga bingung kerjaan dua turis (M2M) ini ngapain aja

Irfan langsung menyuruh untuk membagi kami dalam 2 kelompok yang tiap kelompok ada 5 orang, ya otomatis semua pada rebutan ke kelompok gue la, secara alatnya gue kan paling lengkap (kompas, penggaris, pena, pensil, penghapus, busur derajat, dan masih banyak lagi yang lainnya), haha (narsis mode on). Tapi ternyata itu cuma kamuflase saja, kelompok yang sebenarnya adalah orang yang berdiri di depan masing-masing. Jadi tiap kelompok terdiri dari 2 orang yang totalnya ada 5 kelompok.

Dan dimulailah materi hari itu dengan mencari titik awal di peta yang telah diberikan sebelumnya. Gue dan Yulyan memulai dengan menembak 2 titik ekstrim, yaitu Gunung Tangkuban Perahu (yang uda lumayan ketutup sama kabut) dan satu lagi gue lupa nembak apaan, hehe. Baru setelah itu melakukan resection di peta, karena belum yakin dengan hasil resection, makanya harus dilanjutkan dengan orientasi medan. Dan atas saran dari pembimbing kami yaitu Heri, kami pergi ke tempat yang agak lebih tinggi supaya dapat lebih melihat medan di sekitar. Butuh waktu yang cukup lama sampai akhirnya terpaksa meyakini suatu titik sebagai titik awal dan semua itu juga karena gue yang tidak membantu sama sekali, harap dimaklumi soalnya emang gue gak ngerti tentang navdar.



Os, Rahman dan Pak Alam, satu tim, satu ke’liar’a
n.

Pada awalnya, kami tidak memilih pendamping, mau ga mau, Pak Alam menghampiri untuk menjadi pendamping navdar kelompok ini. Dari awal, kami ini tidak niat ikutan navdar. Si Rahman dah mala
s buat ikutan navdar, kemungkinan karena ga ada si Intan. Os ga niat karena tidak pernah bisa menyukai kebuh teh hingga sekarang. Dari persamaan ketidakniatan ini, mereka mulai mengerjakan resection dengan peralatan seadanya, yaitu pena dan kompas. Dengan pena dan kompas yang pas-pasan, Rahman mulai membidik Tangkuban Perahu dan Gunung.... Dengan perhitungan pas-pasan, akhirnya, kami menebak-nebak posisi kami di tempat berdiri. Tebakan pun salah. Pak Alam, dengan sabar, mengajak ke bawah, ke arah dekat aliran sungai untuk memperjelas penglihatan kami berdua. Dibawa ke bawah bukannya semakin tahu, atau mengerti pembacaan bentang alam yang ada di cicenang tersebut, malah kami berdua semakin mumet dan main tebak-tebakan semakin menjadi. Akhirnya cukup lama waktu yang dihabiskan untuk menebak dan tidur-tiduran, niatan pulang pun selalu terlintas.

Pak Alam pun menyerah dengan memberi clue pada kami berdua posisi berdiri ini dengan bertanya apa saja bentangan berupa punggungan yang ada, termasuk punggungan luas, tempat mereka berdiri. Akhirnya posisi pun didapat dengan (rincian ada di peta).
Setelah itu target dari navdar ini pun disebutkan bahwa k
ami harus menuju gunung Malang, yang secara kasat mata ternyata berada di seberang jalan. Pak Alam pun memberi pengarahan kepada kami untuk tahu bagaimana ke gunung tersebut. Keterbatasan alat sempat mengganggu rencana dan menurunkan semangat. Kebingungan mendera hingga si bapak bilang ada 3 cara navigasi, yang salah duanya adalah potong kompas dan trekking. Secara peralatan navigasi kurang, dan option ketiga juga bernasib sama, maka diambil opsi trekking. Opsi ini membawa kami harus mengerti dan menghitung jumlah punggungan yang akan dilewati di peta dan yang sebenarnya. Entah benaran mengerti atau hanya pura-pura mengerti, kami membawa pak Alam berjalan sesuai arah yang kami tunjuk dan pilih. Cuaca masih tampak bersahabat meskipun semua kelompok yang lain telah menghilang. Namun, keadaan tersebut tidak berlangsung lama karena akhirnya awan bergerak cepat, dan rintik pun turun. Hujan gerimis yang tidak deras turun. Jam telah menunjukkan sekitar pukul 12.00, setiap punggungan dan lembahan dilewati agar segera menemukan jalan dan menyebrang ke seberang. Hitung-hitung mengikuti aliran sungai ternyata sangat membantu kami. Trekking dengan mengikuti aliran sungai yang disarankan pak Alam sangat membantu dan mulai menimbulkan semangat kami untuk menyelesaikan tugas ini. Sempat rasa drop itu ada karena tugas ini mau tidak mau harus selesai, meskipun harus sampai malam. Melewati punggungan hingga akhirnya sempat salah jalan karena terlalu terjal turun ke lembah. Akhirnya, kembali dan menelusuri jalan yang ada, dengan tetap menghitung jumlah punggungan yang ada hingga menemukan spot untuk menyebrang jalan. Pilihan pun dijatuhkan bahwa menyebrang segera dilakukan. Perjalanan yang ditempuh akhirnya membuat Rahman setidaknya berakhir sebagai seseorang yang ber”prospek”, dan aku masih kesulitan untuk memiliki prospek itu. ya, setidaknya aman, tidak navdar sampai malam.


Setelah menyebrang, kami tidak menduga petualangan yang sesungguhnya sedang menunggu. Di seberang jalan, kabut mulai turun dan menghalangi pemandangan ke depan sehingga sempat kesulitan menentukan posisi kembali sesuai peta. (rincian di peta). Rahman yang berprospek setelah menerima pengarahan dari Pak Alam dan berkompromi dengan aku, akhirnya menemukan posisi tersebut. Menuju punggungan yang dimaksud mulai dilakukan, menelusuri kebun teh yang ada, menghindari tanjakan dan turunan terjal yang dapat dilewati untuk memotong. Kabut yang ada turun menjadi gerimis deras yang cukup membuat baju kami bertiga basah kuyup. Hal ini yang paling tidak disuka selama latihan-latihan navdar. Mengapa harus selalu basah? Semua diterima lapang dada untuk sementara. Turun dari punggungan, hujan berkurang dan sungai yang membantu jadi patokan pun mulai stop alirannya, lebih tepatnya mulai bercabang karena dimanfaatkan.

Dengan kesabaran yang dimiliki, akhirnya sekitar pukul 15.00 sampai di puncak gunung Malang 1024 mdpl. Di atas telah menunggu kelompok lain, kami menjadi yang keempat sampai, meski dengan aksi jagoan dan akhirnya muka pak Alam lumayan suntuk juga. Namun, kesenangan itu tetap ada.

Baca Selengkapnya di : SINI

Materi SAR, Sanggara

By: GL GHPerjalanan kami dimulai keberangkatan dari basecamp(red: SEL) sekitar jam 4 sore. Hoho, materi kali ini pesertanya Aldi, Ari, Gian dan Hery beserta 2 orang pembimbing yaitu pak ustadz Alam dan gustaf pooh perjalanan kami tempuh dengan mengendarai motor, lalu harus menempuh jalanan penuh batuan yang teramat hancur. Walaupun segala rintangan menghadang tetap dengan senang hati kami lalui, karena rintangan tersebut yang membuat kami dewasa. Hehehe, sedikit berpuisi ria.
Perjalanan panjang kami pun berakhir di sebuah warung di desa panghaiatan. Ooo salah masih belum berakhir, masih panjang jalan yang menunggu kami. Kami berehat sekejap. Sekaligus menikmati indomie traktiran gustaf, sekaligus jajan. Setelah kenyang kami berinisiatif untuk melanjutkan perjalanan, dan motor yang kami gunakan kami titipkan di warung tempat kami belanja. Hehehe

Perjalanan kami lanjutkan dengan berjalan kaki menuju sanggara. Perjalanan kami tempuh dengan bermodalkan senter. Untuk menghemat bateri kita berjalan menggunakan formasi, 2 baris dengan tiap baris terdiri dari 3 orang dan yang di tengah membawa senter. Kami berjalan sekitar 2 hingga 3 kilometer. Sungguha perjalanan yang melelahkan. Sesampainya di camp, kami langsung mendirikan tenda dan membuat api. Setelah evaluasi kami berbincang-bincang hingga jam 12 lebih lalu tidur.


Besok paginya, seperti biasa sarapan ala kadarnya dengan oseng-oseng sayur dan tempe goreng tidak lupa ditemani teh manis ala heri. Pokoknnya serapan pagi kami sangat sederhana tapi puas, karena tempenya buanyak banget.hehehe. plek –plek bereslah kerjaan awa pagi-pagi.. lalu kami pergi ke aula, untuk mendapat materi dari Alam. Seusai sesi materi, gustaf terpaksa pulang ke kota.karena ia harus menghadiri agenda lain yang menurutnya sangat urgent.
Lalu kami diberi lokasi TKP, dan materi pun dimulai, hoho…



Kami menerapkan metode penyisiran dalam SAR kali ini. Maksudnya untuk mencari petunjuk dan keberadaan korban, kami menyisir daerah yang ditentukan dengan metode dari atas ke bawah lalu keatas lagi dan seterusnya, ato sebaliknya. Alamat kata kami harus tebas sana tebas sini, cuapek. Teknis lapangan kali ini yaitu tim dipimpin oleh ketua regunya, dan digilir secara bergantian. Dan juga selama di lapangan diterapkan beberapa simulasi, seperti penyelamatan, komunikasi, dan lain-lain. Waktu terus berlalu hingga akhirnya waktu menunjukkan jam 4. Berakhirlah materi sar hari ini. Dan materi dilanjutkan dengan materi camp di lereng, tapi sayangnya tempat yang kami tuju(red:tempat traversal) telah jadi rata oleh sendirinya. Jadinya ya camp seperti biasa. Dan malam pun berlalu dengan ditemani hujan rintik-tintik.


Besok Pagi ya seperti biasa, sarapan, packing lalu materi. Materi hari ke2 yaitu sar sungai. Dari namanya udah ketauan. Ya dalam sar sungai, teknisnya sama seperti sar biasa, namun bedanya penyisirannya dilakukan di daerah aliran sungai(nyemplung ke dalam sungai). Tentunya medan yang dilalui sangat berat. Karena banyaknya pohon yang bertumbangan di sekitar lokasi. SAR hari ke2 ini dilanjutkan dengan evakuasi korban( menurut scenario alam). Evakuasi dilakukan hingga ke basecamp(alias camp panitia yang waktu survival). Setelah itu kami diajari Navigasi malam. Setelah menempuh jalan yang menanjak bak tanjakan laknat, kami berpapasan dengan anak palawa unpad yang juga sedang materi. Ternyata ada juga yang wah, namun apalah daya no telpon pun tak dapat. Balik ke materi. Materi ini tergolong unik, karena hanya bisa dilakukan bila ada 1 tim, 1 orang sebagai navigator dan yang lainnya di sekeliling navigator dengan masing-masing membaw a senter tentunya. Cara berjalannya ya potong terus kea rah navigarot minta. Tebas-tebasan tentunya. Kami melakukan navigasi malam hingga jam 6 sore. Sekitar 1-2 jam. Lalu balik ke Camp.


Buesoknya…
Kami semua dibekali dengan pengantar seputar GPS oleh alam..
Prinsipnya mudah, tinggal tentuin spot target lalu ikutin tracking yang ada di GPS tersebut, lalu nyampe deh.. dan tidak lupa foto-foto dong…



Penyeberangan Basah Situ Ciburuy

Sabtu, 10 Mei 2008
By : Dinna Tazkiana


Salah satu agenda diklat GH buat Ekspedisi Tumbang Maluhoi ntar adalah penyebrangan basah. pertimbangannya, di lapangan ntar kita bakal nemuin rawa yg teramat luas dan harus dilewati. Dipikir-pikir ngapain kita berenang di rawa? Kan banyak buaya? Luas pula, kapan nyampenya??? Yah, karena pemikiran logis ini saat itu belum muncul, jadi kita lancarkan latihan penyebrangan basah ini. Kegiatan dilakukan hari Sabtu, 10 mei 2008, pesertanya 6 orang anggota GLGH, Geblek sebagai pelatih sekaligus pembimbing, serta Ulfa, Arfan dan Ria jg ikut meramaikan. Lokasi yang kita ambil adalah Situ Ciburuy, pertimbangannya ajimumpung, soalnya pada saat yang bersamaan orad juga mau latihan disana, jadi kita bisa berdayakan Tejo, si perahu penyelamat. Perlengkapan lain yang dibawa masing-masing orang adalah ponco, rafia, dan kerir berisi. Kita bawa juga tali kernmantel.

Rencananya, kita mau pergi dari sel jam 9 dengan alasan biar ga panas. Tapi ya itu, selalu ada hambatan untuk ontime, akhirnya kita pergi jam 11, disaat teriknya siang. Dengan naik mobil Heri yg penuh sesak oleh manusia dan kerir, kita meluncur menuju lokasi lewat jalan tol padalarang, nyampe situ ciburuy jam 12an. Langsung aja kita masuk ke gerbang masuk. Taunya, waktu kita di enterance, kita ditanya mecem-macem ma si bapa yang jaganya. Katanya darimana, mau ngapain, gitulah. Ya kita bilang aja dari itb mau latihan penyebrangan, trus kita ditagih surat ijin resmi dari instansi (ITB maksudnya) sama sii bapa itu. Tapi kita kan ga bawa, ngga tau msti bw juga, jadi ga ngasih surat, ngasihnya duit (maaf saya lupa berapa nominalnya, pokonya mayan murahlah untuk disebut duit nyogok). Fyi, htm biasa harganya 1750.

Selesai di pintu masuk, kita langsung parkir dan cari spot yg pas buat latihan. Ternyata ga ada. Ke daratan terdekat di tengah sana aja penjangnya ampe 50 meteran lebih. Intinya kita ga dapet lokasi yg sesuai buat latihan,,,, Setelah nyari-nyari sambil jajan gorengan dan es doger, akhirnya geblek dan tim pencari lokasi bilang kalo kita dapet tempat yg mayan cocok. Ternyata tempatnya diluar area wisata, tapi lebih deket ke rumah penduduk, tapi masih situ ciburuy juga. Langsung kita ngedodol kerir di tepian, trus tinggal nunggu perahu yang ngga kunjung dateng. Selagi nunggu perahu, kita nyampah di pinggir situ, ngobrol-ngobrol tiduran ga jelas, untungnya Ria bawa cemilan, kita jadi ada kerjaan yang berarti. Perahu akhirnya dateng sore, trus kita langsung latihan deh. Anak-anak GH gantian turun satu-satu, berenang dari pinggir menuju perahu di tengah sana, trus balik lagi ke tepi.

Di air ada geblek sebagai “penyemangat” yang setia di samping kita dikala kita renang, di perahu ada irland ma baim sebagai tim rescue sekaligus penentu jarak renang kita mpe mana. Ternyata nggak gampang renang pake kerir itu, ribet soalnya. Kalo bisa sih mending ga pake kerir deh. Indikator keberhasilan penyebrangan basah ini adalah kerir yang tetap terjaga kering dan kita yang selamat sampai tujuan. Selesai latihan yang Cuma berlangsung sekitar 1,5 jam, kita foto-foto sambil ngliatin anak orad latihan. Abis rangkaian acara latihan GH dan Orad beres, kita balik ke sel rame-rame maghriban. Sekian.

KONDISI DAERAH SITU CIBURUY

Situ Ciburuy yang berlokasi di Padalarang (tepatnya setelah tol padalarang, deket citatah, masuknya Kabupaten Bandung) merupakan sebuah danau milik pemerintah yang dibuka untuk umum. Waktu kita kesana bilang mau latihan penyebrangan, di pos enterance kita ditagih surat ijin resmi dari instansi (ITB maksudnya) sama petugas yg jaga dsana. Tapi kita kan ga bawa, ngga tau msti bw juga, jadi ya ga ngasih surat, ngasihnya duit (maaf saya lupa berapa nominalnya, pokonya mayan murahlah untuk disebut duit nyogok).

Oya lupa bilang, Situ Ciburuy tu menurut sy rada aneh lokasinya. Gimana engga, situnya tuh berada di tengah kota. Kota bener” kota, jalan raya, banyak mobil, motor, penduduk, pemukiman, kemacetan, kepanasan. Sebenernya bagus juga si, jadi kesannya the ecocity, tapi da tetep aja aneh, abisnya tu tempat kayak ga keurus. Di airnya tu banyak ‘asesorisnya’, kayak sampah-sampah ngambang, aroma yg kurang sedap buat dihirup, dan warna air yang coklat tua keijoan (emang ada warna kyk ini?). Sebenernya kalo kita liat view-nya si ngga ada masalah, bagus malah, apalagi klo sore tuh keren bgt. Udah mah pemandangan di sekitarnya bagus, rindang byk pohon”an (ada yg bilang suka ada lutung juga nangkring di pohon), lighting alami jg bagus, warna asli si air jg ga kliatan. Tapi ya itu, mungkin salah satunya disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat (penduduk sekitar dan pengunjung) akan pentingnya kebersihan lingkungan. Itu mungkin sekilas tentang situ-nya.

Udah sy singgung di atas klo di sekitar Situ Ciburuy itu rame. Ada pemukiman penduduk juga. Pas sy ‘soskot’ ke salah satu rumah (dengan niat numpang mandi), yang sy temukan adalah ternyata air disana bagus, sangat layak. Listrik juga masuk (yaiyalah, namanya juga kota). Terus lagi, disana rada’ gersang gitu (menurut sy lho) panas bgt pula (kalo yg ini si mungkin emang karena siang aj). Kurang pohon-pohonan di pinggir jalan dan di rumah penduduk, jadi kesannya jalanannya kurang segar dan berdebu.

Yaudah, segitu aja yg bisa sy ceritain. Yah intinya, pemugaran dan pemeliharaan Situ Ciburuy itu sangat diperlukan melihat kondisinya airnya sekarang yang kurang layak dijadikan objek wisata dan tempat latihan renang. Diluar itu, kondisi air penduduk tergolong memadai. Namun, di daerah pemukiman tersebut sedikit kering dan berdebu. Tapi rada gpp jg sih soalnya di sekitar Situ kan banyak pohon-pohon gede. Sekian.