Jumat, 06 November 2009

CATATAN PERJALANAN EVALUASI GL RC

The Second Commander in Action

By : Gede Bayu (GM-009-xviii)

Catatan perjalanan menuju tebing Sawarna


6 Agustus ‘09 Pukul 11.00 malam kami berangkat dengan sepeda motor, adapun orang-orang yang mengikuti kegiatan kali ini antara lain :

Rahman, Freden, Bayu (aku), Tetu, Sigit, Bryan, Bambang, Sani, Nda dan Yostal

Perjalanan kami mulai dari kampus ITB dengan menggandeng pasangannya masing-masing dan membawa beban masing-masing. Aku sendiri hanya membawa Carier dan tanpa menggandeng orang dengan membawa motor Giri karena motorku sedang mengalami sedikit gangguan. Kami berjalan beriringan dengan kecepatan yang lumayan tinggi, Sigit sebagai pemimpin perjalanan tahu betul cara mengatur irama perjalanan kami. Motornya yang tampaknya payah itu ternyata mampu berlari kencang tanpa seorangpun bisa menyalipnya. Ia sebut motornya yang tanpa spion itu dengan sebutan “belalang tempur”.

Perjalanan kami sangat membutuhkan kewaspadaan di jalan, karena selain beban yang berat yang masing-masing kami bawa, perjalanan di malam hari di sela-sela pengemudi lain yang mengendarai kendaraannya dengan ugal-ugalan terutama truk-truk yang membawa beban berat. Tentunya kami tidak mengharapkan hal-hal buruk akan menimpa kami.

Sekitar 40 menit sejak dari kampus ITB kami tiba di Pangandaran. Di sana kami berhenti sejenak dan menjemput salah seorang rekan kami, si Nda, dari Skygers. Setelah menunggu selama kurang lebih 30 menit, kami pun berangkat lagi. Kini aku menggonceng Nda karena kini jumlah motor ada 5 dan tim berjumlah 10 orang.

Perjalanan kian mengganas karena kami juga mengejar waktu agar cepat sampai di tempat menginap. Jika terlalu lambat, para pengemudi tentunya akan lebih terasa mengantuk.

Sampai di Sukabumi, motor Brian ternyata bannya pecah. Kami pun berhenti lagi dan istirahat bersama rombongan, sambil membeli minuman hangat yang diminum bersama-sama.

Kembali ke perjalanan, kini kami akan menuju penginapan di sebuah warung di pinggir jalan dekat Pelabuhan Ratu. Perjalanan kami sudah terasa melelahkan, dan mungkin tanpa kita sadari bahwa mata kita mulai setengah lilin. Akhirnya pukul 02.00 pagi kami sampai di warung tadi. Kamipun memesan minuman dan menyantap makanan ringan di sana.

Pukul 03.00 kami tidur bersama di garasi belakang. Walau berlantaikan semen yang kasar dan berlubang-lubang, kami selalu saja membawa matras kami yang lumayan empuk bila dipakai untuk tidur, tanpa alat yang satu ini di lapangan bagi kami benar-benar terasa menderita.

Hari ke-1 (happy and enjoy day)

Tanpa rasa nyenyak sedikitpun, demikian yang diakui semua teman-teman, akhirnya kami bangun tepat pukul 07.00 pagi. Dengan sedikit sarapan gorengan di warung dan minum kopi maupun teh hangat kamipun kembali ke formasi perjalanan.

Di tengah perjalanan kami melihat warung yang berdiri sendiri di pinggir pantai dan dikelilingi sawah. Suasananya sangat bagus, dan karena perut kami semua sudah kelaparan, kami pun singgah di sana.

Jalan terasa sepi, tak seperti di Bandung, setelah akhirnya kami sampai di Pelabuhan Ratu, barulah terasa seperti di perkotaan kembali namun hanya suasana laut yang terasa di setiap indera kami. Di Pelabuhan Ratu kami singgah untuk membeli logistik makanan, kami pun patungan, namun hanya Rp.200.000,- saja yang terkumpul waktu itu. Akhirnya kami sepakat untuk membeli secukupnya saja, kekurangannya akan dibeli di basecamp saja. Freden dan Rahman bergerak ke tengah pasar membeli sayur, buah dan ikan asin serta bumbu-bumbu secukupnya.

Pukul 10.00 kami bergerak lagi menuju pantai Sawarna. Perjalanan kali ini terasa sangat mengagumkan karena jalan-jalan di sini melewati tanjakan-tanjakan di tebing-tebing yang menjulang tinggi mengelilingi lautan, dari atas sana terlihat garis-garis pantai yang sangat indah ditambah ombak dan kapal-kapal nelayan yang menghiasinya.

Kini sudah menunjukkan pukul 12.00. Di sebuah tempat yang sangat bagus untuk melihat pemandangan lautan, kami bertemu lagi dengan tempat istirahat, kamipun singgah di sana karena sebagian dari sudah terasa lelah dan mengantuk. Dengan memesan kopi dan teh, dan tambahan ngobrol sambil berfoto bersama rasa lelah itu dengan sendirinya akan berkurang.


Kami bergegas kembali menerjang jalanan yang panjang, berliku, naik dan turun gunung. Perjananan kami kira-kira memakan jarak 225 kilometer, benar-benar sebuah perjalanan yang panjang apalagi dengan mengendarai sepeda motor. Maka tak heran dari kami nantinya akan merasa meriang-meriang karena serangan angin.

Pertama kami melewati jalanan kering dan berbatu, naik dan turun, di pinggiran jalan semak-semak tak lagi berwarna berwarna hijau, melainkan kuning karena debu-debu berterbangan.

Kira-kira 5 kilometer akhirnya kami gembira karena jalan kembali mulus. Namun karena jalanan berliku-liku dan banyak tikungan tajam, “Belalang Tempur” milik Sigit terperosok saat berbelok di tikungan yang sangat tajam, ironisnya karena saking terkejutnya, Rahman yang mengendarai motor juga terjatuh di belakang. Kami pun turun dari motor, cepat-cepat menolong Sigit yang terjatuh demikian juga Tetu yang digandengnya, namun Rahman yang terjatuh dibelakang langsung bangun dengan sendirinya, kami bukannya menolong, tapi malah menertawakannya karena tampak sedikit konyol bagi kami.

(Tapi pembaca jangan marah dulu, lihat saja Rahman sendiri ketawa-ketawa waktu itu menertawakan kekonyolannya)

Akhirnya kami sampai di sebuah tempat yaitu Desa Sawarna yang benar-benar terasa jauh dari kota dan suasana rantaunya sangat terasa kami rombongan anak-anak pecinta alam Ganesha ITB sampai di sana.

Rumah-rumah terlihat sangat sederhana dengan pagar bambu yang mengelilinginya namun tak cukup tinggi untuk menjaga dari maling. Di pinggir jalan terdapat banyak sekali pohon kelapa, di sela-selanya air laut yang berwarna biru menghiasi garis cakrawala serta angin laut yang berhembus benar-benar menyejukkan hari itu karena sebenarnya udara di atas sangat panas dan seharusnya membuat kami seperti cacing.




Kami terus menyusuri jalanan aspal yang kecil dan dihiasi semak-semak itu. Kami pun melihat papan kecil menunjukkan pantai ”Gua Langir” yang berarti gua kaki seribu, apakah di sini banyak ulat kaki seribunya kami juga tak tahu…..

Pk.14.00 WIB, Kami tiba dan langsung mendirikan flysheet yang besar untuk menahan laju angin yang begitu kencang, selain itu kami juga mendirikan tenda untuk semua peralatan logistik agar tidak basah jika tiba-tiba turun hujan.

Pertama …… saatnya membawa surat jalan ke pak RT/RW setempat…

Aku dan Rahman ditemani Sani akhirnya sampai di rumah pak RT yang sangat sederhana berupa gubuk. Namun saat itu hanya ada istrinya saja, dan kami pun titipkan saja kepadanya. Dan kami langsung saja balik ke basecamp tercinta.

Dalam teknis lapangan kami, sore ini kami tidak ada kegiatan sehingga beberapa dari kami berniat untuk jalan-jalan. Aku, Freden, dan Rahman ingin mandi di pantai, sedangkan yang lainnya ingin memancing entah ke mana.

Ternyata Sigit sudah membawa mata pancingnya dari rumah plus benang nylonnya, namun belum siap dengan kailnya, terpaksa deh mereka mencari bambu saja. Akhirnya kami pun berpisah dengan masing-masing kesibukan kami.

Air di pantai benar-benar terasa hangat dan tenang waktu itu. Rahman nggak berani mandi, nggak tahu kenapa padahal sudah kami ajak, dan akhirnya hanya aku dan freden saja yang mandi di pantai sedangkan Rahman berjemur saja sambil menulis-nulis puisi di atas pasir pantai.

Setelah capek kami bertiga tertidur pulas di basecamp, angin pantai benar-benar terasa di semua permukaan kulit kami. Tanpa berkata-kata kami langsung tertidur melepas sejenak kelelahan kami, mungkin kami tak sempat bermimpi saat itu.



Hari ke-2 (sosped day)

Pagi-pagi pukul 05.00 atas instruksi ketua perjalanan, bang freden, kami semua bangun pagi. Pagi itu terasa benar-benar dingin di tambah angin yang berhembus sepoi-sepoi di kulit kami membuat kami susah sekali bergerak, Bryan pun tertidur lagi, namun kali ini ia pindah ke pantai yang lebih dekat ke air, mungkin kekurangan angin ya bri??

Kami pagi itu rencananya pindah base camp ke rumah pak RT, kira-kira pukul 06.00 kami bergerak packing semua logistik termasuk tenda dan flysheet. Dalam waktu kurang dari 1 jam kami sudah bereskan semuanya, dan kami pergi berangkat ke rumah pak RT yang nggak jauh dari sana.

Rumah itu sederhana, terbuat dari anyaman bambu, namun kami akhirnya senang karena kami tidak akan masuk angin lagi malam ini. Di samping rumah itu, berdiri rumah kedua orang tua pak RT, emak dan abah sudah sangat tua namun masih sangat kuat dalam bekerja dan tampak sehat-sehat saja.

Pagi itu Freden tampak pucat, mungkin karena masuk angin dan kelelahan dalam perjalanan kemarin malam. Akhirnya kami memutuskan untuk menyuruhnya beristirahat saja, kasihan juga pak ketua kita kali ini….

Jadwal hari ini adalah sosialisasi pedesaan ke kantor desa untuk menemui pak Kades. Kami telah bersiap membawa alat tulis kami, pulpen dan kertas kosong. Yang berangkat adalah Aku, Rahman, dan Tetu dengan 2 buah sepeda motor.

di tempat yang berbeda, Brian, Sani, dan Nda melakukan survey jalur belakang tebing-tebing untuk mendapatkan informasi tentang kondisi di atas sana dan mencari jalan ke luar seandainya tidak bisa rapelling dari atas.

Kira-kira pukul 08.30 kami menuju kantor desa, yang berjarak kurang lebih 1 km dari rumah Pak RT. Pagi itu benar-benar cerah dan sangat menyegarkan.

Sayang sekali…. setelah sampai di Kantor Desa tidak ada orang yang kami cari, yang ada hanya petugas hansip saja. Katanya pak RT sedang di luar desa, namun ia berpesan bahwa di sebelah tukang jahit tak jauh dari sana ada rumah pak lurah yang juga bisa ditanya-tanya seputar desa Sawarna.

Akhirnya kami beranjak pergi tak lupa ucapan terima kasih buat pak Hansip yang tegap itu. Dan akhirnya kami melihat ada tukang jahit yang tampak sedang sibuk bekerja di tokonya di pinggir jalan. Lalu kami tanya tentang pak Lurah tadi, eh sekarang pak Lurah juga malah nggak ada di sana.

Jadwal sudah tersusun rapi bahwa pagi itu kami harus sosped. Tak ada pilihan lain sebagai backup kami iseng-iseng aja nanya ke pak tukang jahit itu dan langsung mengutarakan maksud kami bahwa kami hanya ingin mengetahui seputar Desa Sawarna yang rencananya akan kami publikasikan ke luar. Dan ia pun dengan senang hati menjawab-jawab pertanyaan-pertanyaan kami, begitu juga Rahman langsung sigap mengambil Pulpen sambil mencatat hal-hal penting yang bisa ditangkap.

Beberapa hal yang kami tanyakan adalah mengenai : penduduk sekitar, mata pencaharian, kondisi sosial-ekonomi, pendidikan, budaya, dan pariwisata. Lumayan juga kan, seandainya lain waktu kami tak berjumpa dengan pak kades atau pak RT.

Kami langsung kembali ke basecamp, dan menunggu sore hari untuk jadwal berikutnya yaitu dokumentasi tebing dengan tujuan untuk dipublikasikan ke luar termasuk PA-PA.

Pukul 13.00, Waktu itu si Giri datang dengan membawa motorku yang kita tukar kemarin. Untung saja motor itu masih mantap larinya, tak kusangka dia sampai juga di sini.

Singkat cerita waktu sudah menunjukkan pukul 15.00. Aku, Rahman, Tetu, Sani, Nda, Yostal, Brian, Giri, dan Bambang berangkat menuju Pantai Goa Langir dengan membawa total 3 buah kamera. kami berencana memfoto tebing-tebing itu dari awal di Goa Langir sampai kira-kira 400 meter ke arah barat. Kami mencari-cari tebing yang kira-kira berpotensi untuk dapat dipanjat baik dengan artifisial ataupun untuk tujuan sport saja.

Maka langsung saja aksi dilakukan oleh Sani, Yostal, dan si Giri. Kami berjalan bersama-sama sampai ke ujung, melewati banyak rintangan tanaman berduri, batu-batu yang lumayan besar-besar, tanjakan dan turunan namun tak terlalu berat.

Di awal-awal dokumentasi kami melihat sebuah gua yang terletak persis di bawah tanah. Dan sepertinya menarik minat kami untuk menengok ke dalam gua itu walau dengan peralatan yang sederhana hanya dengan senter hanphone kami. Dan…. Setelah kami masuk……

Waw…… ternyata proses pembentukan stalagmit dan stalagtit gua itu masih baru alias muda. Kristal-kristal yang sangat indah banyak bertaburan di dalamnya, itu pertama kalinya aku dan mungkin kami semua melihat proses pembentukan gua yang masih sangat muda.

Di sela-sela dokumentasi kami, si Nda juga banyak mencoba-coba jalur untuk dipanjat namun tidak terlalu tinggi.

Satu lagi jadwal kami yang tak kalah pentingya yaitu survey jalur yang akan kami lewati besok…. Mmmm…. Dengan banyak pertimbangan oleh kami, terutama karena kami para GL belumlah bisa dikatakan pemanjat yang professional, namun baru sebagai pemula, yang perlu lebih banyak belajar lagi. Dan kami pun memilih 2 jalur …..

Hari ke-3 (climbing day)

Pagi itu kami bangun pukul 05.00, lalu mengoperasikan trangia kami untuk membuat air panas agar badan kami bisa sedikit bergerak.

Pukul 08.00 kami sudah beres racking alat-alat dan ternyata kami belum membeli bekal makanan untuk dibawa manjat. Aku dan Rahman waktu itu ke luar membeli malkist dan aqua 600mL plus extrajoss 2 sachet.

Dan kami berangkat menuju tebing di Pantai Goa langir ……

Sewaktu kami sampai air agak pasang sehingga kami mesti memotong jalan lewat hutan-hutan di pinggiran pantai. Pagi itu sangat cerah, pemandangan di sekitar sana benar-benar indah, pinggiran pantai berbatu-batu, dan ditemani banyak pohon-pohon yang hijau lebat.

Kami sampai di lokasi pemanjatan yang pertama, pertama-tama kami merapikan alat-alat dan racking lagi…..

Rencana kami membagi jalur yang tingginya kira-kira 30 meter ini menjadi 2 pitch. Pitch 1 kira-kira 10 meter di atas pasir, dan pitch 2 di top. Jalur terlihat menantang dan kami semua tampaknya menyukai jalur yang satu ini. Kemarin jalur ini direkomendasikan oleh sani.

Ini adalah jalur pemanjatan kami….. tingginya kurang lebih 35 meter……

Setelah semua alat terpasang dengan sempurna di badan kami masing-masing, lalu kami berdoa sejenak semoga selalu dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan kekuatan alam yang ada di tempat ini yang jauh melebihi kekuatan manusia.

Leader pertama adalah aku, Jumarer adalah Rahman, dan cleaner adalah Tetu. Pada mulanya batu-batu di tebing itu tampak biasa-biasa saja, namun setelah kupegang ternyata batu itu benar-benar rapuh, tak kusangka batu-batu besar juga sangat mudah lepas. Sehingga Tetu yang ada di bawah pun mesti siaga karena batu-batu tajam itu berjatuhan dengan cepat dan tiba-tiba.

Situasi makin kacau….. kini akupun kebingungan memasang pengaman, karena dari pengamatanku tak ada tempat yang bagus untuk memasang pengaman yang tepat, dan parahnya lagi setiap batu yang kupegang runtuh begitu saja. Begitu juga setelah aku pasang piton di sebuah celah, nampakanya celah itu akan terbelah dan batu sebesar badan manusia siap-siap jatuh menimpa rekan-rekan di bawah, akhirnya kucabut lagi daripada temanku celaka di bawah sana. Akupun berusaha bertahan sejenak dan beristirahat, pengaman pertama yang kupasang adalah hexentrik kecil, dan aku sudah naik kira-kira 3 meter dari pengaman pertama tadi namun belum juga ada tempat pengaman kedua.

Akhirnya, walaupun sedikit ragu, ada celah kecil yang akhirnya dapat aku pasang “blade”. Namun tampaknya sangat tidak aman, akhirnya kutambah 1 blade dan 1 piton lagi. Setelah rasanya aman, aku terus naik lewat jalur yang direncanakan sejak awal. Namun di sini batu-batunya lebih parah lagi, benar-benar rapuh, tak ada tempat pengaman dan tak ada tempat pegangan. Pikiranku benar-benar kacau waktu itu, aku belum pernah mengalami hal ini sebelumnya di tebing, dan saat itu aku hanya terdiam dan istirahat.

Akhirnya ada suara dari bawah, “lewat kanan aja!!”. Dan aku ingat ada sebuah jalur lain di kanan yang mungkin dapat dilewati dengan lebih mudah. Namun aku berusaha tenang sebentar sebelum aku menyeberang ke sebelah kanan. Dalam jalur kanan diperlukan teknik memanjat yang lain yaitu 1 x teknik ganti kaki, dan 1 kali pull up. Namun tak semudah yang dibayangkan, ternyata batu-batu juga masih banyak yang runtuh, tapi berhasil aku lewati dengan hati-hati.

Dan setelah mendapat tempat yang agak datar kami membuat pitch di sana. Di sebuah pohon yang agak besar, aku memasang sistem kebanyakan di sana, sisanya sebagai backup aku pasang dengan piton di tebing. Akhirnya rahman dan tetu berhasil sampai di pitch 1, tanpa ada alat yang tertinggal namun tetu sedikit terluka tampaknya di kakinya, sampai-sampai celananya sedikit robek. Dan sayang sekali kami lupa membawa betadine, sebuah pelajaran besar buat kami dalam pemanjatan selanjutnya.

Sehabis minum extrajoss dan air mineral kami melanjutkan pemanjatan ke top. Kembali aku sebagai leader, Rahman jumarer, dan Tetu cleaner. Dari pitch 1 ini terlihat 2 jalur, kiri dan kanan. Akhirnya kami kuputuskan memilih jalur kanan karena jalur kiri kerapuhan batunya tampak lebih parah, saat itu aku dan teman-teman tampak sudah kehabisan mental dalam menghadapi batu-batu itu. Mungkin suatu saat akan kami hadapi setelah mempunyai lebih banyak ilmu lagi, kini aku kembalikan dan fokuskan ke tujuan kami yaitu “memantapkan ilmu artificial dan referensi tebing”.

Dalam pemanjatan menuju pitch 2 kami kembali bertemu dengan batu-batu yang rapuh lagi. Setiap batu yang kupegang dan kuinjak selalu saja ada yang rapuh, sampai-sampai Tetu terluka karena wajahnya terkena batu di bawah sana, beruntung tidak terlalu parah apalagi kami tidak membawa P2. Sampai-sampai setiap batu besar-besar yang akan jatuh aku buang ke arah timur (karena ku lihat di barat tidak ada orang di bawah sana), pikirku kalau sampai benda ini jatuh dan mengenai temanku dibawah sana pasti akan celaka. Karena tidak main-main batu seberat 10-15kg juga siap-siap menimpa orang di bawah, bahkan ada sebuah batu sebesar manusia manusia yang kupasangi piton tampak akan runtuh dan terbelah….ckckckkck….. dan untungnya ada beberapa akar-akar pohon besar yang dapat aku gunakan untuk memasang pengaman yang baik.

Sampai pitch 2 kembali aku menginstalasi pengaman-pengaman di akar pohon yang besar dan berhasil mengantarkan Rahman dan tetu ke atas. Kini kami bertiga merasa bahagia karena berhasil sampai di atas sana. Sedikit ngobrol-ngobrol sambil melihat pemandangan pantai yang indah dan makan camilan dan minum air sudah cukup buat merayakan. Setelah semua instalasi dilepas, kami pun lalu mencari jalan turun untuk rappelling, namun semua jalur tertutup dengan pohon dan pandan berduri. Akhirnya kami pun kebingungan lagi, satu yang pasti setelah kami bertiga diskusi di atas bahwa setelah turun kami tidak naik ke jalur ke-dua karena kami memepertimbangkan kondisi fisik dan mental kami yang sudah turun sejak tadi.

Satu pelajaran besar lagi, “jangan lupa untuk membeli pulsa dan operator yang tepat”. Waktu itu kami lupa membeli pulsa untuk komunikasi, dan GSM yang paling bagus sinyalnya di tempat itu adalah XL dan Telkomsel. Saat itu aku membawa kartu XL namun hanya berisi beberapa kali sms saja. Kami baru menyadarinya saat di atas sana.

Akhirnya kami berteriak memanggil-manggil orang di bawah, berharap mereka mendengar. Waktu itu Sigit yang melihat kami di atas sana memanggil-manggil. Namun suara kami tak terdengar juga karena angin yang begitu kencang meniup gelombang suara kami. Akhirnnya kami memakai bahasa isyarat yang menyuruhnya menelepon kami, untung saja dapat dimengerti olehnya. Dia pun menelfon dan menanyakan kabar kami dan menanyakan apa rencana selanjutnya. Aku pun berkata lewat telfon, “kami tidak memanjat jalur ke-2 setelah ini pak, dan tolong jemput kami lewat jalur belakang karena kami tidak yakin berhasil kalau kami melakukan rappelling”. Dan dia pun menyuruh kami diam di atas sana, menunggu bantuan datang. Pemanjatan itu memakan waktu kurang lebih 3.5 jam.

Beberapa saat kemudian Brian, Bambang, dan Pak RT datang menjemput kami lewat jalur belakang. Oleh mereka, kami pun diajak melewati hutan-hutan yang penuh dengan semak-semak yang terasa gatal dan ditutupi hutan jati. Ada jalan setapak yang tembus di jalan aspal, dan semuanya menunggu kami di sebuah warung di pinggir jalan.

Mereka semua tersenyum dan tampak senang melihat kami bertiga. Namun wajah kami semua pucat dan sedih. Entah kenapa, mungkin kami merasa mengecewakan mereka karena tidak melewati jalur yang seharusnya. Mereka memberikan semangat kepada kami dan mengajak kami beristirahat dan minum es sirup sejenak, terutama bang Freden, ketua perjalanan kita.

.

Setelah semuanya selesai bersantai dan alat-alat kami sudah dipacking, kami mendapat tawaran jalan-jalan dari pak RT untuk melihat kondisi pantai di tempat lainnya. Dan tentunya kami sangat senang menerima tawaran itu. Kami pun langsung saja mengkondisikan formasi mobilisasi.

Kami menuju ke arah barat, dan sampai di sebuah hutan produksi jati. Dari sana kami berjalan menuju pantai dan seperti biasa melewati hutan-hutan pandan berduri sebelum akhirnya tiba di pantai.

Ternyata di tempat ini juga ada gua.

Setelah puas berjalan-jalan di pinggir pantai dan gua, kami langsung balik ke basecamp. Sore itu kami mendapat tawaran untuk bertemu dengan pak kades di Balai Desa, kebetulan sekali pak kades sudah pulang dari urusannya di luar. Kami pun segera setuju sebab masih banyak kekurangan mengenai sosialisasi pedesaan kami kemarin.

Setelah selesai makan dan mandi, aku, Rahman, Tetu, Freden, dan didampingi Giri dan pak RT, kami langsung berangkat ke Kantor Desa Sawarna. Kami bertanya-tanya tentang berbagai cerita menarik mengenai Sawarna, seperti mata pencaharian penduduk, ekonomi pedesaan, budaya, pariwisata, serta kebijakan pemerintah desa untuk Desa Sawarna. Pak kades tampaknya sangat gembira dengan kedatangan kami dan ia bercerita dengan antusias dan menjelaskan secara detail apa yang kami tanyakan, namun kami sedikit canggung tampaknya, mungkin ini pertama kali kami wawancara dengan orang penting di Sawarna. Dan akhirnya wawancara ditutup karena kami sudah tampak puas dengan cerita pak kades.

Singkat cerita kami sampai di basecamp dan langsung mengadakan evaluasi kegiatan hari ini dan briefing buat kegiatan besok. Rapat malam itu aku pimpin dan mula-mula kita mengevaluasi kegiatan inti kami. Aku menjelaskan apa saja yang kami lakukan tadi. Mulai dari tertinggalnya P2 dan kehabisan pulsa, sampai gagalnya rapeling, kakak-kakak kami pun membantu menambahkan apa yang kurang.

Setelah evaluasi, kami pun mengadakan briefing buat kegiatan besok. Dan kembali hasil briefing kami bahwa besok kami akan pulang ke Bandung dan tidak ada kegiatan pemanjatan lagi. Selain itu, dokumentasi tebing-tebing dan wawancara pun sudah beres, jadi kami rasa tidak ada yang perlu untuk dilakukan lagi.

Dan briefing malam itu juga menghasilkan rencana untuk membelikan abah dan emak serta pak RT oleh-oleh dari kami sebagai ucapan terima kasih kami karena kami telah dirawat di sana kurang lebih 3 hari. Dan omong-omong selama kami tinggal di sana emak lah yang memasakkan kami makanan 3 kali sehari, selain masak, camilan gadung yang dibuatkan emak di waktu senggang juga adalah cermin kebaikan hati yang mendalam. Mungkin kami semua sudah dianggap mereka sebagai anak sendiri. Demikian juga dengan pak RT yang banyak memberi kami informasi dan banyak bercerita tentang Desa itu.

Esok paginya kami langsung ke Desa Bayah, sebuah Desa di luar Desa Sawarna dan lebih terasa suasana kotanya. Sebelum tiba di Bayah kami melewati hutan Jati yang panjang, lalu melihat tempat wisata pantai yang ramai dikunjungi wisatawan. Di Bayah, kami mencari sebuah toko untuk oleh-oleh tersebut, dan benar ternyata ada sebuah toko indomaret di sana. Kami langsung membeli indomie 1 dus plus minyak goreng.

Kami kembali lagi ke rumah abah dan emak. Kami pun berpamit dengan mereka dan tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada mereka.


Selesailah perjalanan kami ke tempat yang sangat menawan dan menyimpan rasa rindu ini. Kami takkan pernah melupakan setiap hembusan angin yang menerpa kami, setiap tebing yang melukai kami, dan setiap ombak yang membasahi kami. Ini adalah sebuah tempat yang bisa menyaingi bahkan melebihi indahnya pantai kuta di bali atau indahnya tebing di padalarang sana.

Selesai semua urusan di Sawarna. Kami kembali ke formasi perjalanan jauh. Kali ini kami mengendarai motor kami dengan santai-santai saja sambil enjoy melihat pemandangan indah di pinggir jalan yang kami lewati.

Tapi kegitan senang-senang kami belum berhenti sampai di sana. Saat sampai di pelabuhan Ratu kami sempat membeli ikan bakar dan berpesta bersama di pinggir pantai. Benar-benar nikmat karena sejak kemarin kami ingin sekali makan ikan bakar namun tidak ada ikan yang berhasil kami temukan.

Pukul 15.00 wib Kami melanjutkan perjalanan setelah kekenyangan dan beristirahat sebentar. Perjalanan semakin dipercepat karena kami juga tidak ingin sampai di bandung terlalu malam.

Sekian perjalanan kami yang menempuh kira-kira 450 kilometer itu. Perjalanan yang begitu jauh namun adalah sangat mengesankan buat kami.

We are KMPA Ganesha ITB….

Take nothing but pictures

Leave nothing but footprints

And kill nothing but time

THE END

Analisis lingkungan hidup :

Kondisi tebing karst yang ada di Sawarna jika dilihat dari jenis batuannya mirip dengan yang ada di daerah padalarang, Jawa Barat. tempat di mana telah terjadi eksploitasi penambangan bahan baku berupa batuan karst secara besar-besaran untuk berbagai keperluan dan kebutuhan manusia seperti industri, lantai, dan kerajinan-kerajinan. Dan seperti yang telah terjadi saat ini di Padalarang, tebing-tebing tersebut tinggal menunggu waktu untuk menemui ajalnya hingga rata dengan tanah.

Tebing di tempat ini sudah semestinya dijaga kelestarian dan keberadaanya oleh masyarakat sekitar pada khususnya dan masyarakat luas terutama wisatawan pada umumnya. Apalagi yang bisa kita lakukan untuk mencegah kerusakan lingkungan selain dengan membuat undang-undang yang tegas agar tidak terjadi kerusakan di tempat yang sangat indah ini. Seandainya terlambat untuk melakukannya, maka sudah tak diragukan lagi suatu saat eksploitasi besar-besaran akan terjadi di sawarna karena kebutuhan manusia yang tidak mungkin berkurang akan bahan tambang.

Potensi wisata gua di tempat ini pada waktu dekat memang tidak terlalu besar. Namun bayi-bayi stalagtit dan stalagmit yang baru terbentuk pada suatu saat akan dapat menunjukkan keindahannya pada kita. Bahkan pada saat ini, stalagtit dan stalagmit tersebut sudah dapat dilakukan penelitian terhadapnya sebagai suatu proses awal pembentukannya.

Pantai yang bersih dan bebas sampah plastik di Desa sawarna merupakan sebuah contoh yang baik dari sebuah masyarakat yang hidup jauh dari perkotaan untuk kita. Kita ini, masyarakat yang hidup sebagai pengotor lingkungan kita sendiri sudah seharusnya mengerti akan pentingnya hidup yang bebas dari sampah yang berserakan.

Kondisi air yang sulit di tempat ini membuat orang-orang desa harus selalu berhemat akan air bersih yang mereka gunakan. Ini juga merupakan sebuah contoh nyata dan pelajaran buat kita yang selalu membuang-buang air dengan seenaknya dengan terus menyerapnya dari dalam tanah.

Selasa, 18 Agustus 2009

Upacara 17 Agustus di Citatah 125

Tanggal 17 Agustus tahun 2009 yang merupakan hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang ke- 64. Bertepatan dengan hari itu, Keluarga Mahasiswa Pecinta Alam " Ganesha" ITB khususnya divisi Rock Climbing beserta anggota Skygers yang dikenal dengan nama NDa memiliki inisiatif untuk mengadakan upacara pengibaran bendera merah putih di tebing Citatah 125 sebagai wujud nasionalisme para pecinta alam dan sebagai wujud kepemilikan tebing Citatah 125 yang merupakan tonggak sejarah olahraga panjat tebing di Indonesia. Sekaligus menjadi upacara bendera pertama kali yang dilakukan di tebing Citatah. Karena ide ini baru tercetus pertama kali, maka kami pun mempersiapkannya dalam waktu yang tidak lama, namun alhamdulillah mendapatkan respond yang baik dari media maupun dari teman- teman pecinta alam lainnya. Persiapan pengibaran bendera pun berlangsung singkat. Persiapan yang kami lakukan adalah peminjaman bendera, penjahitan bendera yang secara khusus dilakukan oleh Nda dkk, menyebar undangan secara lisan untuk menghadiri pengibaran bendera, peminjaman alat untuk rapling bendera, dan penyebaran undangan secara lisan kepada teman- teman sesama pecinta alam di Bandung dan sekitarnya. Bendera yang kami dapatkan adalah berukuran 12x 8m, yang kami pinjam dari Unit PSIK ITB. Upacara pengibaran bendera yang dilakukan dengan metode rapling di Citatah 125 berlangsung sederhana dengan peserta PA SMA Ranca Ekek, KMPA 'G' ITB, Mapala UI, dan PA di sekitar Padalarang. Bendera berukuran 12x 8 meter ini dikibarkan oleh 4 pemanjat yaitu: M. Achsani Takwim dari KMPA 'G' ITB, Ramdhan dari Padalarang, Budi dari Padalarang, dan Nda selaku ketua pelaksana dari kegiatan ini yang berasal dari sekolah panjat tebing Skygers ( kiri ke kanan).

Dipimpin oleh pemimpin upacara lagu Indonesia Raya dinyanyikan oleh para pemanjat yang hadir di Citatah 125 mengiringi 4 pemanjat yang melakukan rapling untuk mengibarkan sangsaka merah putih di tebing yang bersejarah ini, bukan hanya untuk para pemanjat, namun juga sebagai sumber laboratorium alam yang penting untuk para geologist. Dengan diadakannya upacara pengibaran bendera merah putih ini, kami harap tidak terjadi lagi eksploitasi yang tidak bertanggung jawab terha
dap alam. Karena jika kita lihat, di sekeliling tebing Citatah telah banyak pabrik- pabrik marmer yang mengeruk batuan karst, yang sebenarnya memiliki nilai lebih selain hanya untuk ditambang. Memang masih banyak kekurangan di sana sini mengenai upacara 17 agustus ini. Setelah melakukan evaluasi, kami sepakat untuk mengadakan upacara peringatan hari kemerdekaan setiap tahunnya, tidak terpaku pada Citatah. Kami juga akan terus berusaha untuk menggugah semangat dan kepedulian untuk menyelamatkan tebing- tebing di Indonesia. upacara pengibaran pada tanggal 17 Agustus ini juga menjadi perhatian media. Moment ini diabadikan di koran Kompas dan Tribun Jawa Barat edisi Selasa, 18 Agustus 2009. Semoga ke depan, jiwa nasionalisme dan juga kepedulian kita terhadap lingkungan di sekitar kita semakin meningkat.


MERDEKA... MERDEKA... MERDEKA...


Post by: Yositalida Kamaratih Fauzi ( G- 231- XVIII- KMPA 'G' ITB)

Foto By: Eko Mario Cipta Lubis

Senin, 10 Agustus 2009

Catatan Perjalanan Merbabu - Merapi - Lawu

Pendakian 3 gunung (merapi-merbabu-lawu) ini di lakukan mulai tanggal 21 Juni hingga 26 Juni 2009. Memakan waktu selama 6 hari 5 malam.

1. Pendakian Gn. Merbabu (3142 mdpl)

Gn. Merbabu merupakan gunung pertama yang didaki dari pendakian 3 gunung ini

pada tanggal 21-22 Juni 2009. Gn. Merbabu secara administratif terletak di propinsi jawa tengah dengan ketinggian 3142 mdpl.
Kami memilih jalur pendakian dari desa Thekelan dengan seven summit nya (7 puncak nya).
Rute pendakian Thekelan :

21 Juni 2009

12.15 berangkat dari basecamp setelah mendaftarkan diri
-> basecamp terletak didesa Thekelan ditengah perkampungan penduduk dan perjalanan menuju ke pos pending melewati kebun penduduk dan hutan pinus. Disini dapat dinikmati pemandangan gunung telomoyo, gn. Andhong, gn. Ungaran dan juga rawa pening.

13.15 tiba di pos pendhing
-> disini terdapat sumber air yang segar, sekalian buat yang pingin wudhu atau cuci muka, perjalanan menuju pos 1 melewati tebing berwarna putih yang disebut pereng putih.

14.30 sampai di pos 1
-> Pemandangan akan tebing putih beserta kota salatiga dibawah dapat dinikmati di Pos 1 ini.


15.30 pos 3
-> kami makan biskuit dan minum segelas kopi sebagai makan siang kami perjalanan menuju pos 4 yang mulai menanjak melaui hutan semak-semak.

16.20 pos 4
-> Pos 4 merupakan sebuah tanah lapang yang luas dan bisa dijadikan tempat untuk acara bersama. Pos 4 ini sudah tidak terdapat lagi shelter seperti pos2 sebelumnya.

17.30 sampai di puncak watu gubuk (puncak 1)
-> puncak pertama dari seven summit dan melihat sunset di belakang sindoro dan sumbing. Kemudian kami melanjutkan perjalanan, awalnya kami berencana untuk ngecamp di puncak pemancar, tapi terlihat pada puncak pemancar anginnya terlalu kencang, jadi kami ngecamp di tengah perjalanan menuju puncak pemancar, yang dimana terdapat batu-batu besar di sekelilingnya.
18.30 Kami memutuskan untuk ngecamp

Hari berikutnya (22 Juni 2009)

03.30 kami terbangun, lalu dengan bodohnya teman saya yang kehausan langsung membuat pocari sweat, dimana saat itu suhunya mencapai 12^C

06.30 setelah packing dan sarapan dan sunrise, kami langsung berangkat menuju puncak.

06.45 sampai di Puncak Pemancar (puncak II)
-> Di Puncak ini terdapat tower Pemancar yang terbengkalai (tampaknya) dan terdapat di ketinggian 2896 mdpl. selanjutnya perjalanan melalui jalan yang menurun dan melewati jembatan setan yang terdapat diantara 2 kawah (kawah lanang dan kawah wadon). Setelah iu mulai menanjak menuju Puncak III - Puncak Geger sapi

07.30 Tiba di Puncak Geger sapi (3000 mdpl)
-> Puncak ini menyerupai geger sapi yang terdapat 2 buah jurang di kedua sisinya. Pejalanan dilanjutkan menuju ke pertigaan. Apabila belok kekiri akan mencapai ke puncak Syarif dan apabila ke kanan menuju ke puncak ondhorante, puncak kenteng syarif dan puncak triangulasi. kami memutuskan untuk belok ke kanan.
08.00 Tiba di puncak Ondho ranthe (Puncak V)
-> Sebenarnya tanpa melalui puncak ini kita bisa langsung menuju ke puncak berikutnya melalui jalan melipir samping, menghindari puncakan. Jalur berikutnya merupakan jalur tanjakan yang terdapat juga jalan yang harus dilalui secara traverse (gambar samping)

08.30 Tiba di Puncak Syarif (puncak tertinggi)
-> Disini terdapat 4 buah batu bulat yang berlubang ditengahnya, konon batu itu pada mulanya terdapat 9 buah dan merupkan pondasi rumah.Pemandangan disini sanngat indah, merpai yang terlihat sangat dekat, sindoro sumbing slamet, lawu, Ungaran, dsb terlihat sangat jelas. Selanjutnya kami menuju ke Punak triangulasi.

08.40 Puncak Tri angulasi
-> Disini lah petualangan Merbabu ini berakhir, dengan merapi yang terlihat sangat dekat dan semakin dekat.
total perjalanan kami dari basecamp ke puncak triangulasi kurang 8 jam.

Kemudian kami melakukan perjalanan turun melalui Jalur selo untuk melanjutkan ke Gn. Merapi.

ketika perjalanan turun, inilah saat kami diuji..
air kami kurang dari 1.5 liter, udara di sekitar puncak sangatlah menyengat, membuat kami sedikit dehidrasi.
oiya fyi : gunung merbabu merupakan 7 summitnya Indonesia, jadi untuk turunnya kita harus menuruni dan mendaki lagi puncak2nya + dengan panasnya udara sekitar yang mencapai 37^C membuat kami lelah..

waktu yang kami tempuh untuk turun dari pukul 09.30-13.30..
total waktu turun = setengah dari waktu naik 4 jam.













2. Pendakian Gn. Merapi (2965 mdpl)

Pendakian berikutnya adalah pendakian Gn. Merapi. Terlatak di Propinsi Jawa Tengah dan DIY. Jalur yang kami pilih dari pendakian ini adalah Jalur Selo. Kami melakuna pendakian pada tanggal 23-24Juni 2009

23 Juni 2009

14.30 Kami Mulai pendakian dari base camp Jalur Selo.
->Pos-pos yang terdapat di Gn. merapi ini sudah tidak terdapa lagi shelter2 hanya berupa tanal lapang. Jalur Merapi via Selo ini merupakan jalur yang menanjak terus, disarankan untuk melakukan perjalanan sore hari supaya tidak terlalu panas dan menghindari dehidrasi.
17.30 Kami menikmati sunset di punggungan sebelum tugu memoriam dan mendirika camp disan untuk melakukan perjalanan keesokan harinya.

24 Juni 2009

seperti ritual2 kami sebelumnya, kami melihat sunrise di camp baru summit attack..
05.30 - 06.30 -> perjalanan menuju puncak,, dipuncak kami foto dengan bule (hehe..). perjalanan menuju puncak merapi, melalu jaur batu dan pasir yang menanjak sekitar 35 derajat. Perjalanan menuju puncak sebaiknya dilakukan pagi hari karena pada siang hari (pukul 08.00 keatas) asap - asap belerang sudah mulai muncul dan beraktivitas. dan karena asap dari belerang yang makin lebat, kami di puncak hanya sekitar 15 menit. Dipuncak ini terdapat kawah mati, yang dapat ditempuh sekitar 10 menit dari puncak.



setelah packing kami turun pukul 09.10 sampai di new selo pukul 11.30..dan setelah pengalaman di Gn. Merbabu, dengan bekal air yang cukup, tidak dehidrasi lagi kami..

Suhu terdingin di merapi yang kami hitung sampai 10^C














3. Pendakian Gn. Lawu (3265 mdpl)

Pendakian yang ketiga adalah Gn. Lawu. secara Administratif terletak di Propinsi Jawa tengah dan Jawa Timur. Jalur yang kami pilih untuk pendakian ini adalah Cemoro sewu dan Turun melalui jalur cemoro kandang.
25 Juni 2009

14.20 kami berangkat dari pos setelahmelakukan pendaftaran
-> berdasarkan informasi dari pos, jarak yang akan kami tempuh untuk pendakian ini adalah sejauh 7 km melalui jalan yang berbatu. Jalur Cemoro sewu merupakan jalur yang cukup menanjak sedangkan jalur Cemoro kandang merupakan jalur yang landai tapi jauh Sekitar 10 km. Dahulunya jalur cemoro kandang di gunakan sebagai jalan berkuda. Gn. Lawu sangat erat hubungannya dengan Prabu Brawijaya. Makam dari Prabu Brawijaya sendiri terdapat di puncak lawu yang di sebut Hargo Dumilah
-> Dan untuk pencatatan waktu tiap pos, saya lupa untuk melakukannya.

18.30 sampai di sendang drajat.
-> Disini kami mendirikan camp, dan terdapat sumber mata air disini, di sendang derajat tepatnya. Sendang derajat merupakan tempat yang menyediakan air semacam sumur (sendang) konon menurut cerita masyarakat sekitar dahulu sendang inin merupakan sarana untuk mencukupi kebutuhan sehari2 pada masa Prabu Brawijaya.


26 Juni 2009

seperti biasa, kami menikmati sunrise di tempat camp di sendang drajat. (gambar samping)
05.30 kami berangkat menuju puncak Hargo Dumillah

06.30 Kami mencapai Puncak Hargo Dumilah, Disini pemandangan nya indah dengan berbagai Gunung Tampak dari sini.

07.45 kami melakukan perjalanan turun..

sampai sekitar pukul 13.15 an kami tiba di cemoro kandang..

selain gunung terakhir yang kami daki, gunung lawu juga merupakan gunung yang fenomenal, diantaranya :
1. suhu terakhir yang saya catat pada pukul 8 malam sekitar 8^C, mungkin sekitaran jam 1-3 suhu bisa mencapai 4^C.
2. waktu naik hampir sama dengan waktu turun, apakah karena berbeda jalurnya atau karena kami malas untuk turun, padahal kecepatan turun kami bisa dibilang konstan.















SELESAI



Oleh : Bryan Brama R.
KMPA 'G' ITB
G-221-XVIII

Minggu, 19 Juli 2009

Gunung Kerinci

Gunung Kerinci merupakan gunung api aktif yang tertinggi di Indonesia.Puncaknya berada pada ketinggian 3810 Mdpl.
Kerinci berada dalam 2 wilayah administratif, yaitu provinsi Sumatera Barat dan Jambi.Gunung Kerinci terletak di Bukit Barisan, dekat pantai barat, dan terletak sekitar 130 km sebelah selatan Padang.

Terdapat dua alternatif jalur pendakian di gunung Kerinci.
Jalur pertama berada di desa kersik tuo Kabupaten Kerinci,Jambi.Para pendaki biasanya menggunakan jalur ini untuk mencapai puncak.
Satu jalur lagi berada di daerah Solok Selatan.Jalur ini baru dibuka tahun 2007 lalu.

Desa Kersik Tuo dapat dicapai dengan 2 alternatif perjalanan darat. Pertama perjalanan dapat dimulai dari kota Jambi menuju Sungai Penuh dengan jarak perjalanan sejauh 500 Km, +/- 10 jam. Kemudian melanjutkan perjalanan kedesa Kayu Aro selama +/- 2 jam.

Desa ini juga dapat dicapai dari kota Padang, dengan lama perjalanan +/- 7 jam.

RUTE PENDAKIAN

- Pondok R10 (1611 m dpl) - Pintu Rimba (1800 m dpl).
R10 adalah pondok jaga balai TNKS untuk mengawasi setiap pengunjung yang akan mendaki gunung Kerinci. Medannya berupa perkebunan/ladang penduduk, kondisi jalan baik (aspal) sampai batas hutan. Jarak tempuh 2 km atau 1 jam perjalanan.

- Pintu Rimba - Pos Bangku Panjang (1909 m dpl).
Pintu Rimba merupakan gerbang awal pendakian berada dalam batas hutan antara ladang dan hutan heterogen sebagai pintu masuk, disini ada shelter dan juga lokasi air kurang lebih 200 meter sebelah kiri jika kita menghadap gunung Kerinci.

Jarak tempuh ke Bangku Panjang 2 km atau 30 menit perjalanan, lintasan trekking nya relatif landai.

- Pos Bangku Panjang - Pos Batu Lumut (2000 m dpl).
Pos Bangku Panjang terdapat dua shelter yang masih boleh dibilang layak. Menuju Batu Lumut medan pendakian masih landai dan jarak tempuhnya sekitar 2 km dengan waktu tempuh 30 menit.

- Pos Batu Lumut - Shelter 1 (2225 m dpl).
Pos Batu Lumut merupakan tempat istirahat namun tidak ada shelternya tetapi disini ada lokasi airnya (air endapan). Memang lokasinya di sungai tetapi sungai ini konterporer yang hanya berair dimusim hujan.

Jarak tempuh menuju Shelter 1 sejauh 2 km perjalanan dengan waktu tempuh 1 jam. Kondisi jalan setapaknya relatif terjal dengan kemiringan sekitar 60.

- Shelter 1 - Shelter 2 (2510 m dpl).
Shelter 1 merupakan tempat istirahat, terdiri dari satu buah pondok yang masih terawat baik, jarak tempuh menuju pos 2 yaitu 3 km dengan waktu tempuh 1,5 jam. Di lintasan ini sesekali jalan setapaknya terjal sampai kemiringan 45.

- Shelter 2 - Shelter 3 (3073 m dpl).
Shelter 2 merupakan tempat istirahat, dengan satu buah shelter namun tidak terlalu kokoh. Mungkin karena usia pondok ini cukup tua dan kondisi medan yang suhu udara dratis membuat shelter ini masih bertahan walaupun dalam keadaan miring hampir rubuh.

Jarak tempuh menuju shelter 3 yaitu 2 km dengan waktu tempuh 2 jam.

- Shelter 3 - Shelter 4 (3351 m dpl).
Shelter 3 merupakan tempat istirahat yang hanya tingga kerangka besinya saja. Lokasi ini merupakan medan yang terbuka dan bisa memandang kearah desa Kersik Tuo.

Tempat ini juga bagus untuk dijadikan tempat mendirikan tenda. karena tempat datarnya lumayan luas. Disini juga kita bisa menjumpai sumber air. Perjalanan menuju puncak hanya tinggal 3 jam perjalanan dari shelter ini.

Menuju shelter 4 jarak 1,5 km dengan waktu tempuh 1 jam. Kondisi jalan setapaknya merupakan bekas aliran air yang menjadi jalur pendakian.

- Shelter 4 - Batas vegetasi/Pasir/Batuan Cadas - Puncak (3800 m dpl).
Ditempat ini terdapat papan pengumuman yang berisikan larangan membuat rute baru dan informasi mengenai lintasan pasir dan cadas harap berhati-hati.

Lapangan yang luas. Disini bisa mendirikan tenda asalkan tenda anda memenuhi persyaratan untuk didirikan disini, karena disini angin bertiup lumayan kencang serta suhu yang dingin.

PERIJINAN

Perijinan dapat diurus di R.10


By : Maria Ulfa
dikutip dari berbagai sumber

Senin, 01 Juni 2009

Forum Hijau Di Hotel Aston

Tanggal 24 Mei 2009, KMPA mendapat undangan untuk Menghadiri Forum Hijau yang bertempat di Hotel Aston Meeting Room. Forum Hijau merupakan forum tempat berkumpulnya komunitas-komunitas berwawasan lingkungan. Pada saat itu, beberapa komunitas peduli lingkungan hadir, seperti dari YPBB, U green ITB, Balad Kuring, BCS (konsrvasi Burangrang) dan tentu saja KMPA. Disitu KMPA berkesempatan untuk melakukan Presentasi mengenai organisasi nya dan kegiatan-kegiatannya. KMPA di forum itu diwakili Oleh Maul, Eko dan Bryan.
Presentasi dikemukakan oleh Maul yang didalam nya berisi pengenalan organisasi KMPA yang merupakan organisasi pencinta Alam yang juga berlandasan lingkungan. Dalam presentasi tersebut forum ternyata cukup terkejut ketika kami mengangkat masalah yang terjadi di Citatah. Dan terjadilah perbincagan yang cukup hangat disana. Selain kami, yang melakukan presentasi adalah dari YPBB dan Baladkuring. YPBB mengangkat tema tentang penanganan sampah di rumah tangga dan perkotaab serta pelatihan-pelatihan yang telah dilakukannya. Sedang Balad Kuring mengangkat tema tentang Dago car free day yang akan dilakukan pada tanggal 30 Mei 2009. Di Forum itu, terjadi suatu perbincangan dan pertukaran informasi yang cukup hangat dan responsif. Masalah-masalah lingkungan yang terjadi dan dipandang dari banyak sudut yang kadang luput dari pengamatan kita. Dan Masih banyak PR-PR kita untuk menangani isu-isu Lingkungan. Forum tersebut berlangsung dari Jam 20.00 hingga 22.00 dan dimoderatori oleh Vera dari U green ITB. Semoga forum ini masih terus berlanjut dan mampu memberikan solusi -solusi untuk berbagai macam masalah lingkungan.


Salam Lestari,


By Bryan Brama R. (G-221-XVIII)a

Latihan Bersama Dayung di Pengalengan

Pada hari kamis dan jumat Tanggal 21 dan 22 Mei 2009. KMPA melakukan latihan bersama Dayung dengan WARP. WARP dengan kebaikan hatinya bersedia menfasilitasi perahu dan logistik lainnya. Dengan begitu kami tidak perlu menyewa perahu.. itung2 penghematan, hehe. Sebelum latihan, sehari sebelumnya tepatnya hari rabu malam, kami melakukan tech meet. Dalam tech meet kontingen KMPA dipimpin oleh Dani Johan Malmsteen The Dying Pharmacist. Dan dalm Tech Meet tersebut akhirnya diputuskan untuk mengambil tempat di pengalengan.

Keesokan harinya, kita berangkat pukul 07.30 dengan menyewa angkot. Tetapi ada juga yang naik motor yaitu Emil, Arfan dan Bryan. dan dengan diwarnai putar sana dan putar sini, akhirnya sampai juga di tempat target. Langsung saja latihan dimulai, pukul 11.00. Latihan dipimpin oleh kang Bolet dari Rahwayan. Total peserta yang ikut dari WARP dan KMPA adalah 11 orang dengan 2 perahu. Dari Kami adalah Dani, Emil, Yana, Bryan, Arfan. Latihan itu berlangsung hingga pukul 17.00. Materi dalam latihan tersebut adalah berenang dalam sungai, rescue sungai, macam2 dayung (j stroke, C stroke, draw dsb), Flipflop, dll. Latihan akan dilanjutkan keesokan harinya.

Keesokan Harinya latihan dimulai pukul 8.30 sampe jam 15.00 dengan break solat jumat. Materi yang disampaikan adalah latihan skipper, pengarungan dan River Rescue. Setelah berbasah2 ria dan berdingin2 ria, kami ganti baju dan melakukan perjalanan pulang. Dan banyak Terima kasih untuk Kang Bolet dan Rahwayan.

Salam Lestari,


By Bryan Brama R. (G-221-XVIII)

Latihan Bersama Team Rescue

Pada Tanggal 2 dan 3 Mei 2009, Kami bersama Warp (ST-Inten) dan Mapaligi (Unikom) melakukan Latihan Bersama Team Rescue. Latihan Ini bertempat di ST Inten dan WARP Selaku Tuan Rumah nya. Hari sabtu nya kami melakukan Tech meet dulu untuk membicarakan skenario apa yang akan kita lakukan. Dari KMPA yang Hadir sekitar 6 orang (Sigit, Bryan, Sani, Maul, jarwo, Cuy). Setelah pembicaraan cukup panjang akhirnya diputuskeun untuk menindaklanjuti skenario latihan sebagaimana yang sebelumnya (tanggal 18-19 april di ITB) dan untuk melancarkan tehnik2 yang diperlukan.
Keesokan harinya, seperti biasa di kehidupan sehari2 Indonesia, jadwal yang sudah disetujui ternyata molor. Sebenarnya kami sih yang datang nya telat.. hehe... Waktu itu yang datang sebagai advance ke warp adalah Bambang dengan Bryan. Yang lain katanya akan menyusul (menyusul juga akhirnya). Kemudian kamu melakukan survei lokasi untuk menentukan dimana bisa melakukan skenario kasus yang sudah direncanakan sebelumnya. Setelah oke semua, kami melakukan briefing, dan langsung eksekusi. Team dibagi 2, team bawah dan tim atas. Tim bawah bertugas membawa tali ke target korban, menangani korban dan melakukan instalasi tambatan di bawah. Tim atas bertugas mengencangkan tali, mengirim peralatan, dan pusat komunikasi. teknis penyelamatan Sebagai berikut:

  1. Tim mentransfer 2 tali ke titik target dan melakukan instalasi tambatan sekaligus menangani korban dan membersihkan jalur lintasan
  2. 2. Tim atas melakukan pengencangan tali yang akan digunakan untuk lintasan transfer korban. Tali yang digunakan 2 buah Untuk memenuhi safety procedure. Pengencangan tali dilakukan menggunakan Hauling system ( N dan M system)
  3. 3. Setelah terbentuk Lintasan yang diinginkan, 1 orang dari Tim bawah menemani korban untuk di bawa ke titik aman. Tim atas menarik korban juga dengan menggunakan Hauling system.
  4. 4. Setelah Korban di amankan, jalur sudah tidak diperlukan sehingga bisa dilepaskan(dibereskan)
Alat 2 yang dibutuhkan untuk melakukan Rescue tsb adalah : Pulley (tandem dan Single), Karabiner (snap dan Screw), ascender (jumar, croll basic), Descender (autostop, figure), Webbing, Tali statis 3 buah (2 untuk lintasan dan 1 untuk alat transfer), harnes.

Latihan berlangsung selama 4 jam, dan berakhir pukul 17.00. Setelah itu kami melakukan evaluasi, komunikasi dan koordinasi tim dan teknis2 nya merupakan point yang dievaluasi. Secara Overall latihan kami lebih baik dibandingkan dengan latihan sebelumnya yang di Tuan Rumahi oleh KMPA G. Latihan ditutup dengan makan bareng di depan Sekre Warp.

Salam Lestari.



By Bryan Brama Ramadhana (G-221-XVIII)