Kamis, 18 Desember 2008

CATATAN PERJALANAN PEMETAAN GOA SEDEN-BULUH

20-23 JUNI 2008
By: Muhsin

Minggu, 20 Juni 2008
Pagi hari yang cerah kami—saya (muhsin), Arfan, Cusi, Geblek, dan Didik—berangkat dari kampus ITB menuju terminal Caheum. Saat itu waktu menunjukkan pukul 10.00 WIB. Terlambat sekitar satu jam dari rencana keberangkatan semula. Sesampainya di terminal caheum kami telah ditunggu oleh pak Taat, lelaki berdarah Cilacap yang saat itu sedang menjalankan studi pasca sarjana jurusan Geologi di ITB. Beliau ingin mengetahui bagaimana kami melakukan pemetaan goa Seden-Buluh.
Perjalanan pun dilanjutkan dari Terminal Caheum menuju Pangandaran menggunakan Bus Budiman ber-AC. FYI, Tarif Bus Budiman dari terminal Caheum ke Pangandaran saat itu adalah Rp33.000,00. Perjalanan tersebut memakan waktu sekitar 6 jam. Kemudian, kami melanjutkan perjalanan menggunakan bus Budiman jurusan Parigi yang selanjutnya kami charter hingga ke desa Masawah. Tepat di depan rumah kepala desa Masawah, Pak Tohidin.
Setelah menjelaskan maksud kedatangan kami kepada Pak Tohidin, kami pun dipersilahkan untuk beristirahat dan bermalam disana.

Senin, 21 Juni 2008

Peralatan yang digunakan. (kanan ke kiri) klinometer, meteran 50m,kompas geologi.

Pukul 9.00 WIB, kami berangkat menuju mulut goa Seden ditemani seorang penduduk setempat—yang ditugaskan oleh pak kepala desa (pak Kuwu). Di dekat mulut goa, kami mempersiapkan segala peralatan yang dibutuhkan. Beberapa peralatan yang kami bawa saat itu, antara lain : 4 overall, 4 helm, 4 sepatu boots, 3 headlamp, 2 senter anti air, perahu kecil untuk peralatan, 2 pelampung, meteran, klinometer, kompas, kertas, dan alat tulis. Tak lupa kami membawa 2 botol air minum dan beberapa snack.
FYI, goa yang akan kami petakan ini merupakan goa sungai bawah tanah. Rata-rata ketinggian airnya sekitar 1 meter. Tim yang memetakan terdiri dari 4 orang, yaitu saya (muhsin), Geblek, Cusi dan Arfan. Sedangkan tim basecamp yang menunggu di mulut goa terdiri dari 2 orang, yaitu Didik dan Pak Taat.
Setelah semuanya siap, kami pun masuk ke goa. Di depan mulut goa ketinggian air sekitar 120 cm. Otomatis overall kami basah dan rasa dingin perlahan merayap ke dalam tubuh kami. Brrr!!!
Pengukuran pun dimulai, saya (muhsin) sebagai stasioner yang berada paling depan bertugas menentukan titik stasiun. Cusi sebagai shooter yang bertugas membidik saya dengan klinometer guna mengetahui kemiringan vertical goa. Arfan bertugas sebagai deskriptor yang bertugas menggambar kondisi goa dan mencatat data pengukuran. Sedangkan Geblek bertugas sebagai fotografer.
Satu jam pertama merupakan satu jam terberat bagi kami. Kondisi goa yang memiliki ketinggian air mencapai 180 cm itu benar-benar menyulitkan kami. Baju yang basah dan udara goa yang lembab membuat kami merasakan kedinginan yang amat sangat. Dalam satu jam itu, kami hanya dapat memetakan goa sepanjang kira-kira 30 meter. Beruntung, setelah 30 meter dari mulut goa Seden ada rekahan yang tersambung ke permukaan sehingga kami dapat naik dulu ke atas tempat tim basecamp. Kami pun beristirahat sambil minum kopi hangat guna mengembalikan kehangatan tubuh kami yang tadi dirampas oleh air goa yang dingin. Setelah puas beristirahat, kami pun kembali memetakan goa Seden-Buluh dengan perubahan strategi kerja. Geblek yang semula bertugas sebagai fotografer diberdayakan sebagai pengukur guna membantu dan mempercepat pekerjaan ukur-mengukur.
Pekerjaan pun kami mulai kembali. Semakin lama, kami pun semakin dalam menembus kedalaman goa. Semakin indah juga pemandangan-pemandangan yang kami lihat disana. Ornamen-ornamen putih yang berkilau ketika terkena sinar senter, serangga-serangga aneh, kelelawar, serta ikan2 albino membuat saya merasa takjub dan kagum atas ciptaan-Nya itu. Perjalanan kami memetakan goa tersebut bervariasi. Terkadang kami harus jalan jongkok, menunduk, berenang dan berjalan guna melanjutkan perjalanan menembus perut bumi itu. Kemudian tak terasa tiga jam sudah kami memetakan goa Seden-Buluh. Kemudian secercah cahaya terlihat di depan kami. Di sana mulut goa Sodong Buluh telah menganga menunggu kami yang menggigil kedinginan. Cahaya matahari menyambut kami keluar dari kegelapan goa yang pekat.

Perkenalkan anggota baru tim kami “Flinstone Si perahu karet”


Selasa, 22 Juni 2008
Hari itu kami bangun agak siang. Rencananya siang ini kami akan kembali ke goa guna mendokumentasikan lebih banyak goa Seden-Buluh. Jam 11 kami berangkat ke sana ditemani teriknya matahari daerah pantai. Puanass pisan euy!
Kemudian kami pun masuk melalui mulut goa Sodong Buluh dan mulai mendokumentasi. Kira-kira satu setengah jam lamanya kami menulusuri goa dan mendokumentasikan keindahan di dalamnya.
Seusai itu, kami pun kembali ke rumah pak Kades dan menunggu kang Diky yang rencananya sore itu akan menyusul ke desa Masawah bersama tim LVG.
Sekitar pukul 4 sore, kang Diky tiba di rumah pak Kades bersama timnya. Kang Diky pun bertegur sapa dengan bu Kades dan segera meminta pamit untuk mempersiapkan tenda di dekat mulut goa Seden. Kami yang saat itu sedang bersantai segera diberdayakan guna mempersiapkan segala hal yang perlu disiapkan.
Malam itu saya, Arfan, dan Geblek bermalam di tenda tim LVG.

Ini waktu lagi kerja, pak….Cusi sebagai shooter dan arfan sebagai deskriptor.


Mengukur lebar gua bareng penduduk setempat



Rabu, 23 Juni 2008
Hari itu turun hujan. Hujan yang pertama bagi desa yang sudah 4 bulan tidak turun hujan. Di saat itu Arfan dan beberapa orang dari tim LVG masuk ke goa Seden-Buluh guna memasang katoda. Seusai pemasangan katoda dan bersantai ria sebentar, kami bersiap-siap untuk kembali ke Bandung. Sekitar pukul 11.30 WIB kami pun pamit kepada bu Kades untuk pulang ke Bandung.
Good Bye Masawah! See you next time.

Ternyata flinstone itu narsis…


Model manusia-manusia gua dan perahu gua jaman sekarang.

Pose-pose eksentrik biota-biota endemik goa seden-buluh (eksentrik dan endemik itu apa ya?)

Ceritanya lagi jadi photo model…

Goa = kolam renang

Weits, si photographer juga ingin diphoto ternyata.

Photo bareng di “bendungan alami” buatan Yang Maha Pencipta.

Rabu, 05 November 2008

Materi Survival di Lembah Ciherang

Selengkapnya bisa didownload di sini

By : Zulhariansyah

Hari Pertama Survival (7 Juni 2008)


Survival GL tahun ini sengaja mengambil lokasi di ciherang agar kami lebih dapat banyak ilmu dan sekaligus mengenal lokasi-lokasi baru yang belum pernah kami kunjungi. Perserta survival kali ini adalah kami berlima alias, Ary, Aldi,Yudhi, Dinna, dan Hery serta ditemani oleh seorang pembimbing berinisial MDC, hehehe alias Maman DC. Perjalanan kami dimulai dengan keberangkatan dari rumah makan nasi pecel, tepatnya jam 10.00 WIB. menurut rundown kami, kami telat sekitar 2 jam. Hal ini terjadi karena kami menunggu pasukan kami(Hery) yang sedang berjuang naik angkot dari margahayu karena ban motornya bocor. Walapun segala rintangan menghadang akhirnya kami dapat berangkat. Semangat !! Hidup GH!!

Perjuangan keras kami dimulai, pertama-tama kami naik angkot caheum-ledeng ke terminal ledeng, ternyata dari ITB ke Ledeng tarifnya sudah mencapai Rp. 2.500,- suatu dampak yang diakibatkan kenaikan BBM. Seperti yang kita ketahui, angkot tersebut penuh, dan tentunya BAU. Alhasil Ari pun muntah-muntah ketika tiba di terminal ledeng. Memang pada awal keberangkatan ia menunjukkan gejala-gejala tidak fit. Namun itu tidak menghambat semangat juang kami, sehingga perjalanan pun kami lanjutkan. Selanjutnya kami naik angkot jurusan parongpong untuk menuju stasiun parongpong. Diluar dugaan, tarifnya udah Rp.3500 aja. Lalu kami berjalan ke villa istana bunga dan diteruskan kearah pintu angin.
Karena kondisi keuangan, kami berencana untuk masuk lewat hutan. Hutan pinus pun kami susuri, namun anjing-anjing penjaga dengan sigap menanti, kami kena palak lagi deh. Wong Cuma mau lewat dipalaki, SiaL!! namun apalah daya, golok masih didalam carier dan anak-anak make anorak. Kamipun terus berjalan sesudah membayar tiket. Kami berjalan hingga ke gubuk yang berada di persimpangan menuju ke Burangrang dan situ lembang, lalu kami beristirahat sekitar 30 menit.

Kami berjalan naik, masuk ke dalam hutan kearah barat laut mengikuti jalan setapak, namun lama sudah kami masuk, jalan setapak tersebut berakhir di lereng punggungan yang cukup terjal dan berbatu tidak lupa tentunya ada jelatang walaupun masih setinggi semak belukar. Lalu kami memutuskan untuk menggapai puncakan terlebih dahulu dengan cara apapun. Golok pun akhirnya dikeluarkan. Kami melipir punggungan untuk mencari lereng yang dapat dilalui. Setelah bersusah payah akhirnya kami dapat menginjakkan kaki di punggungan yang sempit dan terjal. Setelah Navigator kami alias Maman mengutak atik peta dan kompas orienteeringnya, kami menelusuri punggungan kearah barat daya, akhirnya ketemulah tapal kuda.

Mengikuti nasehat para petua, kami mengambil jalan yang melipir di punggungan yang terletak di kiri kami. Jalannya berkelok-kelok macem ular, untungnya jalan ini hanya 1 jalur, walaupun terkadang ada cabangnya. Kami berjalan hingga ke ujung punggungan, lalu kami menjumpai sungai, airnya segar betul lah. Kami terus berjalan mengikuti arah aliran sungai berbelok-belok. Kiri kanan kami lihat, ternyata banyak begonia, alhamdulillah makan malamnya begonia. Kami mengambil sebanyak mungkin. Soalnya di camp kayaknya tidak ada makanan yang banyak. Kami terus berjalan mengikuti Maman, sekitar jam setengah lima akhirnya kami tiba di camp. Setibanya di camp, tanpa rasa bersalah si Yudhi langsung memakai celana pendek karena celananya robek parah. Lalu kami pun mencari-cari kayu untuk mendirikan bivak alam, ada yang mengambil kayu,ada yang mencari daun-daunan, ternyata di camp kami ada pohon yang sudah hampir rubuh, karena kami pikir jika ketimpa pohon itu sakit juga, maka kami berinisiatif untuk merubuhkannya terlebih dahulu. Kami dorong pohonya bruk, tapi masih dalam posisi tergantung, rupanya ranting-rantingnya tersangkut sulur-sulur, usaha kami tidak sampai disini, kami menarik dan mendorong pohon tersebut agar jatuh sempurna, dalam artian jatuh ke tanah, kami tarik, pohon itu tertarik, namun ternyata sulur tadi memberikan efek pegas pada sistem kayu-sulur. Kami tarik lagi hingga kami masuk ke semak-semak, Alhasil Yudhi merasakan nikmatnya jelatang.

Untungnya kami (kecuali Yudhi) menggenakan seragam tempur. Karena sulurnya begitu kuat, kami potong saja kayu tadi. Kami melanjutkan pekerjaan hingga matahari terbenam, karena semuanya sibuk mendirikan bivak, Maman yang notabenenya turis terpaksa membuat api (sorry man), bivak kami jadi… maksudnya jadinya ancur, untung saja tidak hujan. Setelah bivak dirasa udah jadi, dan badan dirasa udah capek,,,kita semua memutuskan untuk menghentikan kegatan dengan evaluasi sambil ngemil _______. Abis gitu kita main kartu di dalem bivak,,,peraturannya rada aneh, yang kalah maen salahs atu anggota badannya ditetesin lilin panas. Hhaaa,,,mayan lah,,, setelah jalannya permainan mulai kacau karena pada ngantuk,,,kita memutuskan untuk tidur aja dengan tak lupa berdoa supaya ntar malem jangan ampe hujan,,,soalnya kalo ujan bakal banjir kita,,,,

Hari Kedua Survival (8 Juni 2008)

Rangkaian kegiatan dimulai jam 8 pagi, emang dah kita rencanain sebelumnya bakal bangun jam segitu. Diawali dengan kemales-malesan di depan (bekas) api unggun, kegiatan survival hari kedua yang penuh materi dimulai. Jam 9 pagi kita nyiapin barang-barang buat materi air dan trap. Barang yang disiapkan adalah sebagai berikut: Buat materi air, kita nyiapin ponco, misting, golok, dan kantong kresek warna item, sedangkan buat materi trap kita cuma butuh golok, bekas botol air mineral, dan kreativitas.

Lalu kami pergi ke aula. Di sanalah materi trap diberikan. Yang dibutuhkan untuk trap hanyalah kreativitas. Semua berkarya dengan kreativitas masing-masing. Intinya diharapkan kita dapat menangkap hewan dengan menggunakan bahan yang tersedia dari alam, dan seefektif mungkin. Selanjutnya acara diisi dengan materi air. Kami diberikan pengetahuan dan ketrampilan untuk mendapatkan air. Sebagian besar sama seperti pada saat acara akhir. Bagaimana mendapatkan air dari pisang, evaporasi, penguapan, dll.

Siang hari adalah saat untuk tidur siang, jadi kami tidur. Huah.. bangun dari tidur siang yang panjang, badan terasa aneh, maklum perut sedang lapar. Lalu ntah apa apa, tak da yang kerja,,,, nyampe juga setengah lima, kami berinisiatif untuk membuat api. matah-matahin ranting pohon, ngikis-ngikis kayu untuk starter jadi kerjaan pokok,tapi beberapa dari kami berperan sebagai DU untuk menyiapkan makanan sebagai penutupan survival. Nyalahin lilin,, starter terbakar,, lalu… ternyata butuh kesabaran untuk menggedekan api. Alhadulillah sewaktu matahari tergelincir api kita sudah jadi, namun makanan tetap belum dapat dinikmati.sekitar jam setengah delapan, akhirnya makanan telah siap di santap. HOREEE… Survival ditutup, walaupun dengan nasi + indomie..alhamdulillah. Perut kami akhirnya terisi. Lalu kami semua bingung mau ngapain, jadi semua langsung berselimut sleeping Bag dan tidur nyenyak, padahal blum jam 10.

Besok paginya alias hari ketiga, kami bangun sekitar jam 6. Lalu para DU sigap membuat indomie yang jadi santapan pagi kami. Kami sarapan dengan nikmat. Lalu packing dan foto-foto tentunya. O ya tidak lupa melihat hasil trap, ternyata ada yang kena. Daun yang hanyut di sungai mengisi trap kami. Lumayan,,,,, lalu kami briefing untuk pulang, ternyata kami semua memilih untuk potong turun ke arah barat laut lalu kearah Purwakarta. Seperti biasa, jalan-jalan abis tu nyasar. Tapi semangat kami tetap ada, kami terus jalan turun hingga, ketemu perumahan. Perkampungan yaitu ciliwung. Langsung navigasi punten.. hehehe… lalu jajan-jajan di warung yang ternyata rada nyari untung. Sehingga kami tertahan disana hingga jam 11. Setelah itu kami baru mendapat imformasi yang pasti bagaimana caranya pulang ke Bandung. Menunggu di tepi jalan hingga jam setengah satu, akhirnya muncullah bis yang kami harapkan. Yes pulang ke bandung. Setelah tiba ke bandung langsung ke warung Steak. Beh kenyang abis Barudeh ke sel.

Selasa, 09 September 2008

Simulasi vertikal terakhir menuju Eval artifisial

Perjalanan gladi lanjut RC menuju evaluasi kali ini dilaksanakan tanggal 23 Agustus 2008. Perjalanan kali ini lumayan banyak hambatannya. Soalnya selain ngejar evaluasi Citatah- 125, nak- nak Gladi Lanjut XVII juga punya acara lain. Tujuan dari acara ini sih sebenernya Cuma buat ngakrabin antar anggota GL aja, salnya udah lama juga kita gak ngumpul bareng- bareng ber- 18.

Acara Gladi lanjut kali ini mengambil tempat di Sukawana, rencananya kita mau pergi hari Jum’ at Sre dan balik lagi ke sel tengah malemnya. Namun,karena banyak dari anggota GL yang kuliah sore, alhasil kita malah jadi bernagkat sekitar jam 7 abis magrib. Selain itu juga, ada acara lain. Yaitu ulang tahun 2 anggota KMPA, yaitu Ramzi dan K’ Epin. Satu kue pun dibeli K’ Ana. Dan sambil rapat, kita pun ngerayain ulang tahun mereka di depan sel. Lumayan juga bwat seru- seruan. Sebelumnya juga kita dah nyiain 1 kue bwat Ramzi, dan rencananya mau dikasih waktu di Sukawana.

Tidak disangka acara GL kali ini lumayan seru, dan kita ngerasaim bareng- bareng lagi kayak jaman Acara akhir dulu. Acara di sana kebanyakan adalah sharing- sharing, dan makan- makan. Sekitar jam 3 malem, kita siap- siap pulang ke sel, soalnya banyak yang punya urusan masing- masing. Aldi, Ari, Muhsin, Heri mau berangkat ke Depok pagi jam 6an bwat ikut lomba navigasi yang diadain Universitas Pancasila. Nama lombanya Talaseta. Nak- nak GL RC tentunya maw melanjutkan perjuangan ber- simulasi vertikal ria.

Sekitar jam 4an pagi, kita semua nyampe sel. Rencana baiknya sih kita mau langsung berangkat ke Citatah. Tapi apa mau dikata bukan direncanakan, kita tepar. Ha… dan para G- RC pun ngamuk- ngamuk soalnya kita telat banget. Jam 8 kita ber- 4 baru bangun. Dan lebih bodohnya lagi, walaupun udah beres- beres, kita tuh siapnya lama. Dan ada lagi kebodohan lain, motor Brian emang STNK nya lagi ilang. Makanya kita kekurangan motor. Dan solusinya Brian mau gak mau harus ngurusin STNK nya dulu. Ide nya sih mau bikin surat keterangan dari satpam, bahwa kehilangan STNK. Tapi, ternyata Brian nyari STNK nya ke laundyan dan lama. Masalah lain lagi, Hari itu 23 Agustus 2008 Mba’ May lagi nikah, terus kita malah disuruh ke sana dulu. Dan perjalanan ke Citatah pun semakin molor.

Dan akhirnya Bambang dan Brian memutuskan untuk menjadi tim advance ke Citatah. Mereka berangkat sekitar jam 11an. Mereka dah sarapan. Dan gw dengan Maul dengan jahatnya meninggalkan mereka, pergi makan- makan di tempatnya Mba’ May.

Tadinya gw pikir, kita bakal balik dulu ke sel setelah dari pernikahan Mba’ may yang berlokasi di Cimahi. Dan akibatnya adalah gw lupa membawa daypack nya Brian yang beisi sleeping bag nya Brian dan Bambang. Ho… teganya gw sama teman- teman gw. Padahal gw yang dititipin sama Brian.

Kita ber-empat (yostal, Maul, Giri, Sani) nyampe ke citatah sekitar jam setengah 3 menuju jam 3. Sebelumnya kita shalat dulu di Musholla Ciburuy. Sesampainya di Citatah, gw melihat Bambang sedang tutorial sama Brian. Tutorialnya berupa memalu dan mencari crack2 yang bisa dijadikan tempat untuk memasang alat artificial. Setelah itu, gw langsung bergegas siap- siap racking alt, soalnya mau latihan simulasi horizontal lagi. Bambang jadi leader, gw jadi cleaner. Simulasi lumayan bejalan dengan lancar. Tapi, simulasi Cuma sempet dilakuin 1 kali, soalnya udah sore.

Keesokan harinya , kita mulai jam 8. Citatah kali itu sepi, Cuma kita aja yang ada di sana. Jadi, jalur vertical yang biasanya rame dipake bwat latihan artificial bisa kita pake sampe sore. Kita paa GL dibagi ke dalam 2 tim. Maul- Brian, Bambang- Yostal. Tim pertama Maul sama Brian. Kita ber- 4 simulasi vertical sampe goa, dengan system bergantian jadi leader dan cleaner.Sambil menunggu tim 1 selesai, gw pun memperhatikan dengan seksama rangkaian latihan simulasi sambil memotret. Sedangkan Nda dan Sani melakukan penghijauan kecil- kecilan, yaitu menanam beberapa pohon di Citatah. Biar citatah gak kering, sekalian menjaga lingkungan hidup.heheh…Kan KMPA berbasis lingkungan hidup.


Heu… Kita Cuma ditemenin sama K’ Giri sampai siang aja. Karena motornya jadi kurang kalaw K’ Giri pulang, jadi maul pulang duluan bareng K’ Giri.

Di saat gw jadi leader dan cleaner, kerasa banget capek nya. Hamper aja mau nyerah, tapi untungnya nggak. Kendala lainnya adalah kala itu lumayan panas. Yang menguras tenaga juga adalah waktu gw mau meng- clean phyton angle yang gw pasang sendiri, waktu bikin tambatan di pitch. Untungnya tim 2, yaitu gw dan Bambang didampingi Nda. Jadi tim 1 gak nyopot tali statisnya. Tali statis dipake buat ngejumar. Trus kita turun dari goa lewat pintu belakang Citatah. Inilah enaknya Citatah kalaw buat latihan.

Di luar rencana lagi, simulasi akhirnya jadi dilakuin 3 kali. Yang terakhir sebenernya dah sore banget, sekitar jam setengah 5 lewat. Brian jadi leader, Bambang jadi cleaner, dan gw menjumar. Brian untungnya kala itu dengan sigap dan cepat menyelesaikan leader nya sampe goa dengan 1 pitch. Lalu, setelah selesai, Brian pasang tali statis, gw langsung menjumar. Biar cepet, gw menjumar sambil manjat. Tiba- tiba hujan datang menyergap. Huh…baju gw serta merta jadi basah dan kotor. Waktu itu jadi agak deg- degan soalnya takut banget batunya jadi licin. Untung aja bisa cepet, dan akhirnya langsung berteduh di goa. Heu...pengalaman baru, karena sebelumnya belum pernah kita manjat sambil ujan- ujanan. Nggak Cuma ujan aja, waktu itu juga hari udah gelap, jadi mengganggu pemanjatan juga, apalagi bwat Bambang yang jadi cleaner.


Untung aja gak cuma Sani sendiri, ada Nda’ dan 1 orang temennya yang bantuin ngarahin apa yang harus kita perbuat. Karena panic, dan komunikasi jadi susah, Brian salah ngelepas tali dinamis yang harusnya jadi petunjuk jalan bwat Bambang. Dan akhirnya Bambang meng- clean dengan menggunakan tali statis, dan dengan pengaman jumar. Kasian juga dya nge- cleaner sambil gelap- gelapan. Kita ber- 3 turun sambil rapling pake tali dinamis yang dipasang di hanger. Akhirnya kita berhasil turun sekitar jam setengah 7. Huhu..pengalaman yang seru dan sedikit menegangkan.

Masalah berikutnya adalah packing. Soalnya senter yang kita bawa kehabisan baterai. Ada lilin sih, tapi angin Citatah yang lumayan gede, bikin lilin kita jadi gampang mati. Untunglah masih bisa di handle. Sky hook sempat menghilang waktu di packing, entah ke mana. Cuma ada 1. Heheh… tapi karena susah, bambang lebih milih bwat ganti. Brian juga rencananya mau beliin heksentrik. Makin banyak deh alat baru. Untung aja gak ujan lagi. Akhirnya kita pulang juga. Capek euy…

Sesampainya di sel, langsunglah beberes dan mandi. Dan kita ditraktir sama ka gugum. Hu.asik kan ditraktir ma om Gugum di MCD lagi. Haha… Dan jam 10 sampailah di kos.


oleh : Yositalida K. F

Minggu, 07 September 2008

Pembukaan Gladi Mula XVIII

Sabtu, 6 September 2008, merupakan momen di mana KMPA akan mendapatkan keluarga baru (anggota baru).
Pembukaan kali ini berbeda dengan sebelumnya. Pembukaan GM XVIII ini dilakukan di sore hari sekalian ber-ngabuburit ria di bulan puasa ini.

Berikut sekilas cuplikannya:


Photobucket
"Peserta dibariskan di terowongan"

Photobucket
"Panitia pun tak kalah, berbaris di tangga untuk menyambut calon keluarga baru"

Photobucket
"Penyematan Slayer kepada perwakilan siswa GM XVIII oleh ketua KMPA Ganesha ITB"

Photobucket
"Penyalaan Api, pertanda acara GM XVIII telah dibuka"
***

Selanjutnya, saling kenal-mengenal antara siswa dan seluruh anggota KMPA:
Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket
***

Kegiatan pembukaan GM XVIII ini ditutup dengan slide show kegiatan-kegiatan KMPA dan berbuka dengan ta'jil bersama-sama...
Photobucket
***

Rabu, 03 September 2008

When the world is all about rubbish...

WALL-E

Photobucket

"... ketika robot lebih pantas disebut manusia..."
"... dan ketika manusia lebih pantas disebut robot..."


Film dari Walt Disney & Pixar ini memberikan gambaran mengenai kehidupan manusia masa depan, kurang lebih di tahun 28xx masehi. Saat itu manusia sudah meninggalkan bumi dan bertempat tinggal di pesawat ruang angkasa yang bernama Axiom. Segalanya serba robotisasi.

Film ini dikemas dengan berbagai adegan humor yang bisa mengocok perut, namun tetap sarat akan amanat bagi penonton.

Pergerakan manusia tidak lagi menggunakan kaki dan tangan, tetapi menggunakan kursi otomatis yang bisa bergerak ke mana saja layaknya laju mobil. Segala makanan dan aktivitas lain disuplai dan dilakukan oleh robot. Manusia hanya makan, berkomunikasi dengan dunia maya, alias autis sendiri-sendiri. Tidak peduli lagi dengan yang namanya interaksi satu sama lain.

Sementara tulang dan tubuh manusia semakin berevolusi karena tidak pernah digunakan di Axiom, bumi hanyalah sebagai tempat sampah, penuh dengan gedung-gedung rongsokan dan sanpah-sampah kaleng.

Di bumilah tempat wall-e bertugas membersihkan dan merapikan sampah-sampah tersebut hingga akhirnya menemukan bibit suatu tanaman. suatu hal langka bisa menemukan tanaman di bumi pada saat itu. Wall-e bertemu dengan Eva yang sedang bermisi mencari tanda-tanda adanya tanaman. Dimulailah petualangan Wall-e dan Eva mempertahankan tanaman tersebut.

Photobucket

Sebuah film yang bisa dibilang menyadarkan manusia untuk tetap memperhatikan kelangsungan hidup dan kehancuran bumi.
Sangat direkomendasikan untuk menonton film ini...

...pedulikah kita...
...robot saja peduli dan memiliki hati...


Selasa, 02 September 2008

Pendokumentasian Jalur Selatan Gunung Raung

Berikut adalah sekilas pendokumentasian Pendakian Gunung Raung...

Yanuar Prima,C. N. N Ria Lestari,Malahayati,Gustaf Ardana,Alam Surya Pasemah,Irfan Hamzah,Maman Dwi Cahyo
"Tim Raung"

Photobucket
"Briefing menjelang keberangkatan"

Photobucket
"Pelepasan dari SEL"

Photobucket
"Malam Evaluasi, Polsek Kalibaru"

Photobucket
"Batas akses kendaraan, Glenmore"

Photobucket
"Camp 2"

Photobucket
"Camp menjelang batas vegetasi"

Yanuar Prima,Alam Surya Pasemah,Irfan Hamzah,C. N. N Ria Lestari,Maman Dwi Cahyo
"Batas Vegetasi"

Photobucket
"Menuju puncak, instalasi punggungan sempit, moving together"

Photobucket
"Punggungan pasir dan batu labil/rapuh"

Photobucket
"Puncak Raung"

Photobucket
"Bibir kawah Gunung Raung"

Photobucket
"Kawah Gunung Raung"

Photobucket
"Puncak Selatan Gunung Raung"

Senin, 23 Juni 2008

Catatan Perjalanan Pengarungan Ciburuy

Oleh Zaki Mujahid GL XVII


Laporan Perjalanan Pengarungan Ciburuy

Bandung, 7 Juni 2008 – Perjalanan kali adalah dalam rangka pelatihan Gladi Lanjut XVII KMPA khususnya divisi Olah Raga Arus Deras..Untuk kali ini, sasaran kami adalah untuk pelatihan dasar rafting, seperti mendayung, membalikan perahu, atau yang dikenal flop-flop, mengunakkan tali safety rescue, dan melatih kekompakkan. Sebenarnya, kami berniat untuk berlatih di Pangalengan. Namun karena faktor transportasi, akhirnya kami memilih tempat ini sebagai tempat latihan yang sebenarnya latihan pertama kami juga bertempat di Danau Ciburuy ini.

Kami berangkat berdelapan yaitu: Koko, Zakib, Dani, Yasir, Ramzi, Yosay, Baim, dan saya sendiri, Zakim. Berangkat dari ITB tepat pukul 8.10 WIB. Sekitar 1 jam, kami sampai di Danau Ciburuy. Keadaan Danau Ciburuy sendiri sama seperti kunjungan pertama kami dulu. Airnya cukup tenang meskipun kedalamannya mungkin tak seberapa. Seperti kebanyakan danau, warna air danau ini hijau kecoklatan. Ada hal yang menarik bahwa bagian tempat danau tersebut yang dibutuhkan tiket karcis justru keadaan airnya lebih buruk dari tempat yang gratis. Tentu saja kami suka yang gratis. Ada yang berbeda antara kunjungan kami yang petama dengan sekarang ini. Pada kunjungan pertama kami waktu itu, pesisir danau masih bisa digunakan untuk portaging. Artinya, daerah pinggir danau itu masih lapang. Namun pada kunjungan kali ini, daerah pesisir tersebut sudah ditumbuhi tanaman tomat dan cabe. Sehingga kami harus portaging agak lebih ke atas dari danau. Alasan penanaman di daerah itu kami tidak tahu.

Ketika kami memompa perahu, kami menemukan perahu kami bocor pada bagian floor. Kami tetap meneruskan. Setelah memompa perahu, kami langsung naik ke perahu. Karena bocor, permukaan perahu kami menampung air. Semakin lama, air yang memenuhi perahu pun semakin banyak. Dan sekitar 10 menitan, kami harus mendarat lagi untuk memompa perahu kembali. Setelah itu kami kembali meneruskan perjalanan secepat mungkin agar perahu yang bocor tidak tergenang air.

Setelah kami mendayung perahu sekitar lima belas menit, perahu kami sudah terlalu banyak menampung air. Koko menginstruksikan untuk kembali mendarat. Kali ini kami mendarat ketempat yang mudah untuk memompa perahu. Tempat kami memompa perahu itu sangat kotor. Sampah plastik mencemari danau itu. Airnya berbusa dan keruh mengindikasikan tingkat BOD yang tinggi.

Di tempat itu kami berlatih safety rescue. Karena tali safety rescue tersebut terbatas, maka kami pun secara bergantian melakukan latihan tersebut. Disaat saya menunggu giliran, saya beinisiatif untuk latihan berenang karena saya adalah salah satu orang dari dua orang anak ORAD yang tidak bisa berenang. Air danau itu makin jelas saja kotornya. Saya tidak kuat lagi dengan air di sebelah tersebut. Kemudian saya pindah ke tengah dengan maksud untuk memperoleh air yang lebih mendingan. Sempat saya meminum (tak sengaja) air danau yang kotor nan berbusa tesebut. Rasanya saya lupa karena berusaha tidak mau mengingat-ingatnya.

Setelah kami semua telah berlatih safety rescue, kami kembali memompa perahu untuk turun kembali. Kali ini yang akan kita lakukan adalah latihan flip-flop. Latihan ini adalah latihan yang terakhir. Kami dibagi menjadi dua tim kecil. Tiap tim harus mampu membalikan perahu (flip) dan mengembalikan perahu ke posisi semula (flop). Cukup sulit juga melakukannya karena disamping kita sudah lelah, perahu yang kempis pun sangat susah untuk di balikan.

Hari itu, matahari sudah condong ke barat. Sanagat panas sekali suhu ai danau. Kami memutuskan untuk naik dan segera melakukan portaging. Kami membersihkan tubuh kami di kakus sebuah masjid yang dilanjutkan shalat Zuhur. Akhinya sekitar pukul 13.40, kami meninggalkan danau Ciburuy setelah menghabikan semangkuk baso.

Itulah catatan perjalanan latihan ORAD KMPA XVII Pengarungan ke-2. jika catatan perjalanan ini ada kesalahan, tolong berikan kritik.

Jumat, 20 Juni 2008

Catatan Perjalanan ke Situ Ciburuy

By Dani Andipa (GM-04-XVII)
7 Juni 2008

Berangkat jam 8.00 dari SEL, trus kami (GL ORAD & Koko) pun tiba di Ciburuy kira-kira jam 9.00. Masuk lewat jalan kecil, nggak lewat gerbang, jadi nggak perlu bayar karcis. Langsung dilanjutkan memompa perahu dengan semangat ksatria. Selesai perahu dipompa, kami pun langsung memakai perlengkapan seperti pelampung dan helm, trus dilanjutkan dengan melakukan pemanasan sebelum turun buat latihan. Setelah selesai pemanasan, kami lalu menurunkan perahu ke danau.

Karena si “Heejo”, sang perahu tua, bermasalah lagi, kami memulai kembali latihan hari ini dengan berenang mengejar perahu, lalu naik pas di tengah danau. Naik ke perahu itu susah abis bung! Kalo tekniknya gw nggak bisa, cuma bisa naik pake caranya anak RC, dengan kekuatan tangan. Hoho…

Hari ini air danau Ciburuy berbeda dengan waktu kunjungan kami sebelumnya. Airnya bau. Alhasil, secangkir Ciburuy yang terminum oleh gw , membuat gw batuk dan pilek.

Latihan hari ini yaitu latihan flip-flop perahu dan melempar rescue rope. 3 orang ditambah Koko, naik ke perahu, trus flip-flop ditengah. Gw kebagian di sesi kedua. Selama nunggu, kami 3 orang yang nunggu giliran flip-flop, latihan melempar rescue rope. Gw mencoba cara melempar yang diajarin Pak Yana waktu GM di Cimanuk dulu. Sementara itu, Yasir udah akrab aja ama anak-anak kecil yang nonton kami latihan. Waktu kami (gw, Yasir, dan Baim) ngobrol-ngobrol, si Zakim asyik aja meng-autis di tengah danau dengan berenang-berenang aneh. Baim berkata, “Anak saya…, semenjak setahun yang lalu masuk ITB, jadi sering menyendiri dan stress…” mengejek Zakim. Kompak kami ketawa melihat tingkah si Zakim yang autis itu. Haha…

Setelah tiba giliran gw, Yasir, dan Zakim buat melakukan flip-flop perahu, kami langsung naik ke perahu dan mendayung ke tengah. Trus, kami melakukan flip sesuai yang diajarin ama Koko. Ternyata di tempat kami melakukan flip itu ada jaring nelayan! Kaki gw dan Zakim tersangkut. Trus, gw berhasil membebaskan jeratan jaring itu, Zakim juga. Kami naik ke perahu yang sedang terbalik itu, trus kami balikkan lagi perahunya (flop). Abis itu, kami dayung lagi perahunya pindah ke tempat yang nggak ada jaringnya dan melakukan flip-flop lagi.

Matahari udah tinggi dan waktu menunjukkan jam 11.45, kami naik dan membereskan semua perlengkapan dan memasukkannya ke dalam mobil. Trus, dilanjutkan dengan membersihkan badan dan shalat zuhur. Trus, kami pulang, dan dilanjutkan dengan mencuci perahu dan alat-alat lainnya di SEL.

Rabu, 18 Juni 2008

Navigasi Darat Terbuka

By: Gladi Lanjut Gunung Hutan

Waktu : Jum’at-Sabtu, 30-31 Mei 2008

Lokasi : Cicenang, Jawa Barat

Peserta : Aldi, Ari, Dhika, Heri, Yudhi, Muhsin

Pembimbing : Alam, Arfan, Haqul, Irfan, Maman, gustaf

Jum’at, 30 Mei 2008

Kami berangkat dari sel menuju Cicenang dengan menggunakan motor pada pukul 20.00 dan tiba disana pada pukul 21.00. Setibanya disana kami langsung mendirikan camp, berbincang-bincang, dan menentukan rundown untuk keesokan hari bersama Maman. Tepat pukul 23.00 ketika kami bermaksud beristirahat, kami kedatangan beberapa anggota G yang kebetulan ingin refreshing di tempat yang sama, yaitu Gugum, Mala, dan Ana, ditambah Gemen, Riko, dkk.

Sabtu, 31 Mei 2008

Kami memulai aktivitas pada pukul 06.30, dilanjutkan dengan packing dan beres-beres. Kemudian dilanjutkan dengan makan pagi yang dibawakan oleh Irfan. Selain itu, juga ada Muhsin dan Gustav yang menyusul dari Bandung.

Kegiatan navdar (navigasi darat) terbuka dimulai pada pukul 08.30, atau terlambat 30 menit dari rundown yang direncanakan karena makan pagi yang terlalu lama. Setelah itu, kegiatan dimulai dengan menentukan titik awal secara perorangan. Tepat pukul 09.00 kami membandingkan titik awal masing-masing peserta dan dievaluasi oleh pembimbing. Setelah penentuan titik awal, kami diberi lima buah koordinat yang selanjutnya harus kami capai pada kegiatan navdar terbuka ini.

Tepat pukul 09.30 kami memindahkan barang-barang bawaan kami (carrier, tenda, dll) dan menitipkannya di warung kopi di pinggir jalan raya. Kegiatan dilanjutkan dengan membentuk tiga tim. Tim pertama adalah Aldi dan Muhsin dengan pembimbing Alam dan Arfan, tim kedua adalah Yudhi dan Ari dengan pembimbing Irfan, dan tim ketiga adalah Dhika dan Heri dengan pembimbing Maman dan Haqul. Setelah itu, masing-masing tim berpencar menuju kelima titik tersebut.

Tim direncanakan kembali berkumpul di warung kopi pada pukul 15.00. Tim kedua dan ketiga tiba tepat waktu, sedangkan tim pertama datang 1 jam kemudian atau pada pukul 16.00. Keterlambatan dikarenakan tim pertama mencoba untuk mencapai seluruh titik, sementara kedua tim lainnya hanya mencapai tiga titik.

Kegiatan dilanjutkan dengan evaluasi oleh para pembimbing. Kemudian kami kembali dari Cicenang menuju sel pada pukul 17.00.

Evaluasi Perjalanan :

1. Penyediaan makan pagi kurang dipersiapkan. Kami baru menitipkan makanan kepada Irfan via sms pada pukul 06.30, sehingga makan pagi terlambat.

2. Pada awal kegiatan kami langsung menentukan titik awal dan menuju kelima titik tujuan tanpa meminta briefing atau materi singkat terlebih dahulu, sehingga kegiatan navdar terbuka secara keseluruhan kurang lancar karena beberapa dari peserta kurang mengerti atau lupa.

3. Tim pertama terlalu memaksa untuk mencapai kelima titik tujuan, sehingga waktu evaluasi akhir oleh pembimbing menjadi terlambat.

CATATAN PERJALANAN

SURVEY GOA-GOA PANGANDARAN

4-11 JUNI 2008

By : M. Muhsin (Gladi Lanjut XVII-Caving)

Rabu, 4 Juni 2008

Pukul 07.30 di sel KMPA ITB, kami berenam—Cusi, Arfan, Irfan, Kanya, Didik, dan saya (Muhsin)—mulai memasukkan barang-barang yang telah dipersiapkan ke dalam carrier masing-masing. Usai packing, perut kami segera meminta bagiannya, sarapan pagi. Seketika itu juga kami beranjak menuju warteg-warteg di belakang kampus. Hmm, mantap!

Tak terasa matahari tlah mulai branjak naik. Kami pun bersiap. Menangkat carrier masing-masing dan tak lupa foto-foto! Kami pun foto bersama dengan anak-anak KMPA lain yang kebetulan ada di sel. Tak lupa kami berdoa kepada Tuhan YME. Berarap semoga perjalanan ini berjalan lancar. Yup, pukul 09.45 kami pun bertolak dari ITB naik mobil hijau menuju terminal Caheum.

Setibanya di terminal Caheum kami pun berjalan mencari bus yang menuju Pangandaran. Oops, ternyata di tengah pencarian kami, kami menemukan sebuah mini market. Akhirnya kami pun sepakat untuk singgah sebentar di mini market tersebut. Membeli ‘ular-ular’ dan rokok untuk menemani perjalanan kami ke Pangandaran.

Pukul 11.00 bus yang kami naiki akhirnya memulai perjalanannya. For your information, bus yang kami naiki bernama Budiman dengan tiket perjalanan seharga 30.000/orang tanpa carrier. Kalo bawa carrier ada tambahan biaya yang besarnya tergantung kebijakan bapak kondektur. Total biaya kami naik bus Budiman saat itu adalah 200.000 untuk 6 orang+carriernya.

Bus pun melaju kencang. Kami yang saat itu duduk di kursi belakang mulai mual-mual dibuatnya. Jalan berkelok-kelok ditemani udara nan ‘hangat’ benar-benar membuat perjalanan kami ‘menyenangkan’.

Di bus tersebut kami berkanalan dengan seorang bapak muda. Beliau bernama Gugun. Kepada beliau salah seorang dari kami bertanya-tanya tentang daerah Masawah—lokasi goa yang hendak disurvey. Beliau menjelaskan apa yang beliau ketahui tentang Masawah. Kemudian, bapak baik hati itu menawarkan tempat menetap kepada kami di daerah Parigi. Setelah melalui diskusi yang alot, kami dengan halus menolak tawaran Pak Gugun karena lokasi survey yang terlalu jauh dari daerah Parigi.

Pukul 17.00 Bus Budiman sampai di pool-nya di Pangandaran. Kami pun segera turun dengan menjinjing carrier masing-masing. Secara tak sengaja kami melihat penjual sate ayam kampung di depan pool Budiman. Langsung saja kami singgah disana memesan 6 porsi sate ayam. Ma’nyus pemirsa!

Setela perut ini terisi, pukul 18.00 kami meneruskan perjalanan ke daerah Masawah. Kami naik bus Budiman yang hendak ke Cijulang. Melalui diskusi biaya yang seru dengan bapak kondektur akhirnya kami pun diantar sampai rumah pak kepala desa Masawah dengan biaya 110.000. Sekitar pukul 19.30 kami tiba di tempat tujuan.

Di rumah pak Thohidin—Pak kades Masawah—kami menjelaskan maksud kedatangan kami. Kemudian, Pak Thohidin pun mempersilahkan kami untuk tinggal di rumah beliau selama waktu survey di sana. Setelah itu, kami mempersiapkan peralatan yang akan kami gunakan esok hari, membersihkan diri, ke warung sebentar lalu tidur.

Kamis, 5 Juni 2008

Pukul 06.00 kami pun memulai aktivitas. Didik, Kanya dan saya mempersiapkan sarapan pagi sementara yang lain menentukan lokasi gua yang akan dikunjungi dan mempersiapkan kembali peralatan-perlatan survey. Peralatan-peralatan yang disiapkan antara lain: GPS, altimeter, multi-termometer, HT, helm, coverall, sepatu boot, senter/headlamp, meteran, palu geologi, plastikm sampel dan batere cadangan.

Setelah sarapan tersaji, kami pun sarapan bersama. Kemudian brifing sebentar membentuk dua tim survey. Tim satu: Arfan, Kanya, dan saya, sedangkan tim dua: Irfan, Cusi, dan Didik. Masing-masing tim membawa satu carrier, satu daypack dan satu tas pinggang. Sekitar pukul 08.30 kami pun berangkat dan berpisah di depan masjid. Tim satu menuju gua Pasir Curug dan lainnya sedangkan tim dua menuju gua Masawah dan lainnya.

Selanjutnya saya akan menceritakan sedikit perjalanan survey tim satu. Awalnya, kami agak kesulitan mencari lokasi mulut goa tersebut. Setelah bertanya-tanya dengan penduduk sekitar akhirnya ada dua orang penduduk yang bersedia menunjukkan lokasi gua-gua tersebut pada kami. Kedua orang tersebut bernama Dian dan Dikdik. Sungguh orang-orang yang baik hati!


Tak terasa sudah pukul 16.00, kami pun segera menyudahi survey gua hari ini. Ada sepuluh gua yang telah kami survey hari itu. Kurang dua gua lagi dari target yang telah ditetapkan untuk tim kami. Hari itu kami tiba di rumah pak kades sekitar pukul 17.00, sedangkan tim dua tiba di rumah pukul 18.00.

Malam hari itu, bu Kades telah menyiapkan makan malam untuk kami. Usai makan kami ngobrol-ngobrol sebentar bertukar cerita tentang perjalanan kedua tim. Kemudian istirahat melemaskan kaki yang lelah.

Jumat, 6 Juni 2008

Seperti hari sebelumnya, kami mulai aktivitas pukul 06.00. Mulai memasak dan menyiapkan alat-alat seperti hari kemarin. Tak ubahnya seperti hari kemarin, kami berangkat pukul 08.30 dengan target gua yang tersisa dapat selesai di survey pada pukul 11.00. Hal ini dengan pertimbangan agar dapat shalat jumat dan segera bertolak ke daerah survey selanjutnya—daerah Karangpaci—pada pukul 15.00.

Perjalanan pun dimulai. Hari ini tim satu harus mensurvey dua gua. Kedua gua tersebut letaknya cukup jauh. Sekitar 1,5 km dari rumah pak kades. Melalui sedikit proses kesasar dan bertanya akhirnya kami tiba di gua yang dimaksud. Setelah itu kami melanjutkan ke gua selanjutnya, Gua Sodong Parat 2.

Beberapa lama kami mencari namun tidak ketemu juga. Kami pun berusaha mencari penduduk sekitar, tapi di tengah perkebunan dan sawah itu sudah tidak ada lagi penduduk. Mungkin sedang bersiap untuk shalat Jumat. Jam Kanya telah menunjukkan pukul 11.15. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke rumah pak Kades untuk bersiap melaksanakan shalat Jumat.

Usai shalat Jumat dan istirahat sebentar kami pergi melanjutkan pencarian. Kami pun bertanya pada penduduk tentang gua tersebut. Salah seorang penduduk yang baik bersedia mengantar kami ke gua tersebut. Akhirnya gua terakhir ini kami temukan.

Pukul 15.00 kami tiba di rumah pak Kades, namun belum ada tanda-tanda tim dua sudah tiba. Setelah satu jam menunggu sambil istirahat akhirnya tim dua kembali. Kemudian kami bersama melepas lelah di warung dekat rumah pak Kades.

Pukul 17.00 kami packing bersiap untuk pindah ke Karangpaci. Selama kami packing bapak Kades yang baik hati itu mencari pick up yang dapat mengantar kami ke sana. Usai packing kami disuguhi makan malam oleh bu Kades. Pukul 18.30 kami pamit, berterima kasih pada keluarga pak Kades dan pergi ke daerah survey selanjutnya, Desa Karangpaci.

Pukul 19.10 kami tiba di rumah pak Kades Kertayasa, Pak Abdurrahman. Di sana kami menjelaskan maksud kedatangan kami. Setelah berdiskusi sebentar kami di bawa ke rumah kepala dusun Karangpaci, panggilan akrabnya Pak Odin. Di rumah pak Odin kami berdiskusi dan merencanakan perjalanan survey kami. Setelah agak larut malam, kami pun terlelap.

Sabtu, 7 Juni 2008

Pagi yang biasa. Kami menjalankan aktivitas seperti biasa dan berangkat survey pukul 08.40. Perjalanan kami saat itu ditemani oleh seorang penduduk yang telah mengenal daerah tersebut. Kami diantar sampai ke jembatan kayu yang melintang di atas sungai Cijulang. Sebagai informasi aja, dari rumah pak Odin ke jembatan kayu tersebut berjarak sekitar 3 km dan butuh waktu kurang lebih 1,5 jam. Di sana kami kembali berpencar. Tim satu mencari gua Kondang dan lainnya sedang tim dua mencari gua Gawi Luhur dan lainnya. Kami bersepakat untuk kembali berkumpul pada pukul 15.00.

Tim satu pun segera mencari gua Kondang. Setelah sekian lama mencari akhirnya kami bertemu seorang bapak bernama Wudi. Setelah ngobrol sebentar dengan pak Wudi, kami diantarkannya ke gua Kondang. Ketika di mulut gua pak Wudi meminta sebatang rokok, menyalakannya dan mulai berkomat-kamit sebentar lalu meniupkan asap rokok ke kertas yang bertuliskan nama kami.Oh ya, sebelum ke gua Kondang kami diminta pak Wudi untuk menuliskan nama kami di atas kertas. Selanjutnya, Arfan dan Kanya pun masuk ke gua tersebut ditemani pak Wudi selama kira-kira 20 menit. Saya menunggu di mulut gua dan melakukan pendataan.

Setelah itu kami pun melanjutkan pencarian ke gua-gua lainnya. Gua-gua di daerah ini sulit dicari karena banyak tertutup pohon-pohon dan semak belukar. Selain itu, gua di daerah ini tidak seperti gua-gua di daerah Masawah yang berair. Gua-gua di daerah ini lebih banyak reliks (kering) dan berlumpur.

Setelah pencarian yang cukup panjang tak terasa hari sudah pukul 15.30. Secara tak sengaja kami bertemu dengan tim dua yang telah usai melakukan survey. Setelah melakukan survey sebentar, kami dan tim dua berangkat bersama-sama ke jembatan kayu. Dalam perjalanan ke jembatan kayu kami bertemu Pak Wudi lagi. Kebetulan beliau juga hendak pulang ke desa Kertayasa. Dalam perjalanan kami berbincang-bincang dengan beliau dan bertanya tentang gua-gua. Beliau pun menunjukkan letak gua Wallet yang belum sempat kami survey. Gua tersebut berada di dekat jembatan kayu disamping sungai Cijulang. Beberapa orang dari kami pun pergi untuk mendata gua tersebut.

Kira-kira pukul 16.45 kami berangkat ke rumah pak Odin. Menempuh 3 km melewati beberapa buah bukit dan sawah. Dengan sisa tenaga yang ada kami berjalan dan akhirnya tiba di rumah pak Odin pukul 19.00. Malam itu, kami tak banyak beraktivitas. Usai makan kami langsung istirahat, tidur di tempat yang telah disiapkan.

Minggu, 8 Juni 2008

Pagi itu ada kabar bahwa Kang Dicky, seleb KMPA, akan datang berkunjung ke tempat sini, rumah Pak Odin. Kami pun memasak, mempersiapkan alat dan menunggu kedatangan sang seleb ini. Akhirnya kira-kira pukul 09.00 Kang Dicky datang. Kami pun berbincang-bincang dengan beliau. Membicarakan progres, rencana-rencana, biaya-biaya dan lainnya.

Hari itu kami baru berangkat survey sekitar pukul 11.00. Di tengah perjalanan kami pun berpencar. Tim satu menuju hutan yang kemarin sedang tim dua menuju gua Cibuluh yang berbeda arah dengan hutan kemarin. Tim satu pun segera bergerak menuju gua-gua yang hendak disurvey. Di hutan tersebut mulut gua memang cukup sulit untuk ditemui karena banyak tertutup pohon dan semak belukar. Medannya yang curam benar-benar membuat letih.

Di antara gua yang kami survey adalah gua Bau. Gua ini termasuk gua yang cukup ditakuti oleh orang-orang sekitar. Mulut gua Bau sangat besar. Mulut ini menghadap ke sungai Cijulang dan ujung lainnya yang vertikal berada di tengah hutan. Dari dalam gua ini terdengar suara kelelawar. Melalui suara yang terdengar kami memperkirakan ada ratusan atau bahkan ribuan kelelawar yang ada di dalam sana.


Pukul 17.00. Tim satu masih harus mensurvey tiga gua lagi. Tiga gua tersebut lokasi berdekatan, kira-kira 100 meter. Akhirnya pukul 17.30 gua-gua tersebut dapat ditemukan dan kami memulai perjalanan pulang ke rumah pak Odin dengan hati lega karena telah menyelesaikan tugas.

Sesampainya di rumah pukul 18.30 (cepat karena kami dapat tumpangan pick up), tim dua sudah ada di rumah. Tim dua masih menyisakan tiga gua yang akan disurvey besok paginya. Usai makan, kami pun tertidur karena kelelahan.

Senin, 9 Juni 2008

Pagi itu tim dua sudah bangun sejak pukul 05.00. Setelah berkemas sebentar, pukul 05.30 mereka pun berangkat menuju tiga gua terakhir yang harus disurvey. Sementara, tim satu masih terlelap hingga pukul 07.00. Kemudian tim satu mengumpulkan semangat yang berserakan lalu berangkat ke pasar untuk membeli kebutuhan-kebutuhan liburan kami di Pangandaran ini.

Pukul 10.30 tim dua tiba di rumah pak Odin. Mereka pun segera melepas lelah di teras rumah, tertidur. Beberapa saat kemudian makan pagi siap. Kami pun menyantap makanan tersebut dan beristirahat kembali.

Sekitatr pukul 13.00 kami bersiap-siap dan berangkat untuk liburan. Tujuan kami saat itu adalah Grand Canyon Pangandaran. Perjalanan ke Grand Canyon kami tempuh dengan menggunakan perahu. Harga sewa satu perahu adalah 70.000, namun ada juga paket keluarga dengan harga 50.000. Atas saran pak Odin, kami pun memilih paket keluarga.

Kami berdelapan—kami berenam dan pak Odin sebagai supir perahu dan seorang temannya—menelusuri sungai Cijulang menuju ke Grand Canyon Pangandaran. 15 menit di atas perahu, akhirnya kami tiba di kawasan Grand Canyon. Kawasan tersebut benar-benar menakjubkan!


Pertama-tama kami berada seperti di bawah jembatan alami. Terlihat jelas stalaktit-stalaktit besar menggantung di bawah jembatan. Terus ke depan terlihat ukiran-ukiran luar biasa di dinding sisi kanan dan kiri sungai. Rasanya seperti bukan berada di Indonesia! Di bawahnya sungai yang jernih mengalir dengan aliran lambat dihiasi batu-batu besar yang juga penuh ukiran-ukiran Yang Maha Kuasa. Di beberapa bagian ada air-air menetes cukup deras dari bagian atas yang mengalir melalui stalaktit-stalaktit besar. Beberapa canopy juga menggantung memperindah pemandangan Grand Canyon Pangandaran.

Kami dan pak Odin berenang menelusuri kawasan Grand Canyon tersebut. Ditemani kepiting-kepiting kecil yang sesekali berenang-renang di sisi kami. Kemudian loncat indah dari canopy yang menggantung sekitar 6 meter di atas kami. Lalu, mandi dari pancuran alami yang menyegarkan. Terakhir kami mencoba terbawa arus sungai. Benar-benar menyenangkan!

Setelah berbasah-basahan ria, kami pun kembali ke rumah pak Odin naik perahu. ‘Ular-ular’ pun dibuka dan dihabiskan di atas perahu tersebut. Bermain air memang selalu membuat perut lapar.

Sesampainya di rumah kami bersantai-santai ria. Lalu, Didik dan Arfan pergi ke pasar membeli beberapa ayam untuk makan besar malam ini. Setelah ayam dibeli, persiapan ayam bakar pun dilakukan. Ada yang mencari sabut untuk bahan bakar, memotong bambu untuk nusuk ayam dan membumbui ayam supaya nikmat. Lalu, sang ayam pun dibakar. Malam itu kami makan malam bersama Pak Odin dan keluarga, dengan lauk yang sama. Ayam Bakar Ma’nyus!

Selasa, 10 Juni 2008

Pagi ini kami pergi ke Pantai Batu Karas pukul 09.00. Menurut pak Odin perjalanan ke sana membutuhkan waktu kira-kira dua jam dengan berjalan kaki. Jarak rumah pak Odin-Batu Karas kira-kira 6 km dengan jalan datar. Berbekal tiga buah carrier dan satu daypack kami pun pergi berjalan menuju Pantai Batu Karas.

Seperti yang diperkirakan, kami tiba di Batu Karas pukul 11.00 (Perjalanan+makan mie ayam membutuhkan waktu dua jam). Begitu sampai di sana—sekali lagi—Didik dan Arfan segera menawarkan diri untuk pergi beli ikan di Tempat Pelelangan Ikan. Sedangkan yang lainnya membuat tenda lalu tidur-tiduran.

Seperti namanya, liburan, kami bersantai-santai ria menikmati pemandangan pandai dan hembusan angin laut yang semilir. Minum-minum kopi, jasjus, teh dan sebagainya. Maen kartu, foto-foto dan tidur siang. “Kenapa ngga dari lima hari yang lalu kayak gini ya…” kata salah seorang dari kami.

Sore hari, kami pun bersiap menyongsong malam. Beberapa dari kami mulai mengumpulkan kayu bakar dan sabut kelapa. Sementara yang lain mempersiapkan ikan yang hendak dibakar.

Setelah agak gelap, bakar-bakaran pun dimulai. Awalnya, semuanya biasa saja sampai akhirnya salah seorang berteriak “Aduh, ikan gue jatoh!”. Kemudian, satu per satu ikan kami berjatuhan. Gagal. Eits, kecuali ikan satu orang, Si Cusi. Ikannya ga jatoh! Ternyata di ikannya, dia tusuk kayu lagi bawahnya supaya ga jatuh. Ikan-ikan tersebut jatuh karena ketika di bakar perutnya mengembang, putus, kemudian lepas dari tusukan. Jatoh! Dengan cerdasnya si Cusi berhasil mengakali hal tersebut.

Setelah puas bakar-bakaran, kopi, teh dan ‘ular-ular’ pun keluar. Sambil ngobrol kami menikmati suasana pantai yang indah itu. Ditemani kopi, teh, ‘ular-ular’, suara deburan ombak, bulan dan bintang-bintang yang terkadang tertutup awan sampai akhirnya satu per satu tertidur.

Rabu, 11 Juni 2008


Pagi hari terbangun dengan barang-barang berserakan di mana-mana—bekas bakar-bakaran tadi malem. Aktivitas pagi di mulai dengan mencuci wajan dan piring yang kotor di WC terdekat. Usai mencuci kami menikmati secangkir kopi di tepi pantai. Ah, nikmatnya! Melihat ombak yang begitu menantang kami—Cusi, Irfan, Arfan, dan saya—pun tertantang untuk menerjang ombak yang besar tersebut. Main ombak pun di mulai. Sesekali kami ke pantai untuk melukis-lukis di atas pasir. Menggambar-gambar indah dan aneh, membuat bangunan-bangunan artistik laut menerjang ombak yang menggulung-gulung.

Setelah puas bermain-main, kami pun segera packing. Bersiap kembali ke rumah pak Odin. Pukul 11.30 kami bertolak dari Batu Karas ke rumah pak Odin. Di perjalanan ke rumah pak Odin kami kembali singgah di tempat mie ayam kemarin. Mie ayam enak dengan porsi banyak dan harga 4.000. Slurp, enak!


Setelah bersantai beberapa saat Perjalanan diteruskan. Tak berapa lama, dari belakang kami muncul truk kuning. Dengan izin pak supir kami pun menumpang hingga rumah pak Odin. Alhamdulillah.

Sambil beristirahat dan membersihkan diri, kami berkemas-kemas memasukkan barang ke dalam carrier—mempersiapkan diri untuk menempuh perjalanan pulang ke Bandung. Pukul 16.00 kami pamit pada pak Odin dan keluarga, kemudian bersegera naik truk yang ternyata merupakan truk yang tadi kami tumpangi dari Batu Karas. Truk tersebut mengantarkan kami hingga Parigi. Dari Parigi kami melanjutkan perjalanan menggunakan angkutan umum sampai pool Budiman—biaya angkot 5000/orang dan 1000/carrier, total 6000/orang. Sebelum berangkat, kami sempatkan dulu untuk makan sate ayam kampung. Di tempat yang sama dan di waktu yang sama seperti seminggu yang lalu, ketika kami baru tiba di Pangandaran.

Pukul 18.30 bus kami bertolak dari Pangandaran menuju Bandung. Tiba di terminal Caheum pukul 24.00. Kemudian dilanjutkan dengan men-charter mobil hingga ke ITB. Kami tiba di ITB pukul 01.50 hari Kamis, 12 Juni 2008.

Kamis, 29 Mei 2008

Catatan Perjalanan Kawah Putih-Situpatenggang

25-26 April 2008

By : Maria Ulfa

Pada minggu keempat April saat kegiatan akademik lagi padat2nya di ITB, tiba-tiba tecetus ide galatuping,(kalo ga salah sih idenya datang dari Arfan).Kemudian ditetapkan rute pejalanan kali ini adalah camping di Situ Patenggang di Ciwidey dan besoknya diterusin ke kawah putih.

Tim awal yang rencananya mau ikut itu, Arfan(sang pencetus ide), Didik, KoKo, Kanya, Mala, Ana, Alam, Irfan,Ria, dan Fusi(Saudara jauhnya Ria). Kalo ada keanehan dari nama-nama diatas, yaitu ga tercantum nama GL. Demi kebaikan nama GL akhirnya saya dan Aldi memutuskan untuk ikut. Karena saya sendiri ada urusan malam harinya, kami menyusul jam setengah empat pagi.

Pelajaran moral yang didapat dari mengendarai motor jam setengah empat pagi dari Bandung ke ciwidey.

1. Kamu ga bakal kepanasan dan jamuran saat melewati macetnya Kopo disiang hari

2. Kamu akan mencederai paru-parumu dengan bekerja lebih berat.

Sedikit informasi tentang situ patenggang niy, situ ini berada pada ketinggian sekitar 1600 m dari permukaan laut. Berada di daerah Bandung Selatan kawasan yang menempati luas 150 Ha ini dulunya merupakan kawasan cagar alam atau taman nasional, namun pada tahun 1981 telah resmi berubah menjadi sebuah taman wisata. Untuk menikmati objek wisata ini, terdapat fasilitas perahu yang bisa disewa untuk mengelilingi sebuah pulau kecil yang berada dibagian tengah danau yang bernama Pulau Sasuka. Fasilitas sarana transportasi air yang disewakan di tempat ini berupa penyewaan perahu dayung, perahu boat, dan sepeda air dengan harga yang masih bisa dinegosiasi dengan pemiliknya. Terdapat pula fasilitas gazebo maupun tempat-tempat duduk tanpa atap yang terbuat dari semen untuk keperluan menikmati panorama sekitar dari tepi danau. Urusan makananpun bukanlah suatu hal yang sulit dikarenakan banyaknya warung penjual makanan yang berderet dekat dengan area parkir.

Berhubung jalan pagi masih sepi, perjalanan yang biasanya ditempuh 2 jam lebih (belum dihitung macetnya) kami tempuh dalam waktu 1,5 jam. Jam 5, kami singgah disebuah Mesjid dekat pintu masuk Situ Patenggang. It’s time to pray.

Masuk ke daerah Situ Patenggang, Kami melihat situ masih diselubungi kabut, gabungan antara dingin dan sepi terbukti menimbulkan efek mistis tersendiri.

Entah karena efek mistis itu, atau kedodolan karena belum tidur semalam , kami ga berhasil menemukan pintu masuk ke Situ yang jelas-jelas udah terlihat didepan mata. Akhirnya sebelum memutuskan untuk terjun melewati tebing kami bertemu seseorang yang kelihatannya penduduk asli.

Percakapannya kira-kira begini :

Aldi : “Pak, punten, jalan masuk ke danau nya lewat mana yah?”

Si Bapak (ga tau namanya ): “o, terus aja , ntar ketemu parkiran masuk kedalam..”

Aldi : “o,, makasi ya pak”..(bersiap-siap mau pergi)

Si Bapak ( Yang masih ga diketahui namanya ): “eh , emangnya dipintu depan ga ada yang jaga yah?”

Aldi : “enggak pak..”

Si Bapak : ”wah, bayar kesini aja nak 10.000, qlo pake tiket mah 15000..”

Saya : “kesini? Ke Bapak ?”( dengan kepolosan yang bodoh)

Si Bapak : “iya neng...” (dengan tampang tak berdosa)

Siakek,, pagi-pagi kena palak bapak-bapak.

Dengan modal 10000 kami akhirnya menemukan pintu masuk danau. Karena trauma diminta bayaran lagi, kami ga bertanya ke petugas jaga dimana tempat anak KMPA camping, dan berusaha mencari sendiri disekeliling danau yang masih gelap. Karena ga menemukan tenda anak KMPA, saya mencoba menelpon. Saya mengakhiri usaha menelpon setelah 3 kali telpon tidak aktif, 2 kali salah sambung, dan 5 kali ga diangkat. Analisis sementara, sepertinya masih pada tidur.

Dan tepat saja, saat kami berhasil menemukan tenda dan mendekat, kami melihat beberapa tubuh dalam sleeping bag seperti kepompong kedinginan sedang tidur diluar. Kebiasaan anak KMPA: menyia-nyiakan keberadaan tenda dan malah tidur diluar. Karena ga ingin kedatangan saya sia-sia dan Cuma disambut udara pagi Situ Patenggang, saya mengaplikasikan cara membangunkan orang tidur dengan cara yang diajarkan Gugum dan Gemen, berteriak dan bernyanyilah sefals mungkin. Cara terjitu yang saya pelajari hingga saat ini.

Waktunya untuk makan pagi. Kami sarapan dengan sup krim manis asin campuran ayam+jagung, dan roti. Dengan sedikit kreatifitas , kami mengubah menu sarapan dengan roti bakar mentega gula isi supkrim dilumeri saus pedas. Hamburger tanpa beef, penjelasan paling sederhananya.


Sarapan kita...


Lagi makan...

Dari Ria, saya tau kalau ternyata mereka juga diminta bayaran 5000/orang sebagai admin untuk menginap. Jadi memang untuk dapat masuk ke sana kita harus membayar 5000.

Sekitar jam setengah 9 kami mulai packing. Dan kami menyelesaikan packing disaat yang tepat, saat matahari bersinar dengan hangatnya memantulkan cahaya dibeningnya air situ. Kami berfoto-foto sambil mendengarkan debat antara Alam dan Arfan tentang bagaimana terbentuknya Situ ini dan bagaimana debit airnya bisa naik turun. Sumpah, saintis abis, tapi ga jelas. ITB terlihat berhasil mendidik mahasiswanya.

Saya memilih mendengar Mala bercerita tentang dongeng asal muasal Situ Patenggang. Sains sepertinya kurang tepat untuk ketenangan galatuping diakhir minggu. Saya rasa menyediakan sedikit waktu untuk mengagumi ciptaanNya, membuat hari-hari anda berikutnya akan lebih bermakna.



Puas berfoto-foto dengan kamera Handpone Ana(Kamera Kanya baterainya abis dan lagi diCas di warung dekat sana).



Sebelum pergi, hal yang wajib dilakukan, sweeping sampah! Peraturan di KMPA : Leave Nothing but FootPrint.

Dan fenomena yang biasa ditemukan dtempat-tempat wisata di Indonesia, sampah bekas pengunjung bertebaran dimana-mana.

Aduh, dilema...

Punten yah, sedikit beropini disebuah catatan perjalanan...

(Bagian ini boleh dibaca, boleh ga...)

Ada 2 masalah yang dapat disorot dari fenomena diatas. Yang pertama, kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga aset yang dimiliki. Atau mungkin juga kurangnya kesadaran ini disebabkan kurangnya rasa memiliki dari masyarakat sendiri. Masalah yang kedua, saat masyarakat membayar untuk memasuki tempat wisata, itu dianggap adalah bayaran untuk segalannya, termasuk kebersihan. Tapi ga tau kenapa, ternyata bayaran tiket masuk itu ga cukup buat menjaga sebuah tempat tetap bersih. At least, masih ada tempat wisata yang terawat kok.

Catatan perjalanannya dilanjutin...

Think Globally, Act Locally. Yah, sweeping sampah hasil aktivitas sendiri, dan memungut sampah disekitar semaksimal kemampuan, solusi praktis untuk saat itu.

Perjalanan diteruskan ke Kawah Putih. Jam 10-an.

Perjalanan dipagi hari dan bersama yang lain lebih menyenangkan, karena bentang alam disekitar sekarang terlihat jelas. Gunung yang tadi pagi terlihat seperti bayangan raksasa hitam menampilkan aslinya. Selain gunung dan hutan, kita juga disuguhi pemandangan hamparan kebun teh di sepanjang perjalanan. Dari Situ Patenggang melewati bumi perkemahan RancaUpas, kami sampai di pintu gerbang untuk masuk ke kawah putih.

Dan kita harus membayar 10.000/orang untuk dapat masuk. Perjalanan Galatuping hemat yang direncanakan, resmi gagal. Nasib jadi mahasiswa...

Untuk sampai ke kawah putih kita harus mendaki, dan untungnya sudah ada jalan raya yang dibangun untuk mempermudah transportasi. Tapi jalannya lumayan merusak kendaraan. Sedikit perjuangan untuk sampai ke atas, pemandangan yang ada mengingatkan saya dengan sebuah cekungan luas yang diisi dengan es vanilla blue cair. Hukum kesetaraan berlaku pada pemandangan yang kami lihat dengan uang 10.000 yang dibayar.Y ah, kepuasan memang butuh pengorbanan saudara-saudara.



Dengan tampang kucel belum mandi, pakai carier, dan agak kotor,saya pikir wajar kalo kami terlihat mencolok diantara pengunjung-pengunjung lain. Kami kemudian mencari spot bagus untuk berfoto, dan menggelar matras. Udara dingin dan kawah putih sedikit berkabut. Dan saya sedikit heran bagaimana cewek-cewek (kelihatannya model-model) diseberang sana yang sedang berfoto bisa bertahan dengan pakaian apa-adanya(dibaca : minim).

“aduh mbak, punya ilmu tahan dingin yah?”, pengen bertanya seperti itu, tapi takut di jejalin sama sepatu highheel mereka, hehe...

Hal paling penting nomor satu : Foto-foto



Hal paling penting nomor dua : Foto-foto


Hal paling penting nomor tiga : Foto-foto


Well, jam menunjukkan pukul 12 kurang, dan waktunya untuk pergi. Sebenarnya kami mau meneruskan perjalanan ke Pengalengan. Tapi sepertinya kita udah keburu capek dan pengen kembali ke Bandung.

Karena pengen menghindari macet didaerah Kopo, kami memilih pulang lewat Cimahi. Tapi ternyata itu bukan keputusan yang tepat. Tetap saja kami terjebak dalam macet didaerah Cimahi. Bandung, bandung, semakin hari semakin padat. Setelah berpanas-panasan, gerah dan stres karena macet, kami sampai ke Sel sekitar jam 3. Akhirnya,,,

Sampai di Sel, kami baru tau kalo Koko kena musibah. Kakinya keserempet knalpot motor waktu didaerah macet tadi. Lumayan besar dan terlihat perih.Oleh-oleh galatuping lah ya...