Jumat, 16 Maret 2012

Jampang tengah


Jampangkulontengah
Setelah diundur untuk kedua kalinya, akhirnya gw Sojo dan Onye berangkat survey ke Jampang kulon. Keberangkatan survey untuk pertama kali terhalang oleh tidak jelasnya Yudha ikut survey apa ga, keberangkatan kedua terhalang kehadiran kakaknya Onye, keberangkatan yang ketiga tadinya uda mau berdua aja (gw dan Sojo) tapi ternyata Onye bisa ikut. Maka berangkatlah kami dengan mengendarai dua motor. Kami membekalkan diri dengan membawa dua matras, satu trangia, dua gelas, empat sendok, minuman sachet, dan enam bungkus mie (tiga mie rebus, tiga mie goreng).
Kami berangkat jam sebelas karena gw telat dateng (gw baru aja nyampe bandung dari jakarta jam sebelas malam kemarennya, padahal gw juga baru ke Jakarta tuh kemaren subuh, jadi gw rada telat). Selama perjalanan kesana, Sojo banyak bertanya ke orang-orang sampe akhirnya kami mendapat informasi dari orang-orang bahwa Jampangkulon masih empat jam perjalanan lagi, padahal kami sudah menempuh lima jam perjalanan. Dipengaruhi rasa lelah dan kelaparan, kamipun makan di warteg (ditraktir Sojo lho, kan dia hari ini ulang tahun).
Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan. Kami masih bertekad menggapai jampangkulon sampai kami mulai menemukan tempat pembakaran kapur di sekitar jalan kami. Akhirnya kami turun dan bertanya-tanya dimana kami berada sekarang. Ternyata kami ada di Jampangtengah yang juga penghasil kapur di Jawa Barat. Menurut orang yang kerja di tempat pembakaran kapur, disekitar sini banyak terdapat guha. Karena guha lah yang kami cari, kamipun lebih ekstra tanya sana-sini.
Kami mendapat banyak informasi setelah bertanya ke penjaga warung, petugas BLK (namanya Pak Arif), dan kadus dua (namanya pak Pahut). Ada guha di dekat pom bensin, nama kuncennya Pak Udin, daerah sana namanya Pasir Kawung, guhanya terletak deket saung tapi kita uda nyoba nyari belum dapet. Ada juga guha di sekitar dusun dua, disana ada guha lalai (pintu masuknya ada banyak, ada dari tanah Pak Tari, tanah pak Kowi, dll). Guha di sekitar dusun dua tuh kuncennya baru aja meninggal. Gua lalai itu banyak kelelawarnya. Gua sekitar dusun dua itu ada sekitar empat atau lima mulut guha dan ada yang saling terhubung guanya.
Di BLK (Badan Diklat Kehutanan) ada juga lubang yang bisa aja guha. Kita baru ditunjukin dua lubang, katanya masih banyak lubang lainnya. Di curug pareang ada yang bilang kalo disana ada gua, tapi ada juga yang bilang disana ga ada gua.
Setelah ke tiga tempat itu, kami beristirahat, makan malam, dan tidur di tempat Pak kadus Pahut. Di tempat pak Kadus Pahut, kami memperoleh informasi bahwa dusun yang kami tempati adalah dusun dua, namanya dusun Bojong Nangka yang ada di lingkupan desa Sindangresmi, kecamatan Jampangtengah. Di dusun ini ada banyak gua, nama-namanya antara lain gua Tari, kowi, dan medem. Kami juga jadi tau masalah warga sana yaitu masalah air. Biasanya saat kemarau, mereka mengambil air di gua lalai. Melalui pengamatan, kami mendapat keterangan bahwa dari Bandung ke Desa Sindangresmi berjarak 126 km, sementara kalau kami lanjut ke Jampangkulon yang berakhir di Surade itu tuh masih 73 km lagi.
Esok paginya, kami sarapan dengan mie yang kami bawa, kami juga disediakan ikan asin dan nasi oleh istri Pak Pahut. Setelah itu kami pergi ke kampung Gunung Batu, ke kepala desa Sindang Resmi, ke kecamatan Jampangtengah, ke perhutani Jampangtengah, ke puskesmas Jampangtengah, ke kepala desa Padabeunghar, ke kepala desa Sindang resmi lagi, ke tempat kadus Sasmita, ke tempat kadus Usman dan yang terakhir ke tempat Mbah Oman.
Di kampung Gunung Batu, kami tidak bertemu orang tua yang mengetahui secara persis keadaan sana karena para orang tuanya sedang bekerja. Akhirnya kami ke warung yang agak di atas, di warung tersebut kami memperoleh informasi bahwa ada gua yang baru saja digali kembali karena entrancenya tertutup. Gua tersebut digali kembali oleh Pak Mayor Didin. Guanya namanya gua Karang Gantung. Gua tersebut sudah direncanakan untuk dijadikan tempat wisata oleh pak Mayor. Setelah dari gua, kami juga bertanya ke orang-orang yang sedang menggali kapur di tengah jalan, tapi kami tidak memperoleh informasi gua lain. Kami hanya mendapat keterangan lebih bahwa gua Karang Gantung terletak diantara warung dengan tempat mereka menggali.
Di kepala desa Sindang Resmi, kami mendapat peta desa. Disana kami mendapat informasi bahwa gua lalai yang ada di dusun dua itu juga nyambung ke gua Pak Mayor Didin. Bahkan gua tersebut juga nyambung sampe sukabumi. Berdasarkan orang yang ada di kantor desa (Pak Ndang dan Pak Nana Suryana), ada juga gua di curug pareang, namanya Lawang Saketeng. Menurut mereka juga, daerah kapur di sekitar sana ada di desa Sindangresmi, desa Padabeunghar dan Cibadak (kalo Cibadak uda beda kecamatan). Di dusun dua itu ada juga gua Nangrang dan gua Pasir Kaung. Kurang lebih di desa sindangresmi ada limabelas mulut gua. Di desa ini belum pernah ada yang mendata gua. Mahasiswa yang datang hanya untuk main saja. Kalau di guanya Pak Mayor, yaitu gua karang gantung, itu juga ada sekitar lima entrance.
Di kecamatan, kami dipertemukan dengan Pak Suprijadi Ating. Dia memberi informasi bahwa di Padabeunghar ada gua buatan yang dihuni kelelawar. Kawasan yang memungkinkan ada gua kalau menurut dia adalah desa Sindangresmi, Padabeunghar dan Panumbangan. Untuk perizinan penelitian, harus ke badan kesejahteraan sosial (kespanglimas) yang ada di pelabuhan ratu. Perizinannya ke sana aja dank e kecamatan, tidak perlu izin ke kepolisian. Nanti kecamatan akan memberikan rekomendasi ke kepala desa dan dusun yang bersangkutan. Jangan lupa bawa juga surat tugas dari institusi bersangkutan. Kalo masalah transportasi, dari sukabumi bisa naik angkot ato elf. Kami dapat juga data orang-orang yang berkepentingan di kecamatan: Pak camat Iyus Sufiandi, Sekretaris kecamatan Asep Mauludin, Sie Kesejahteraan Sosial Suryaman, Sie Pelayanan Umum Kusnandi, Kepala Desa Sindangresmi Maksum, Kepala Desa Padabeunghar Yanti dan Kepala Desa Panumbangan Yustika.
Di kepala desa Padabeunghar, kami tidak mendapatkan banyak informasi gua disana. Kalo menurut orang yang kami temui, disana tidak banyak gua. Hanya ada satu gua di cirampu yang berair. Informasi tambahan yang kami punya adalah adanya entrance lain dari gua lalai di desa Padabeunghar. Mengenai transportasi, dari sukabumi harus ke Lembursitu dulu baru ke Bojong Lapang kalo mau ke Sindangresmi ato ke Babakan kalo mau ke Padabeunghar. Jam delapan malam sudah susah transportasi umum.
Kembali lagi ke kantor kepala desa Sindangresmi, sekarang kami benar-benar ketemu kepala desanya langsung. Kami bertanya tentang dusun mana yang ada guanya. Menurut pak Maksum, hanya dusun satu (Pak Kadus Usman), dusun dua (Pak Kadus Pahut), dan dusun baru (Pak Kadus Samita) yang memiliki kemungkinan mempunyai gua. Kebetulan rumah pak Kadus Usman dan Pak Kadus Sasmita berdekatan, jaraknya juga tidak terlalu jauh dari kantor kepala desa. Jadi kami langsung kesana.
Kami tidak berhasil menemui pak Kadus Sasmita karena beliau sedang ada di kota Sukabumi. Kami bertemu dengan ketua karang taruna yaitu Pak Tibi, yang juga pemilik warung depan rumah pak Sasmita. Dia yang mengurus curug pareang, tapi dia mengatakan bahwa kuncennya bukan dia, melainkan Mbah Oman. Akhirnya kami ke rumah pak kadus Usman dulu, tapi kami tidak mendapat informasi lain. Setelah itu kami ke rumah Mbah Oman, tapi entah siapa yang kami temui, dia berkata bahwa di curug pareang tidak ada gua.
Karena tidak ada tempat lagi yang cocok untuk kami datangi. Semua informasi juga sudah terkumpul. Akhirnya kami kembali ke Bandung. Waktu tempuhnya lebih cepat, kami pulang dengan waktu empat jam.

Tidak ada komentar: