Jumat, 16 Maret 2012

Jamprong-Semuluh dan Jomblang-Grubug



Tanggal         : 21-25 April 2011
Crew               : Yoga, Nurul, Bowo, Bellys dan Sojo

     Entah dari mana munculnya (sebenernya udah diperhitungkan juga ke tasik tapi karena prejalanan yang di tempuh sama-sama lama, akhirnya kami ambil yang paling lama sekalian), kami akhirnya mau latihan sekaligus main-main di gua Jogja. Kami memutuskan untuk berangkat hari kamis setelah kuliah. Kami sudah packing dari kemarinnya, namun ternyata pada saat hari H kami belum juga mendapatkan spiritus dan parafin. Kami sudah mencari-cari (parafin di Alpina lagi abis) tapi tetap tidak ada, jadi kami berniat beli di Jogja saja. Bellys (aku) lupa bawa kamera, akhirnya aku ga bareng yang lain naik angkot ke terminal. Aku balik dulu ke rumah bareng Onye naik motor, terus nyusul ke terminal kereta di piiiiiip (aku lupa namanya apa, kiara condong deh kalo ga salah). Harusnya kami naik kereta yang jam sembilan, tapi kami sudah tiba disana jam delapan dan itupun penumpang yang menunggu di peron kami sudah sangat banyak.
     Di peron, kami sempat disapa oleh anak sispala, tapi aku lupa nama sispalanya apa. Kami beli minuman di stasiun, tapi harganya lebih mahal, mending uda beli di deket kampus deh. Setelah menunggu di peron beberapa lama, akhinya muncul juga pengumuman bahwa kereta kami akan datang, tapi disusul pengumuman juga bahwa kalau penumpangnya ga bisa masuk, jangan maksa, ada kereta lagi jam enam pagi esok hari (pengumuman yang menyebalkan).
     Kereta pun datang. Ternyata keretanya sudah penuh (keretanya emang dari padalarang dulu baru ke kircon). Orang-orangpun berebut masuk, tapi ada penjaga di setiap pintu masuk ke gerbong. Jadi, walaupun gerbongnya belum penuh sesak kami dan para calon penumpang tidak bisa masuk. Kami coba ke gerbong depan, kami bertemu Winda yang sudah naik dari padalarang. Akhirnya kami jalan-jalan lagi, kami coba ke gerbang belakang. Sebenarnya ada satu gerbang lagi yang kosong, tapi entah kenapa pintunya tidak dibuka. Kami sangat kecewa, lagian malu juga kalo balik ke sel gara-gara ga dapet kereta. Akhirnya kami memutuskan tunggu di dekat gerbong yang dikunci itu, Alhamdulillah ternyata ada petugas yang membuka gerbong tersebut. Kami pun berhasil masuk dan duduk berdekatan di sisi gerbong sehingga dapat menyender.
     Perjalanan di kereta tidak terlalu berkesan karena kami semua tidur (well, sebenernya berusaha untuk tidur sih, soalnya kebangun terus karena posisi duduk yang kurang nyaman). Begitu sampai di stasiun Wates, kami jaga untuk tetap bangun karena itu adalah stasiun terakhir menuju Jogja. Kamipun sampai di Jogja. Kami berjalan keluar stasiun menuju tempat pemberhentian transjogja. Kami sempat diputar oleh Yoga sang pemandu jalan untuk diperlihatkan hasil lukisan dia yang dulu ia buat di dinding sebelah jalan. Akhirnya kami menaiki transjogja dan sampai di Kopma UGM. Kami berjalan ke arah kantin untuk membeli makan sambil menunggu jemputan dari PALAPSI, psikologi UGM.
     Kami bercakap-cakap dengan anak-anak UGM sambil makan sop buah dan es teller (tapi rasanya ga karuan, enakan yang beli di Bandung). Karena tidak mungkin kami sarapan itu aja, jadi kami dibawa jalan ke tempat nasi kuning. Kami kembali lagi ke PALAPSI untuk briefing bersama Mba Siti, Mba satu lagi yang aku lupa namanya, dan Anggit. Setelah itu, Yoga balik ke rumahnya buat ngambil helm (helm kurang tiga untuk pergi ke Jomblangnya), aku dan Nurul belanja ke pasar terdekat, Sojo dan Bowo beres-beres logistik. Kami menunggu hingga Yoga balik ke PALAPSI  dan membeli parafin baru deh akhirnya berangkat.
     Awalnya formasi motornya Mba Siti-Sojo, Yoga-Bellys, Bowo-Nurul, kemudian Anggit. Tapi di pom bensin, Mba Siti ingin menyetir saja, jadi formasinya ganti Mba Siti-Bellys dan Yoga-Sojo. Selama perjalanan kesana kami sempat berhenti di alfamart untuk membeli air minum (kami membeli dua botol besar tapi ternyata masih kurang). Akhirnya kami sampai di pondok juru kunci gua Jamprong-Semuluh.
     Kami bertegur sapa sebentar lalu langsung bersiap-siap dan berangkat ke gua Jamprong-Semuluh. Kami masuknya lewat Jamprong karena lebih mudah menemukan guanya. Guanya ada di jalan sebelum pondok kalo berangkat dari Jogja. Kamipun menelusuri gua Jamprong-Semuluh.
Mulut guanya besar, dalamnya juga besar, tapi berair. Awalnya airnya dangkal, lama-lama seleher juga. Gua Jamprong-Semuluh sangat penuh dengan binatang. Kami menemukan lele, tikus, kelelawar (banyak banget!), belatung dan laba-laba. Untung ada lele yang lagi lelompatan ke batu jadinya berhasil kami foto.
Ornamen disana juga masih ada yang putih. Banyak juga yang kayak batu konglomerat gitu, tapi entah sih beneran batu konglomerat apa ga. Tadinya kita ga bisa foto si batu supaya tetep putih, tapi akhirnya dengan menggunakan cahaya dari head lamp kita bisa dapet foto batu yang lumayan bagus. Di dalam guanya tuh kayak kebagi jadi dua jalur, ada yang jalur kiri lewat air ada juga jalur kanan yang lebih menanjak tapi kering, yaaah ada lumpur-lumpurnya juga sih. Kalau ga hati-hati, bisa bangunin kelelawar yang tidur di sisi kanan lho, nanti kelelawarnya terbang ke arah muka. Emang ga bakal nabrak sih, tapi lumayan bikin ngeri dan kaget.
Ketika kami sampai di percabangan yang terus upstream atau keluar ke mulut gua Semuluh, kami melanjutkan dulu ke upstream itu. Ketika ingin menuju jalur upstream itu, kami sempat salah memilih jalur. Jalur yang kami pilih tuh jalur atas, sehingga kami butuh turun vertikal untuk melanjutkan perjalanan. Anggit emang bisa sih turun lewat dindingnya tapi butuh kekuatan tangan dan keahlian manjat yang cukup. Akhirnya kami berbalik arah dan ke jalur upstream melalui jalur normal (jalur yang disarankan Mba Siti juga Anggit). Tapi Mba Siti dan Anggit tidak ikutan.
Kemungkinan besar Anggit ga ikutan karena dia ga tahan banget sama guano. Disana guanonya sangat pekat sampai Nurul pusing gitu. Makin lama kami menjelajah, airnya makin dalam. Kalau dilihat dari batu-batu sekitarnya, airnya bisa lebih tinggi lagi kalo lagi hujan, makanya bahaya kalo menjelajah kesana pas hujan. Kami terus lanjut sampai akhirnya ke lorong yang harus vertikal sembilan meter. Karena tidak mungkin melanjutkan perlajanan maka kami berbalik arah dan berjalan hingga bertemu Mba Siti juga Anggit di dekat mulut gua Semuluh. Untung Mba Siti membawakan minuman untuk kami, ternyata kami sangat dehidrasi.
Kami kembali ke pondok. Karena sudah malam, kami cepat-cepat beres-beres dan pamit kemudian berangkat ke Jomblang. Jalanan ke Jomblang sangat mengerikan (cara mengendarai motor Mba Siti juga mengerikan). Alhamdulillah kami sampai sana dengan selamat. Kami mampir dulu ke Mbah Brewok lalu ke penjaga di Resortnya baru deh ke saung disamping luweng Jomblang.
Sesampainya di saung, kami berganti pakaian kemudian masak. Awalnya kami berencana bakar ayam, tapi dilihat dari lingkungannya kurang pas untuk bakar-bakar. Akhirnya ayamnya kami goreng aja. Emang si Yoga buat api unggun tapi ga diterusin karena kami terlalu lelah dan ingin segera tidur. Ketika kami masak, teman Bowo yang anak Kapa (Fakultas Teknik UI) dateng dianter temennya Bowo satu lagi yang anak Satu Bumi (UGM). Anak Kapa namanya Andreas Suryanda a.k.a Asu, kalo anak Satub aku lupa namanya siapa. Anak Satub itu ga ikutan nginep soalnya dia ada urusan besok subuh.
     Kami akhirnya istirahat karena kalo sesuai teklap sih bangunnya jam lima subuh. Padahal waktu kami tidur tuh udah jam satu pagi. Ternyata kami bangun tidak sesuai teklap. Sebagian bangun jam enam, sebagian lagi mendekati jam tujuh baru bangun. Itupun pas bangun tuh ga langsung instalasi alat ataupun masak. Masih pada loading. Setelah loadingnya selesai akhirnya kami bagi-bagi tugas. Ada yang instalasi ada yang masak. Kami mendapat informasi bahwa tali yang kami bawa sepanjang 70 m dan 30 m, awalnya tadi kami tidak berniat untuk menyambungkan kedua tali itu, tapi untuk berjaga-jaga akhirnya kami nyambungkannya dengan simpul fisherman, tak lupa ujung talinya pun diberi simpul.
Yoga turun duluan dengan tas biru di punggung. Tas birunya berisi tali yang tadi udah disimpul. Ternyata dia mengalami kesulitan di simpul fisherman karena fishermannya terlalu banyak. Berkat kecerdasan Yoga (cieeee) dia berhasil turun dengan selamat. Selanjutnya bowo turun. Kesalahan pertama saat itu adalah sulitnya berkomunikasi antara orang yang sudah turun dengan orang yang masih diatas. Atas petunjuk Mba Siti, aku bawa pluit untuk mengabari orang yang diatas jiika orang yang turun dengan tali sudah sampai.
     Aku adalah orang ketiga yang turun. Yoga dan Bowo lupa turun membawa pelampung, akhirnya aku dan orang-orang berikutnya turun dengan membawa pelampung yang digantungkan. Aku mengalami kesulitan di pohon yang masih dekat pinggir lubang, aku jeblos ke sisi lain yang bukan tempat tali. Karena aku tidak bisa memanjat tanpa menukar alat dan aku juga panik (hei, ini tuh pertama kalinya aku turun setinggi itu), jadinya aku malah menarik tali dan memindahkannya di sisi aku jeblos. Ternyata cape dan berat juga talinya. Setelah itu aku turun. Aku tidak terlalu mengalami kesulitan di simpul butterfly sekitar sepuluh meter diatas tanah.
     Setelah itu Asu turun. Sesaat sebelum Asu turun, kami meneriaki orang di atas untuk membawa minum, kami kira Asu yang bawa, ternyata yang bawa Nurul. Setelah Asu turun, Sojo turun. Ketika Sojo sampai dibawah, dia berkata dengan pucat bahwa tali yang ada lakbannya mulai terlihat serat-serat didalamnya. Oleh karena itu, kami meminta Nurul untuk membuat simpul butterfly di tali berlakban itu. Nurul pun turun, kemudian kami bergerak ke mulut gua. Mulut guanya sangat besar, lebar, berkabut dan penuh lumpur. Tapi di guanya sudah diletakan batu-batu untuk pijakan. Kami berfoto sebentar disana. Kemudian kami melanjutkan perjalanan. Ada yang berjalan diatas batu pijakan, ada pula yang tidak. Tapi hati-hati, batu-batu pijakan tersebut cukup licin. Kami melewati tempat berisi puing-puing batu kemudian baru sampai ke mulut gua Grubug.
     Mulut gua Grubung berupa bolongan tinggi di atas sejauh kira-kira 50an meter juga. Sungai mengalir di bagian bawah. Untuk menuju sungainya, jalannya cukup terjal. Ada bagian jalan yang lumpur semua; ada juga yang bebatuan. Di atas terdapat bongkahan besar batu yang putih sekali. Kami berfoto disana. Si Asu malah seenaknya aja injek bagian bongkahan yang masih putih, gw bingung mau bilangnya gimana.
     Setelah itu kami menuruni turunan tersebut, kami bergerak menuju sungai. Sebelum kami turun, kami meninggalkan kamera bersama tas biru kecil di atas karena itu tidak terlindungi dari air. Aku dan Nurul sempat melihat kadal di bebatuan besar dekat aku menyimpan tas. Aku dan Nurul pun turun. Kami menyebrangi sungai itu kemudian menyusuri bagian sungai di cabang satunya. Untung kami menggunakan pelampung, beberapa kali arusnya cukup kuat dan airnya cukup dalam sehingga agak merepotkan bila kami tidak menggunakan pelampung. Gua tersebut besar, luas dan lebar pula.
     Karena kami telat memulai eksplorasi gua ini, maka kami membatasi untuk menyusuri upstream sungai itu hanya satu jam. Selama menyusuri upstream sungai itu, kami menemukan beberapa batu juga yang masih putih. Tapi perjalanan tersebut terasa sangat singkat, kami akhirnya harus balik karena waktu sudah habis. Kami cukup kewalahan menaiki gundukan batu tersebut. Tapi kami akhirnya berhasil dan kemi melanjutkan perjalanan ke mulut gua Jomblang.
     Sebelum kemi semua SRT lagi ke atas, kami mampir dulu di ceruk lebar dekat mulut gua Jomblang. Akhirnya kami SRT ke atas. Urutan orang yang naik adalah Bowo, Bellys, Asu, Nurul, Yoga, dan terakhir Sojo. Sementara menunggu semua orang naik, yang sudah ada di atas berbenah-benah perlengkapan dan peralatan. Barang-barang yang perlu dicuci pun dicucikan. Ada kesalahan saat aku sudah selesai naik, aku tidak memperhatikan tali, ternyata talinya tidak lagi di atas matras. Jadi selama Asu naik, talinya friksi. Aku juga masih perlu bantuan untuk naik. Asu meganggin tali aku sampai aku cukup tinggi naiknya.
     Ketika aku sampai diatas, ada dua orang anak mapala (aku lupa euy mapala mana) yang sedang survey. Mereka berdua akhirnya ngobrol dengan Mba Siti dan Anggit sementara aku dan Bowo beres-beres. Setelah semua naik dan semua beres-beres. Ketika beres-beres, kami agak tertukar alat mana yang punya siapa, bahkan satu karabiner terbawa Mba Siti. Untuk selanjutnya, kami harusnya membawa daftar barang yang di pinjam dari mapala lain beserta ciri-cirinya.
     Setelah itu kami pulang. Kami berhenti dulu di rumah Mbah Brewok. Kami melanjutkan perjalanan sampai ke UGM. Mba Siti dan Anggit berpisah dengan kita. Kita melanjutkan perjalanan ke rumah Yoga. Kami mengisi perut dulu di warung baru lanjut ke rumah Yoga. Tapi Asu ga ikut ke rumah Yoga, aku mengantarkannya dulu ke rumah temannya Asu yang masih di jalan kaliurang juga.
     Akhirnya kami sampai di rumah Yoga. Yoga langsung ngobrol dan nonton TV sama adiknya. Aku dan Nurul mandi. Bowo dan Sojo tunggu giliran mandi di kamar atas. Tapi setelah aku dan Nurul selesai mandi, mereka tidak mau bangun untuk mandi. Mereka juga ga berhasil dibujuk untuk tidur di kasur, mereka malah tidur di lantai, padahal Yoga yang bau dan kotor aja langsung tidur di kasur setelah puas ngobrol sama adiknya. Aku dan Nurul icip-icip dulu makanan yang di berikan orangtua Yoga baru kami ke tempat tidur. Akhirnya kami semua tidur.
     Esok paginya kami bangun tidak terlalu pagi. Wajar sih mengingat betapa capenya kami. Aku yang pertama bangun. Aku akhirnya membangunkan yang lain. Yang pertama berhasil kubangunkan adalah Nurul. Kami akhirnya turun dan mencuci pelampung. Kemudian Bowo dan Sojo akhirnya bangun, mereka pun mandi. Yoga juga akhirnya bangun dan mandi. Setelah itu kami makan gudeg yang disiapkan orang tua Yoga. Tapi ternyata aku masih ngantuk banget. Aku cuma sadar sampe Yoga nyari-nyari hapenya terus aku tidur lagi deh.
     Bangun-bangun hape Yoga uda ketemu, ternyata tertinggal di warung kami makan tadi malam. ada di bawah tikar dan ketauan saat tikarnya dikibas, kasihan hapenya. Kami packing bentar terus cabut ke PALAPSI lagi. Kami bentar doang di sana. Cuma packing barang-barang lain yang ditinggal disana lalu kami diantar ke stasiun.
     Di stasiun, Sojo dan Yoga pergi dulu cari oleh-oleh sementara Aku, Nurul dan Bowo beli tiket. Kami bertemu beberapa anak Bramatala disana. Kami ngobrol sebentar terus anak Bramatalanya mau masuk ke peron. Kami ga bareng mereka karena Yoga dan Sojo belum kembali dari waktu belanja mereka. Setelah mereka selesai belanja, kami berpamitan dengan Mba Siti dan kawan-kawan PALAPSI yang ikut mengantarkan (lagi-lagi aku lupa namanya siapa).
     Kami mendapat gerbong yang dibelakang lagi yang tanpa tempat duduk. Tapi kali ini gerbong tersebut sudah cukup banyak orang. Orang-orang tersebut tiduran dan tidak peduli kami belum mendapat tempat duduk. Akhirnya kami duduk terpisah. Yoga terpisah lebih ke belakang sementara yang lain lebih ke bagian depan gerbong tersebut. Sampai di jawa barat, kami tidak mendapat tempat duduk yang bisa senderan. Malah makin ke jawa barat, penumpangnya makin bertambah.
     Kami sempat menonton pertunjukan orang yang agak homo gitu memainkan sulap. Kami juga sempat ditengah orang-orang yang saling melemparkan makanan untuk memberikan makanan kepada orang disebrang. Tiga jam sebelum sampai, Bowo mendapat tempat duduk di pinggir. Aku dan Nurul juga. Tapi kami terpisah-pisah. Aku dan Nurul duduk dekat sekelompok Bapak-Bapak yang habis jalan-jalan ke Jogja. Kami diajak ngobrol. Tadinya ngobrolnya waras-waras aja. Tapi lama-lama aku ditawari pacaran dengan salah satu anaknya dan Nurul hampir di pijit sama salah satu Bapak itu. Bapak-bapak tersebut pun duduknya makin merapat ke kami, sehingga akhirnya kami sok-sok ke toilet tapi akhirnya kami malah berdiri di deket toilet (bau banget kalo keretanya lagi diem) hingga keretanya sampe kircon lagi.
     Dari kircon, kami naik Riung-Dago. Kami berhenti di McD, angkotnya minta bayaran per orangnya empat ribu. Mahal ya. Selanjutnya kami jalan sampai sel dan langsung tepar (kecuali Nurul yang langsung balik ke kosannya). Beberapa barang kami bersihkan esok-esok hari dan barang yang dipinjam ke Mapaligi dan Bramatala dikembalikan. Aku dan Sojo terlambat untuk mengembalikan barang ke Astacala. Setelah itu akhirnya semua beres deh. Tinggal buat catper yang entah kenapa ga selesai-selesai ini.

Tidak ada komentar: