Sabtu, 28 Agustus 2010

Pendakian Semeru





Hari 1

Berawal dari ekspedisi ke Alas Purwo yang kami batalkan, aku, Idham, Fanka, Hasti, Bainul,
dan Johan memutuskan untuk muncak ke Semeru. Segala persiapan menjadi serba dadakan. Senin
pagi tanggal 26 Juli 2010 kami semua segera memberesi masalah perwalian yang kemungkinan
kami ga bisa mengikutinya.
Sesuai jadwal, Senin sore kami berangkat. Kabar buruk datang detik-detik sebelum
keberangkatan, Bainul ga bisa mengikuti perjalanan kali ini. Pukul 17.15 aku, Idham, Fanka,
Hasti, Andi, dan Johan meninggalkan sel. Kami naik angkot Cisitu-Tegalega dan turun di Stasiun
Hall.
Pukul 18.30 kami naik kereta ke arah Stasiun Padalarang. Pukul 19.30 kami tiba di Stasiun
Padalarang. Pukul 20.15 kereta Kahuripan yang kami tumpangi memulai perjalanan panjang ke
stasiun Kediri. Stasiun Hall Bandung kami lewati begitu saja. Seperti biasa kereta ekonomi
seperti Kahuripan jarang berhenti di stasiun utama, paling-paling berhenti di stasiun-stasiun kecil.
Kereta Kahuripan berhenti di Stasiun Kiara Condong. Di sini pula si Cahyo naik bawa nasi
goreng. Makan malam tiba!
Kereta yang tadinya sepi tiba-tiba saja menjadi serame pasar. Penumpang berdesakan gak karuan.
Fanka, Cahyo, Hasti duduk satu kursi, Idham dan Johan duduk satu kursi pula. Mereka saling
berhadapan. Aku dan Andi membentuk kelompok sendiri di kursi di belakang mereka.
Perjalanan ke Kediri benar-benar panjang dan agak membosankan. Kami sepakat membeli TTS
buat mengisi kebosanan. Dan ternyata ada bapak-bapak yang jago benar ngisi TTS. Dia duduk
di depan Andi dan selalu bisa menjawab TTS. Kelihatannya dia memang sudah punya banyak
pengalaman. Konon dia bersama lima temannya yang berasal dari berbagai daerah pernah
bekerjasama hanya untuk mengisi TTS.
Hari 2
Pagi datang dan Kahuripan belum juga tiba di Kediri. Sawah-sawah tetep aja ada di samping rel
kereta. Aku dan Andi beli nasi dengan lauk ayam.
Sekitar jam 10:00 kereta berhenti cukup lama di Madiun. Padahal kalau menurut jadwal, kereta
harusnya tiba di Kediri jam 11:00. Kami duduk-duduk dulu di peron sambil minum es dawet
yang seger.
Dan ternyata seperti biasa juga kereta telat dan baru nyampe Kediri jam 14:00. Begitu nyampe
di Kediri kami langusng beli tiket kereta Doho tujuan Malang untuk keberangkatan 14:15.
Dan seperti biasanya kereta itu juga telat. Jam 15:30 kami baru berangkat. Sepanjang perjalanan
Andi dan Cahyo duduk berkelompok sendiri; Hasti duduk sendirian kursi agak depan; Aku,
Fanka, Idham, Johan main kartu di kursi agak belakang sampai akhirnya, "J#nc#k!!!"
Permainan berhenti. Kami mulai ngobrol dengan agak berbisik dan ada bapak-bapak agak tua
duduk di samping Idham. Bapak itu banyak bercerita tentang dirinya dan masa lalunya. Dia dulu pernah ke Timor Leste waktu keadaan memanas. Lalu dia juga banyak mentraktir kami makanan
yang di jual oleh pedagang-pedagang kereta.
Walaupun lokomotif sempat mengalami gangguan sehingga kereta harus terhenti hampir sejam,
kami akhirnya tiba dengan selamat di Malang jam 21:00. Kami langsung menuju ke sekretariat
IMPALA Universitas Brawijaya.
Setibanya di IMPALA, Cahyo tidak bisa ikut ke Semeru dan dia pergi ke rumah neneknya.
Sisanya menginap di sekretariat IMPALA. Sebelum tidur kami semua disarankan untuk cuci kaki.
Ritual cuci kaki ini bukan untuk alasan kesehatan, tapi jaga-jaga saja biar ga ditemui sesosok
wanita cantik yang telah lama ikut mendiami sekretariat IMPALA.



Hari 3
Rabu pagi tanggal 28 kami semua mempersiapkan diri. Logistik yang belum ada segera kami
lengkapi. Agak siangan kami semua membuat surat keterangan sehat di puskesmas yang ada di
sekitar Unbraw (aku lupa namanya). Yang jelas dari gerbang belakang Unbraw yang deket jalan
MT Haryono naik sekitar 300 m, sebelum pertigaan belok ke kanan.
Setelah persiapan beres, pukul 13:00 kami mulai perjalanan menuju puncak Semeru. Awalnya
kami naik angkot ADL yang ke arah Arjosari. Begitu tiba di Arjosari perjalanan dilanjutkan
menggunakan angkot AT dan kemudian turun di pasar Tumpang. Jalan menuju Tumpang agak
sedikit terhambat gara-gara ada Calon Bupati yang sedang kampanye.
Perjalanan harus dilanjutkan dengan menggunakan jip menuju Ranu Pane. Karena sopir jip tak
mau berangkat kecuali ada 15 orang. Terpaksa kami menunggu sambil menikmati parade Bupati
yang lagi kampanye. Sampai magrib ternyata kami masih diam di tempat. Idham, aku, Hasti
shalat magrib di masjid deket pasar Tumpang. Seusai shalat Idham tanya ke satpam masjid
tentang alternatif pergi ke ranu pane. Ternyata selain jip kita bisa naik truk. Tapi truk itu
berangkatnya pagi-pagi sekali sekitar sehabis subuh.
Kami akhirnya tahu juga bahwa ada orang yang sangat baik sekali namanya Pak Rusno. Kami
memutuskan untuk tidur di rumahnya. Rumahnya terletak di sebelah utara pasar Tumpang dan
agak masuk gang ke arah timur. Belakangan aku tahu dari tetanggaku bahwa rumah Pak Rusno
ternyata “pos” yang cukup populer jika mau pergi ke Semeru.
Hari 4
Sesuai informasi, kami berangkat dari Tumpang pagi-pagi sekali, naik truk yang mau ke Ranu
Pane. Dan ternyata pak Rusno adalah sopir truk yang ke Ranu Pane. Perjalanan ke Ranu Pane
benar-benar lama dan medannya terus nanjak dan nanjak terus. Suatu waktu truk rasanya hampir
tergelincir ke belakang. Kami juga diminta untuk berkumpul di bak paling belakang untuk
menjaga truk biar ga tergelincir. Namun semua itu ditebus oleh pemandangan sepanjang jalan
yang memang wah. Hijau pohon-pohon bener-bener menyejukkan mata.
Sekitar pukul 08.30 kami sampai di Ranu Pane. Kami yang dari subuh tadi belum makan
apapun kecuali gorengan langsung menuju warung yang ada di deket pos Ranu Pane. Tempegoreng plus sayur lodeh pun memuaskan kelaparan kami di tengah hawa yang dingin. Dan benar
apa kata seorang penjual gorengan yang kebetulan satu truk dengan kami, ternyata makan di
Ranu Pane ini teramat mahal. Nasi, tempe dan sayur lodeh berharga Rp 10.000. Wow!!
Setelah urusan perut beres, urusan administrasi segera kami selesaikan. Setiap orang diharuskan
memiliki surat keterangan sehat lalu membayar bea sekitar Rp 15.000. Di dinding sempat kubaca
nama-nama korban meninggal di gunung Semeru. Ternyata banyak juga ya.
Setelah melakukan pemanasan, pukul 10.00 kami memulai pendakian. Target kami hari ini ialah
sampai Kalimati, pos terakhir sebelum sampai puncak. Tapi ternyata itu cuma “isu”. Setelah
melewati jalanan berpaving selama 2 plus 1 jam jalanan tak berpaving; berhenti setiap 1 jam di
pos-pos kecil, ditemani pemandangan yang benar-benar memanjakan mata, kami akhirnya sampai
di Ranu Kumbolo, pos kedua setelah Ranu Pane.
Kami istirahat siang, duduk, masak sambil memandangi Ranu Kumbolo. Danau biru kehijauan,
dikelilingi perbukitan, dengan langit biru dan mentari yang bersinar cerah. Kami terbius.
Akhirnya Idham, sang ketua perjalanan, memutuskan untuk mendirikan camp di Ranu Kumbolo.
Rame sekali di Ranu Kumbolo. Banyak orang dari mana-mana. Kami mendirikan kamp dalam
shelter yang telah ada. Kami bertetangga dengan dua orang Jember, Rio dan Asa. Rio
mengingatkan kami pada Yasir yang gendut, tapi kegendutan Rio ternyata mengalahkan
kegendutan Yasir.
Di Ranu Kumbolo, ada yang namanya “tanjakan cinta”. Alkisah jika anda naik tanjakan itu;
anda memikirkan orang yang anda cintai; lalu anda naik terus tanpa sekalipun menoleh ke
belakang ataupun berhenti; maka dialah cinta sejati anda.
Hari 5
Malam kemarin yang dingin juga masih terus berlanjut hingga kesokan paginya. Yang mau
wudhu buat sholat subuh jadi berpikir dua kali. Tapi mau ga mau ya harus “nyemplung” ke
Ranu Kumbolo.
Setelah bersiap-siap, masak, sarapan plus foto-foto, kami siap berangkat. Target kami hari ini
jelas, sampai Kalimati. Sebenarnya sempet terpikir untuk mencapai Arcopodo, tapi di sana
ternyata ga ada sumber air. Dan jarum jam menunjuk pukul 09:00 ketika kami mulai jalan.
“Tanjakan cinta” kami naiki dengan pelan-pelan dan santai. Kulihat Fanka dan Hasti serius pisan
naiknya. Idham pun sudah tak terhitung berapa kali ia berhenti dan menoleh ke belakang.
Setelah tanjakan cinta, ada Oro-oro Rombo menanti. Padang ilalang membentang sepanjang
penglihatan kami. Dan tinggi ilalang melebihi tinggi badan kami. Setelah itu kami memasuki
hutan lagi.
Beberapa ratus meter sebelum tiba di Kalimati, kami berpapasan dengan para kakek-kakek
beserta para porter mereka. Kakek-kakek itu konon dulu punya klub adventrue, dan kini mereka
sedang bereuni ria. Kami sempet foto-foto bareng mereka berlatarbelakangkan puncak Semeru.
Setelah 4 jalan kami tiba di Kalimati. Suasananya kering. Ilalang tumbuh tak begitu tinggi, ada
bekas aliran lahar, ada banyak edelweiss, dan angin bertiup sangat kencang.
Setelah memilih lokasi yang pas buat nge-camp, para pria mendirikan camp sementara para gadis
ditemani mas mengambil air. Para pria selesai mendirikan tenda … dan ternyata Fanka, Hasti
dan mas … belum juga balik. Ternyata lokasi sumber air berjarak 2-3 kilometer dari camp. Aku
dan Idham sempet merasakan ketika kami mendapat giliran ambil air.
Sore kami mulai masak buat makan karena kami berencana tidur lebih awal dan bangun pukul
00:00 untuk mulai jalan ke puncak beserta rombongan yang lain. Makin menuju malan udara
makin dingin. Minuman yang baru mendidih pun jadi tak terasa panas lagi. Kami sempat
diingatkan untuk tidak minum minuman yang baru mendidih biar bibir kami ga pecah-pecah.
Kami semua spontan langsung memakai segala jenis pakaian yang kami bawa. Aku sendiri
memakai baju lapis 4, kaos-kemeja-jaket-anorak (diurutkan dari dalam). Dan begitu kami selesai
makan, kami langsung menutup tenda rapat dan menyelimuti tubuh dengan sleeping bag masingmasing.
Hari 6
Pukul 00:00 kami semua bangun, siap-siap mendaki. Namun ternyata Idham ga jadi ikut muncak.
Aku ga tahu apa karena kedinginan, sol sepatu yang lepas sejak dari Ranu Kumbolo, atau
menjaga camp. Yang jelas rasanya ga enak mendaki tanpa dipimpin ketua rombongan.
Sebenarnya kami agak telat karena ternyata rombongan kakek-kakek udah berangkat duluan.
Kami segera menyusul. Begitu memasuki hutan entah mengapa aku kesulitan bernafas. Apa aku
sakit, atau efek ketinggian yang membuat udara tipis, atau pepohonan yang terus memproduksi
karbon dioksida. Kami berhenti cukup lama di Arcopodo. Melepas lelah sambil menatap jutaan
bintang yang menghiasi angkasa malam. Indah dan baru kali ini aku melihat langit malam
seperti ini.
Setelah dirasa cukup perjalanan dilanjutkan kembali. Kami akhirnya sampai di Cemoro Tunggal,
batas vegetasi. Kami menatap hamparan pasir yang terus meninggi. Di sanalah puncak yang
kami tuju.
Kami mulai mendaki. Terlihat sudah ada beberapa orang di atas. Rombongan kakek-kakek tidak
lanjut. Dan kulihat masih banyak lagi yang ada di bawah.
Perjalanan ke puncak benar-benar tak mudah. Jika salah mengambil langkah, kaki tergelincir dan
pasir pun jatuh ke bawah. Sangat disarankan menghormati pendaki lain dengan tidak menjatuhkan
pasir atau kerikil ke bawah. Dan di tengah perjalanan ke puncak kudengar peribahasa baru,
“Deket di mata, jauh di kaki”
Kami berangkat pukul 00:00 karena kami ingin melihat sunrise dari puncak. Namun sayang
sekali ternyata metahari sudah terbit ketika kami beberapa meter lagi menuju puncak. Walaupun
begitu, tetap saja begitu kami sampai puncak, kami tetap senang, bangga, dan bersyukur. Dari
puncak tertinggi Jawa, kami melihat tanah Indonesia.
Dari puncak semua terasa wah. Ada batu penghormatan buat Idhan Lubis dan Soe Hok Gie.
Angin bertiup sangat kencang. Dan kami mencoba mengunyah coklat yang sepertinya sudah
berubah menjadi batu. Setelah puas merasa dan foto-foto, kami langsung turun.
Turun pun ga mudah kelihatannya. Namun setidaknya perjalanan turun ga secapek perjalanan
naik. Dan kata beberapa orang, turun seperti berselancar di atas pasir.
2 jam kemudian, kami sampai di camp yang dijaga Idham. Kami istirahat bentar dan kemudian
langusng packing dan balik lagi menuju Ranu Pane. Perjalanan balik benar-benar cepat. Pukul
11:00 kami meninggalkan Kalimati. Pukul 13:30 kami sampai di Ranu Kumbolo. Dan akhirnya
pukul 18:30 kami sampai di Ranu Pane.
Begitu tiba di Ranu Pane kami kira Pak Rusno sudah meninggalkan kami. Namun ia masih setia
dan menunggu sampai malam. Pukul 21:00 kami tiba di Tumpang. Lagi-lagi kami tidur di
rumah pak Rusno.
Hari 7
Keesokan paginya kami langsung berkemas. Awalnya kami berniat untuk beli sarapan, eh ga
taunya sudah dimasakkan sama istrinya pak Rusno. Jadinya kami langsung menyantap telor
dadar, mie goreng bikinan bu Rusno.
Sekitar pukul 08:00 ada sopir angkot yang menjemput kami. Pak Rusno sengaja memanggil dia.
Kami pun langsung sepakat untuk menggunakan jasa sopir angkot untuk kembali ke Malang.
Dan anehnya jalanan kota Malang justru sepi ketika hari Minggu.
Sesaat sebelum sampai di Unibraw, Idham dan Johan turun deket stasiun untuk pesen tiket buat
pulang ke Bandung nanti Sore. Yang pulang ke Bandung pada sore itu adalah Johan, Idham,
Hasti, dan Andi. Aku dan Fanka pulang pada hari-hari berikutnya.
Begitu sampai di IMPALA Unibraw, aku langsung pergi ke Mojokerto, menyambangi rumah.
Hari 8
Keesokan paginya aku balik lagi ke IMPALA Unibraw untuk mengambil carier yang
kutinggalkan dan sekaligus balik ke Bandung dari Malang. Dan ga taunya ada Fanka sama
Cahyo yang ke Surabaya, aku numpang mereka sampai Stasiun Gubeng. Aku balik ke Bandung
dari stasiun itu.
Perjalanan ke puncak Semeru meninggalkan kenangan dalam pikiranku. Ternyata alam Indonesia
memang benar-benar indah. Ternyata Indonesia ini memang pantas diperjuangkan. Ternyata ada
orang seperti pak Rusno yang rela membantu tanpa mengharap pamrih. Ternyata ada orang
seperti bapak di kereta yang malah menyuruh anak perempuannya untuk mengajar di tempat yang
sangat pelosok yang lebih membutuhkan daripada sekadar mengajar di kota. Jaya terus Indonesia,
semoga kau menjadi negeri yang hebat. (GM-001-XIX)
KMPA. Ganesha!!!

Tidak ada komentar: